Dipaksa mandiri setelah menjadi PTN-BH, kini UNJ berfokus mengembangkan unit bisnis untuk menutupi pengurangan biaya operasional.
Pada 14 Agustus 2024, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) resmi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Perubahan status itu setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2024 tentang PTN-BH UNJ.
Perubahan UNJ menjadi berbadan hukum melalui PP Nomor 31 Tahun 2024 tersebut, dilandasi Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2012 tentang PTN-BH. Status PTN-BH memberikan otonomi kepada kampus negeri untuk mengelola keuangan dan mendirikan unit bisnis, sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 65 ayat (3).
Setelah kampus berbadan hukum, seperti yang tertuang dalam UU Nomor 12 Pasal 89 ayat (2), bantuan dana dari negara terhadap kampus akan berkurang. Sebab, bantuan hanya akan berbentuk subsidi maupun sejenisnya sesuai ketentuan undang-undang.
Selain itu, merujuk ke Pasal 2 ayat (1) Permendikbud Ristek Nomor 4 Tahun 2020, terdapat syarat bagi kampus negeri yang ingin bertransformasi menjadi PTN-BH. Beberapa diantaranya yaitu, menyelenggarakan Tridharma, pengelolaan PTN dengan tata kelola yang baik, dan yang paling penting dapat memenuhi standar kelayakan finansial.
Kampus berbadan hukum juga harus mampu mengelola aset atau bidang bisnis dengan baik. Hal tersebut dimaksudkan agar kampus mampu mendapatkan dana diluar biaya kuliah mahasiswa, sebagaimana tertuang pada Pasal 2 ayat (4).
Melansir Kabar UNJ edisi Juni 2024, Rektor UNJ Komarudin mengklaim telah menyiapkan kelayakan finansial melalui pemanfaatan unit bisnis yang kampus miliki. Komarudin menyampaikan, unit bisnis akan dikelola dan dimaksimalkan agar meningkatkan income generating supaya dapat menopang keuangan kampus ketika menjadi PTN-BH.
Selain itu, Edura UNJ juga mewartakan pada (13/06), UNJ telah meluncurkan satu unit bisnis baru berupa air mineral dalam kemasan yang diberi nama EduQua. Berdasarkan reportase Didaktika, UNJ bekerja sama dengan perusahaan air mineral asal Sukabumi yaitu PT. Ufia Tirta Mulia. Semenjak diperkenalkan pada publik bulan Juni lalu, belum ada informasi lebih lanjut mengenai EduQua.
Menilik Unit Bisnis UNJ
Merujuk Rencana Strategis Bisnis UNJ 2020 – 2024, UNJ ingin mengoptimalkan kegiatan yang menghasilkan pemasukan maksimal dan efektif . Serta UNJ diproyeksikan terus mengembangkan aset dan unit bisnis untuk memperoleh pemasukan, terutama dari pasar khusus (captive market).
Berdasarkan Laporan Keuangan UNJ teraudit 2022, yang telah dicermati oleh Didaktika, pemasukan kampus di luar jasa layanan pendidikan berasal dari Labschool, pengelolaan Naraya Hotel di gedung UTC, dan kantin. Selain itu, kampus juga memanfaatkan fasilitas olahraga di Kampus B, asrama mahasiswa, sewa gedung/ruangan di kampus, hingga kerja sama dengan lembaga swasta dan pemerintahan untuk memperoleh pemasukan.
Sumber pemasukan yang telah disebutkan di atas, dikelompokan berdasarkan hasil atau sumber pemasukan. Misalnya, UNJ mendapatkan pemasukan dari jasa penyediaan barang/jasa lainnya dan jasa layanan berupa entitas di luar/di dalam lembaga negara. Selain itu, pendapatan UNJ hasil kerja sama Badan Layanan Umum (BLU) dengan lembaga swasta maupun pemerintah daerah dan hasil layanan umum lainnya.
Baca juga: Dompet Kosong Negara Membiayai Perguruan Tinggi
Sebagai rincian, dari Laporan Keuangan UNJ 2022, pendapatan kampus dari jasa penyediaan barang ataupun jasa lainnya sebesar Rp116,3 miliar. Besarnya pendapatan tersebut, sebagian besar diperoleh dari hasil unit bisnis UNJ berupa jasa layanan pendidikan di Labschool, yang menyumbang pendapatan ke kampus sebesar Rp112,9 miliar.
Selain itu, sumber yang sama melaporkan, UNJ mendapatkan pendapatan dari jasa layanan berupa entitas di dalam dan di luar lembaga negara. Hasil jasa layanan tersebut, UNJ mendapatkan keuntungan sebesar Rp67,4 miliar. Lebih lanjut, pendapatan kampus dari hasil kerjasama BLU dengan lembaga/badan usaha swasta maupun pemerintah daerah sebesar Rp38,5 miliar.
Laporan keuangan tersebut juga melaporkan ihwal pendapatan UNJ dari hasil layanan umum lainnya, yang mencangkup sewa gedung kantin, asrama mahasiswa, hingga sewa gedung/ ruangan untuk perbankan. Dari hasil tersebut, UNJ mendulang keuntungan sebesar Rp3,60 miliar.
Bila ditotal secara keseluruhan, UNJ mendulang pemasukan dari unit bisnis, pemanfaatan aset, hingga hasil kerja sama di atas sebesar Rp226 miliar. Hasil pendapatan tersebut tidak terlalu besar bila dibandingkan dengan pendapatan UNJ dari hasil jasa layanan pendidikan sebesar Rp222,7 miliar. Pendapatan dari jasa layanan pendidikan mencangkup Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Universitas (SPU).
Staf Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan, Achmad Fauzi menilai besaran pemasukan kampus dari hasil bisnisnya sudah memenuhi syarat untuk menjadi PTN-BH. Sebab, apabila dihitung pemasukan dari unit bisnis kampus mencapai lebih dari 40% dari total pendapatan UNJ. Angka tersebut diperoleh dengan menghitung secara menyeluruh pemasukan hasil kegiatan bisnis kampus, anggaran dari negara, dan jasa layanan pendidikan.
“Dari sisi finansial, insyaallah kita aman setelah menjadi PTN-BH. Sebab, sudah memenuhi indikator kelayakan finansial,” katanya saat diwawancarai Didaktika, pada Selasa (20/8).
Setelah resmi menjadi PTN-BH, lanjut Fauzi, UNJ akan mengevaluasi seluruh unit bisnisnya, sehingga dapat diketahui unit bisnis yang produktif dan nonproduktif. Unit bisnis yang sudah produktif akan ditingkatkan agar mampu menghasilkan keuntungan lebih besar. Mengenai unit bisnis yang nonproduktif akan dibuat rancangan supaya produktif.
Selain itu, kata Fauzi, UNJ akan merencanakan pengelolaan aset, berupa lahan kosong di Citayam dengan luas 24.412 m2 dan Cikarang dengan luas 80.23 Ha. Nantinya, aset tersebut akan dikelola dan dijadikan unit bisnis baru.
Lanjutnya, UNJ akan memperkuat peran dari Badan Pengelola Usaha (BPU). Pun, kata dia, hal tersebut diperlukan agar pemasukan meningkat setelah menjadi PTN-BH.
“UNJ akan memaksimalkan pemanfaatan unit bisnis dan aset supaya menambah income generating atau pendapatan kampus di luar biaya kuliah. Selain itu, akan memperkuat peran dari Badan Pengelola Usaha (BPU) supaya dapat meningkatkan pemasukan kampus,” sebutnya.
Mengenai biaya kuliah, Fauzi menegaskan tidak akan ada kenaikan biaya kuliah di UNJ. Karena sedari Mei lalu, ketika berbagai kampus negeri menaikan biaya kuliah, hanya UNJ yang tidak menaikan biaya kuliah mahasiswa. “Pak Komar berkomitmen, tidak akan ada kenaikan biaya kuliah di UNJ,” ucapnya.
Baca juga: Uang Kuliah Tak Adil
“UNJ akan memaksimalkan pemasukan dari sektor bisnisnya supaya dapat menopang keuangan kampus setelah menjadi PTN-BH. Sehingga, UNJ tidak akan mengandalkan pemasukan dari uang kuliah mahasiswa,” tutupnya.
Didaktika mencoba meminta keterangan kepada Kepala BPU UNJ, Widya Parimita, ihwal rencana unit bisnis kampus kedepannya setelah UNJ menjadi PTN-BH. Surat wawancara telah dikirimkan ke kantor BPU sejak, Selasa (13/8). Namun, hingga berita ini diterbitkan, wawancara tak kunjung terlaksana karena Kepala BPU UNJ beralasan sedang sibuk.
Menanggapi unit bisnis UNJ, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Jerman, Syiva Khairinnisa, atau akrab disapa Iva, merasa skeptis UNJ dapat menjalankan unit bisnisnya dengan efektif. Sebab, UNJ tidak banyak memiliki unit bisnis yang mempunyai daya komersial tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan kampus.
“Unit bisnis UNJ yang tampak hanya sedikit. Misalnya, Labschool, Naraya Hotel di gedung University Training Center (UTC), ataupun dari sewa gedung/ruangan di kampus saja,” ungkapnya saat diwawancarai Didaktika pada, Jumat (30/8).
Iva membandingkan UNJ dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) – pendahulu kampus PTN-BH – yang memiliki segamblang unit bisnis. Diketahui, IPB memiliki unit bisnis berupa mall yaitu Botani Square yang terbilang mewah dan memiliki daya komersial tinggi. Namun, sepengamatan Iva, Botani Square tersebut belum dapat menopang keuangan IPB secara efektif.
“Jamak kampus yang telah menjadi PTN-BH gagal mengelola unit bisnisnya. Alhasil, akan mengandalkan biaya kuliah dan uang pangkal dari mahasiswa sebagai pendapatan alternatif,” tutupnya.
Gayung bersambut, mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Walid Salim, turut khawatir dengan transformasi UNJ menjadi PTN-BH. Sebab, ketika kampus telah menjadi berbadan hukum, akan ada perubahan skema layanan pendidikan dari UNJ itu sendiri. Misalnya, kampus akan lebih fokus mendulang pemasukan untuk membiayai operasional universitas.
“Inti dari PTN-BH adalah perubahan otonomi keuangan kampus. Pemerintah seolah melepaskan tanggung jawabnya terhadap pelayanan pendidikan, dan memaksa kampus untuk mencari dana operasionalnya secara mandiri,” ucapnya via pesan daring kepada Didaktika, pada Sabtu (31/8).
Baca juga: Malapetaka Ketidaksesuaian Penggolongan UKT
Kendati, Walid merasa heran terhadap UNJ yang seharusnya berfungsi menyelenggarakan Tridharma perguruan tinggi kepada masyarakat luas, malah disibukan dengan kegiatan bisnis untuk memperoleh keuntungan. “Akhirnya bagi saya, universitas terlihat seperti kehilangan jati diri, fungsi, dan hakikatnya dalam kehidupan masyarakat,” tutupnya.
Dosen Universitas Negeri Semarang sekaligus pakar pendidikan, Edi Subkhan turut mewanti-wanti efek negatif dari PTN-BH. Menurutnya, setelah negara lepas tangan terhadap pembiayaan kampus negeri, mau tidak mau universitas harus membentuk unit bisnis untuk pembiayaan operasional.
Ketika berbisnis, kata ia, kampus PTN-BH tidak dapat menjalankan unit bisnisnya secara efektif. Sebab, universitas memang tidak dirancang untuk menjalankan kegiatan bisnis selayaknya perusahaan komersial.
“Jika unit bisnisnya gagal karena kampus tidak sanggup mengelola, universitas kerap mengandalkan biaya kuliah dan uang pangkal sebagai pemasukkan alternatif untuk mendulang keuntungan,” imbuhnya ketika diwawancarai Didaktika via zoom, pada Senin (02/09).
Penulis buku “Melawan Liberalisme Pendidikan” itu menuturkan, naiknya biaya kuliah tentu membawa dampak negatif bagi masyarakat luas. Misalnya, masyarakat kelas menengah ke bawah yang tidak dapat melanjutkan pendidikan tinggi lantaran biaya kuliah mahal.
“Perlu adanya political will yang kuat dari pemerintah untuk membiayai kampus negeri. Supaya, kelas menengah ke bawah dapat melanjutkan pendidikan tinggi tanpa khawatir harus membayar UKT yang mahal,” tutupnya.
Reporter/Penulis: Lalu Adam. F. A
Editor: Zahra Pramuningtyas