Tidak sesuai ekspektasi mahasiswa, gedung baru Saudi Fund for Development (SFD) dikeluhkan karena sejumlah fasilitas ruang kelas tidak memadai.
Sejak dibangun pada tahun 2019, beberapa gedung baru hasil kerja sama antara UNJ dengan SFD mulai terlihat megah. Setidaknya dari empat gedung yang ditargetkan akan rampung pada tahun 2025, dua di antaranya sudah berdiri kokoh dan mulai terlihat ramai oleh aktivitas mahasiswa.
Kedua gedung itu adalah Tower A dan Tower B. Meski begitu, baru Tower B saja yang telah dipakai untuk perkuliahan. Sebabnya, Tower A belum bisa dipakai karena masih perlu penyesuaian pada beberapa titik ruangan.
Adapun, ruang kelas dalam Tower B dipakai untuk perkuliahan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Meskipun mendapat jatah pembelajaran di gedung baru, mahasiswa FEB tidak serta-merta merasa gembira.
Hal itu lantaran gedung baru yang diharapkan oleh mahasiswa mampu melengkapi fasilitas di UNJ, justru tidak sesuai ekspektasi. Pasalnya, ruang kuliah yang tersedia di gedung tersebut cenderung minim dan sempit.
Melalui pengamatan Tim Didaktika pada Senin (4/11), dari kesepuluh lantai yang ada di Tower B, hanya lantai sembilan saja yang digunakan untuk ruang kelas. Sementara itu, untuk lantai satu sampai delapan, diperuntukan sebagai ruang Pelayanan Akademik FEB, ruang Staff Prodi FEB, hingga ruang laboratorium. Sementara di lantai sepuluh sendiri ditempati untuk ruang Dekanat FEB.
Pun, lantai sembilan Tower B hanya memiliki sepuluh kelas. Masing-masing kelas hanya mampu berisi 30 sampai 35 kursi saja. Padahal, rombongan belajar (rombel) mahasiswa dalam satu kelas yang menempati gedung tersebut mampu mencapai 45 orang. Hal ini menyebabkan banyak keluhan dari mahasiswa FEB.
Salah satu keluhan datang dari mahasiswa Prodi D4 Administrasi Perkantoran Digital, Hafshah Noer Salsabillah. Ia mengeluhkan kurangnya ketersediaan fasilitas utama seperti kursi dan meja di ruang kelasnya. Rombel dalam kelasnya, jelas Hafshah, berjumlah 37 mahasiswa. Sementara itu, jumlah kursi yang tersedia hanya 33.
Alhasil, tiap sebelum pembelajaran dimulai, Hafshah dan teman-temanya harus rela mengambil kursi dari ruang kelas lain yang tidak dihuni. Bahkan, Hafshah mengaku beberapa kali sempat beradu mulut dengan office boy lantaran tidak diperbolehkan mengambil kursi dari ruang kelas lain.
“Kalau misal kita enggak dapat kursi dari ruangan lain, ya kita duduk berdempetan kaya di angkot gitu,” ucapnya pada Kamis (21/11).
Lebih lanjut, Hafshah sangat menyayangkan pihak kampus yang tidak bisa memberdayakan uang kuliah tunggal (UKT) dari mahasiswa secara optimal. Oleh karenanya, kejadian kekurangan fasilitas utama penunjang akademik seperti ini kerap terjadi.
“Ya, kedepannya kampus harus lebih cekatan dalam pemenuhan fasilitas pembelajaran. Lebih baik kelebihan kursi, daripada kekurangan kaya gini,” harapnya.
Baca juga: Minim Kesiapan, Pembukaan Prodi Baru di UNJ Menuai Kritikan
Kejadian yang lebih nahas dialami oleh mahasiswa Prodi D4 Pemasaran Digital FEB, Dhamar Wigunan. Dirinya bahkan mengaku pernah duduk di lantai selama pembelajaran berlangsung karena tidak mendapatkan kursi. Akibatnya, ia tidak bisa mengikuti pembelajaran dengan nyaman dan optimal.
Lebih lanjut, Dhamar mengungkapkan kekecewaannya atas fasilitas yang ada di gedung baru. Sebelumnya ia mempunyai ekspektasi bahwa gedung baru bakal memiliki fasilitas yang paling bagus dan lengkap di UNJ. Namun, harapan itu seketika patah ketika dirinya mendapatkan jatah belajar di gedung baru.
“Bayangin aja, kita bayar UKT mahal-mahal, kok malah pas kuliah duduk di lesehan karena nggak ada kursi,” keluhnya, pada Rabu (4/12).
Selain itu, Dhamar juga menyoroti kurangnya ketersediaan ruang kelas untuk kegiatan perkuliahan di gedung baru. Sepuluh ruang kelas yang hanya terdapat dalam gedung baru, baginya begitu minim. Menurutnya, permasalahan ketersediaan kelas itu berimbas kepada perkuliahannya yang kerap dilakukan secara daring.
Selama ini, Dhamar merasa perkuliahan daring cenderung tidak efektif dan merugikan mahasiswa. Sebab menurutnya, materi yang disampaikan oleh dosen secara daring lebih sulit dipahami. Dengan demikian, mahasiswa banyak yang kelimpungan dan akhirnya tidak fokus pada materi.
“Tentu kecewa, ya. Sekelas Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH), tidak mampu menyediakan ruang kelas untuk kegiatan akademik mahasiswa,” ujarnya.
Kurang Persiapan
Wakil Dekan II Bidang Umum dan Keuangan FEB, Saparrudin Mukhtar menanggapi persoalan kekurangan fasilitas akademik di Tower B. Menurutnya, persoalan itu terjadi karena birokrat universitas yang terburu-buru dan memaksa pihak fakultas untuk segera menggunakan gedung baru. Padahal, gedung baru belum siap untuk digunakan sepenuhnya kala itu.
Lebih lanjut, Saparrudin menjelaskan bahwa pengelolaan gedung baru masih di bawah kendali penuh pihak universitas. Dengan demikian sambungnya, pihak fakultas tidak bisa melakukan perombakan ataupun penambahan fasilitas sama sekali.
“Ya sejauh ini kalau memang universitas memberikan jatah segitu, ya kita tidak bisa apa-apa. Kita tidak berhak untuk menambah atau mengurangi fasilitas sama sekali,” jelasnya pada Senin (25/11).
Di sisi lain, Saparrudin juga menyadari bahwa ruangan yang ada di gedung baru memang cenderung lebih sempit dibanding gedung lain. Maka menurutnya, kelas dengan rombel besar pasti tidak muat untuk menggunakan ruangan tersebut. Untuk mengatasi hal itu, mahasiswa dengan rombel yang cenderung lebih sedikit pasti ditempatkan di gedung baru. Sementara itu, mahasiswa dengan rombel besar bakal ditaruh di Gedung Raden Kartini (GRK).
Baca juga: Mekanisme Mahasiswa Cadangan, Antara Solusi dan Minim Sosialisasi
Namun, apa yang disampaikan Saparrudin berkebalikan dengan kondisi lapangan. Pada semester 121, ruang kuliah Tower B sepenuhnya digunakan oleh mahasiswa vokasi FEB yang cenderung memiliki rombel besar. Untuk prodi lain seperti Pendidikan Ekonomi dan Pendidikan Bisnis yang umumnya mempunyai rombel lebih sedikit malah ditempatkan di GRK.
Ketika ditanya mengapa hal demikian bisa terjadi, Saparrudin menjelaskan bahwa pada masa peralihan ke gedung baru, manajemen fakultas masih kelabakan. Akibatnya, penyesuaian antara jadwal perkuliahan dengan penempatan ruangan antar prodi tidak optimal.
“Waktu masa peralihan memang posisi sistem informasi akademik (SIAKAD) masih bingung, sehingga terjadi salah input di sini. Tetapi nanti semester depan pasti bakal dibenahi,” ucapnya.
Minim Ketersediaan Ruang Kelas di Gedung Baru
Per semester 121, jumlah mahasiswa aktif di FEB mencapai 5.461 mahasiswa. Akan tetapi, menurut Saparrudin, ruang kelas yang diperuntukkan bagi mahasiswa FEB tidak lebih dari 50 ruangan yang tersebar di berbagai gedung, termasuk gedung baru.
Menanggapi kekurangan ketersediaan kelas, Saparrudin mengklaim bahwa banyak mahasiswa yang menjalani magang di luar kampus. Maka menurutnya, dari sekian ribu mahasiswa FEB, tidak sepenuhnya belajar di ruang kelas. Meski demikian, ia tetap tidak bisa memastikan bahwa kebutuhan ruang kelas bagi mahasiswa FEB sudah terpenuhi.
“Saat ini masih didiskusikan terkait pemenuhan ketersediaan ruang kelas, dengan mempertimbangkan kelas bersama,” ujarnya.
Guna mengetahui proporsi ruangan yang ada di gedung baru, Tim Didaktika menemui Project Manager SFD UNJ, Ja’far Amiruddin pada Jumat (20/12). Ja’far membantah jika gedung baru SFD disebut minim ruang perkuliahan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa gedung baru SFD memang dibangun bukan untuk ruang kuliah semata. Namun, juga berisi oleh ruangan seperti laboratorium, ruang pengelolaan, hingga komunal area.
Ja’far pun menjabarkan dua kategori ruangan yang terdapat di gedung baru SFD. Pertama, yakni ruang pembelajaran umum yang menganut prinsip resources sharing, di mana ruang perkuliahan bisa dipakai oleh mahasiswa lintas fakultas. Kedua, yakni ruang pembelajaran khusus yang berisi laboratorium, tempat workshop, dan bengkel yang dispesifikasikan pada fakultas tertentu.
“Pola pembangunan dan pengembangan fasilitas perkuliahan itu sebisa mungkin kita gunakan bersama-sama. Tapi kalau memang kebutuhannya spesifik, itu akan kita fokuskan untuk spesifik dari bidang ilmu tersebut,” terang Ja’far
Berikutnya, Ja’far mengaku universitas masih berupaya untuk melakukan pemenuhan ketersediaan ruang kuliah. Ke depan menurut Direktur Sumber Daya dan Pengadaan Barang/Jasa UNJ itu, kampus akan melakukan banyak transformasi ruang kuliah yang ada di gedung lama seperti gedung L dan gedung M.
“Pembangunan itu sedang kita tata dan benahi, termasuk nanti ada pembangunan fase ketiga yang akan dibangun tower khusus untuk ruang perkuliahan,” tutupnya.
Reporter/penulis: Zidnan Nuuro
Editor: Andreas Handy