93 keluarga di Kampung Tongkol menghadapi ancaman penggusuran paksa oleh TNI AD. Musababnya, tumpang tindih klaim lahan antara berbagai pihak. Kini, warga cemas berharap relokasi.

Puluhan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) dari asrama Direktorat Peralatan Angkatan Darat, Bengkel Lapangan (Benglap) A034 01 berusaha menggusur paksa warga di Jalan Tongkol Dalam, Kelurahan Ancol, Jakarta Utara pada Senin (6/1). Sebanyak 93 KK dengan jumlah 320 orang terancam menjadi korbannya. 

Sekitar pukul 10.00 pagi, warga menghalangi ekskavator yang datang untuk merobohkan bangunan tepat di kolong Tol Ir. Wiyoto Wiyono atau Tol Pelabuhan tersebut. Sebagai informasi, tol ini merupakan terusan dari Jagorawi, menghubungkan Cawang dan Tanjung Priok. 

Negosiasi berjalan alot antara warga dengan aparat hingga pukul 12.00. Penggusuran pun tertunda. Satu jam berselang, para tentara kembali menggusur. Meskipun excavator ditarik mundur, para tentara berupaya merobohkan bangunan dengan menendang, memukul bangunan menggunakan palu, linggis, hingga balok kayu. 

Nahas, sebanyak empat rumah berhasil dirobohkan dengan siasat bahwa bangunan tersebut sudah kosong. Salah satu tentara berdalih, proses penggusuran sudah disosialisasikan jauh sebelumnya. Ia juga mengatakan, kesepakatan sudah terjadi antara pihaknya dengan warga. 

“Kan warga sudah menerima uang kompensasi, tertera juga tanggal 5 Januari 2025 harus pergi,” ujar salah satu oknum tentara di tengah cekcok dengan warga. 

Iklan

Namun, warga tetap menolak. Ditemani oleh tim Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Achmad Azran, mereka meminta perpanjangan waktu sampai mendapat kepastian tempat tinggal dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jakarta.

Negosiasi antara warga dan tentara berjalan alot. Pihak Benglap bersikukuh ingin tetap membongkar pemukiman. Musababnya, mereka menganggap soal tempat tinggal bukan urusannya. Mereka hanya ingin menggusur, tanpa ada alasan jelas untuk apa. 

Sekitar pukul 15.00, disepakati untuk menunda penggusuran selama enam hari ke depan atau 11 Januari 2025. Hal ini dimaksudkan agar memberi waktu bagi keterlibatan warga, Pemda Jakarta, dan tentara untuk menyusun kembali kesepakatan.

Warga tak membantah telah menerima uang kompensasi. Namun, mereka bersaksi tidak pernah ada sosialisasi maupun negosiasi dalam bentuk apapun sebelumnya. 

Ketua Paguyuban Kampung Tongkol Dalam, Siti Masrifah mengaku dipaksa menerima kompensasi. Sehari sebelumnya, tepatnya 26 Desember 2024, pihak Benglap memberi tahu warga harus mengambil uang sebesar Rp 10 juta untuk setiap KK keesokan harinya. 

Baca juga: Warga Dadap Bertahan di Bawah Bayang Proyek Strategis Nasional

Karena dirasa pemberitahuannya minim informasi, perempuan yang akrab disapa Imas itu sepakat bersama warga lain agar tidak mengambil uang tersebut. Ia juga mengaku, pada 27 Desember 2024, warga didatangi tentara dari Benglap satu persatu atau door-to-door

“Mereka (tentara) mengancam akan tetap menggusur walaupun uangnya tidak diambil, kami terpaksa mengambil Rp 10 juta,” terang Imas.

Warga pun mengantri di Benglap, menandatangani surat perjanjian di atas materai. Isinya menyebut warga mesti mengakui tanah milik Kodam Jaya dan bersedia menerima uang kompensasi yang tak disebut besarannya. 

Dalam perjanjian tersebut, tidak tertera tanggal kapan warga mesti pergi seperti disinggung para tentara. Warga mengaku, tenggat waktu hingga 5 Januari 2025 hanya diberitahukan secara lisan. Bahkan, sampai perpanjangan pengosongan hunian di tanggal 11 Januari 2025 masih disampaikan secara lisan oleh pihak Benglap. 

Iklan

Dokumentasi: Istmewa (Surat perjanjian Benglap dan warga)

Bagi Imas, Warga memang legawa untuk pergi. Sebab, warga mengakui tanah yang ada di bawah jalan Tol Pelabuhan itu bukan milik mereka. Namun, warga juga butuh waktu untuk pindah, kepastian tempat tinggal dan kompensasi layak.

“Kami bukan warga liar. Kami warga negara yang terdaftar. Ayam saja butuh dibuat kandangnya dulu sebelum diusir,” ujarnya.

Kejanggalan Status Lahan dan Proses Penggusuran

Salah satu warga, Gatot merasa janggal dengan proses penggusuran. Sebelumnya, pada 20 Mei 2024 beberapa orang dari PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat (PUPR) mendatangi warga. 

Sebagai informasi, perusahaan ini merupakan konsorsium yang didirikan pada 1987 oleh Jusuf Hamka dan Tutut Soeharto. 

Mereka mengukur luas setiap bangunan yang ada di Kampung Tongkol Dalam. Alasannya, pendataan lahan guna pembangunan Tol Harbour Road II. Sebuah proyek tol layang sepanjang 9,6 kilometer yang menghubungkan Ancol Timur dan Pluit. Jalan tol yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional pada Maret 2024 ini dibangun di atas Tol Pelabuhan. Pembangunannya telah dimulai pada 17 Agustus 2021. 

Gatot dan warga lainnya mendapat informasi, PT CMNP akan memberi kompensasi sesuai luas bangunan. Namun, mereka tak menyebut rinciannya.

“Per-meternya tak diberi tahu, hanya bilang akan ganti untung, bukan ganti rugi, mereka juga akan mengadakan rapat bersama warga,” kata Gatot saat ditemui tim Didaktika pada Minggu (29/12/2024).

Rapat yang dijanjikan tak kunjung diadakan. Sampai pada tanggal 7 Agustus 2024, puluhan tentara berniat membongkar bangunan yang ada di sisi terluar kolong tol. Waktu itu, Gatot dan warga menolak. Musababnya, pembongkaran tidak didahului musyawarah.

Pembongkaran tertunda. Para tentara mengancam akan mendatangkan pasukan lebih banyak lagi. Pada 8 Agustus 2024, ratusan tentara membongkar paksa. Gatot mengatakan beberapa warga mengalami luka-luka. Kompensasi sebanyak Rp 10 juta pun baru diberikan pasca pembongkaran.

Baca juga: PLTGU Hancurkan Ruang Hidup Nelayan Pesisir Cilamaya Wetan

Gatot merasa heran. Mengapa mesti dilakukan pengukuran, bila kompensasi yang diberikan sama jumlahnya. 

Laki-laki berumur setengah abad itu masih ingat betul proses pembangunan Tol Pelabuhan oleh pada 1992, Ia juga masih menyimpan salinan cetak birunya. Waktu itu, PT CMNP mulai membangun di atas pemukiman warga hingga 1996. 

Dokumentasi: Istimewa (Desain tata letak pembangunan Tol Pelabuhan 1992)

Garis putus-putus menandakan jalan Tol Pelabuhan yang dibangun PT CMNP. Di sana lah warga yang sudah sejak 1989 bermukim sampai sekarang.

Sejak saat itu, Gatot dan warga lain bingung. Kenapa sampai sekarang Benglap masih mengklaim tanah di bawah tol tersebut. Padahal, seharusnya lahan tersebut sudah dibebaskan oleh PT CMNP sejak pembangunan Tol Pelabuhan.

“Malah pihak PUPR dan CMNP pernah bilang, ini (penggusuran) urusan Benglap, loh bukannya ini tanah mereka? Lalu buat apa mereka ngukur?” tanyanya.

Sementara itu, Anggota DPD RI, Achmad Azran mengecam penggusuran sepihak oleh Benglap. Baginya, proses penggusuran tersebut tidak dilalui proses kemanusiaan. 

Ia menegaskan, pihak Benglap tidak bisa seenaknya menggusur tanpa ada kesepakatan antar warga dan Pemda. Dirinya akan berupaya untuk meminta pertanggungjawaban dari pemerintah, khususnya kelurahan Ancol dan wali kota Jakarta Utara.

“Sebelum ada solusi, apapun yang terjadi saya siap hadapi bersama warga,” tegasnya saat mengunjungi Kampung Tongkol Dalam, pada selasa (7/1).

Reporter/penulis: Ezra Hanif

Editor: Arrneto Byliss