Warga Kampung Bayam mengalami kesulitan mendapat akses listrik lantaran diputus oleh pihak Jakpro. Walau keterbatasan ekonomi, warga berembuk mencicil genset untuk akses listrik alternatif.

Ketua Kampung Bayam, Muhammad Furqon menjelaskan terkait pemutusan listrik di Kampung Susun Bayam (KSB) oleh pihak Jakarta Propertindo (Jakpro). Kata Furqon, sebelum tanggal 13 Maret 2023, saat warga bermukim di pelataran rumah susun, listrik masih menyala setiap hari. Sebelum bermukim di KSB juga, lanjutnya, warga kerap kali berkunjung dan melihat listrik tersuplai dengan baik. 

“Kami sebagai warga merasa kecewa. Dan menyerukan mosi tidak percaya kepada Jakpro dan  PJ Gubernur DKI,” pungkasnya.

Syahdan, lanjut Furqon, warga KSB mempertanyakan sikap Jakpro yang memutus listrik kepada warga KSB. Namun, warga KSB sampai sekarang tidak pernah mendapatkan jawaban atas hal tersebut. 

Baca juga: https://lpmdidaktika.com/anak-kampung-bayam-dalam-pusaran-represifitas-aparat/

Bendahara Kampung Susun Bayam, Hairiah mengatakan, sejak terputusnya aliran listrik, warga KSB terpaksa urun rembuk mencari solusi alternatif untuk mendapatkan akses listrik. Kata Hairiah, warga KSB sepakat untuk membeli genset sebagai solusi pengadaan listrik.

Iklan

Lebih lanjut, Hairiah menerangkan ihwal pembelian genset oleh warga KSB itu dibeli dengan sistem angsuran. Harga genset yang mahal membuat warga tidak mampu membelinya secara kontan.

“Harga genset sekisar Rp 7 juta dan kurang lebih baru setengah harga yang dibayarkan. Per Kartu Keluarga di tarif Rp 185 ribu, ada yang lunas dan ada yang belum” ucapnya.

Hairiah lanjut menjelaskan, setiap keluarga KSB per malam dimintai uang iuran sebesar Rp 7 ribu untuk membeli bahan bakar genset. Namun, karena warga sedang mengalami kesulitan ekonomi, iuran pembelian bensin genset disesuaikan dengan kondisi keuangan warga.

Hairiah kembali berkata, kondisi warga KSB yang kesulitan ekonomi akibat tidak ada kepastian kerja. Bukan hanya kesulitan membayar iuran, kata Hairiah, tetapi juga warga kesulitan untuk menafkahi keluarganya.

“Corak hidup warga yang dahulunya sebagai petani kota kini mulai beralih ke pekerjaan serabutan. Sebab, lahan bertani warga sudah sangat menyusut dan hanya tersisa sedikit untuk ditanami sayuran,” ungkapnya.  

Baca juga: https://lpmdidaktika.com/warga-kampung-bayam-menuntut-hak-atas-hunian/

Salah satu warga KSB, Martin Tanaos mengungkapkan ihwal dirinya kesulitan membayar cicilan genset dan iuran bensin. Ia menjelaskan, kesulitan ekonomi yang melanda dirinya disebabkan mata pencaharian utama sebagai petani kota telah hilang. Sehingga, membuat dirinya harus mencari mata pencaharian lain seperti menjadi kuli borongan ataupun kerja serabutan.

“Kalau gak ada kerjaan, kayak gini nganggur di rumah. Pas mau patungan, ga ada uang buat ngasih,” tutup Martin.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa warga pernah dijanjikan akan dipekerjakan sebagai karyawan pemeliharaan Jakarta International Stadium (JIS) oleh pihak Jakpro. Namun, kata Martin, hingga saat ini tawaran pekerjaan itu tidak pernah terealisasikan. Lanjutnya, hal demikian yang membuat warga menghadapi kesulitan ekonomi dan bekerja apa adanya.

“Dahulu akan dikasih lahan untuk petani kota atau menjadi karyawan perawatan JIS.Ya, sampe sekarang yang kerja-kerja cleaning service dan juga security atau tukang kebun atau apapun gak ada warga Kampung Bayam satupun gak ada gitu,” tutupnya.

Iklan

 

Penulis/reporter: Dwiki Bagas Koro

Editor: Lalu Adam