Berstatus PTN-BH, UNJ berupaya menyelaraskan kebijakan dengan Peta Jalan Pendidikan 2025-2045. Transformasi menuju industrialisasi menjadi fokus utama, meski suara perubahan ini masih redup di kalangan mahasiswa.

Perubahan besar sedang bergulir di dunia pendidikan tinggi, terlihat dari peluncuran Peta Jalan Pendidikan 2025-2024 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) pada (10/12). Peta jalan ini menjadi acuan terbaru tiap jenjang institusi pendidikan untuk meningkatkan berbagai aspek.

Lebih jauh lagi, lewat perumusan Peta Jalan Pendidikan yang baru, ditunjukkan guna memastikan pembangunan pendidikan terlaksana secara berkesinambungan. Khususnya dalam konteks perguruan tinggi, acuan Pemerataan Akses Pendidikan Tinggi Berkualitas dan Pengembangan Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika (STEAM) menjadi ujung tombak paling lancip guna menjadi senjata pembacaan sejumlah pemangku kepentingan terkait.

Adapun 5 pilar utama yang diusung mencakup: peningkatan partisipasi pendidikan tinggi berkualitas, penguatan infrastruktur perguruan tinggi, pengembangan pembelajaran berbasis STEAM, peningkatan kualitas sumber daya manusia pendidikan tinggi, serta penguatan kualitas tata kelola pendidikan tinggi.

Dalam rangka menyelaraskan langkah pemerintah, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) turut mengambil langkah dengan membuka sejumlah prodi baru. Penambahan prodi baru disusul dengan perubahan nama beberapa fakultas, diantaranya Fakultas Ilmu Sosial menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH), Fakultas Ilmu Keolahragaan menjadi Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan (FIKK), Fakultas Ekonomi menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dan Fakultas Pendidikan Psikologi menjadi Fakultas Psikologi (FP).

Melansir Kompas.com dengan berita bertajuk “4 Fakultas UNJ Ganti Nama Tahun 2024, Apa Saja?” Rektor UNJ, Komarudin menjelaskan motif perubahan nama fakultas. Komar menyebut, hal tersebut dilakukan untuk menjawab kebutuhan, perkembangan, dan kemajuan masyarakat. Selain itu, ia juga tidak menampik kedepannya akan ada penambahan program studi dan sekolah vokasi.

Iklan

Mirisnya, dibalik kemegahan rancangan dan perencanaan pembaharuan visi dan misi UNJ ke depan, justru terdengar sayup-sayup di kalangan mahasiswa. Beberapa dari mereka malah kurang mengetahui tetek bengek perubahan visi dan misi UNJ.

Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah 2024, Rasyid Raesuni Riadi, mengatakan jika ia tidak mengetahui motif dibalik berubahnya beberapa nama fakultas. Akrab dipanggil Ocid, ia merasa untuk saat ini hanya bisa menerka-nerka langkah UNJ ke depan.

“Terkaan saya, perubahan nama mungkin ditengarai UNJ yang sudah berubah menjadi Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH),” jelasnya (23/12)

Bagi Ocid, perubahan status dan perubahan nama fakultas tentu menuai pro dan kontra. Menurutnya, di satu sisi, penambahan prodi akan membuat jenama UNJ melambung baik. Tapi di sisi lain, UKT mahasiswa akan naik karena pembukaan prodi baru membutuhkan biaya infrastruktur besar.

“Dengan penambahan jumlah program studi, otomatis penerimaan mahasiswa meningkat. Ini menandakan kampus sedang membutuhkan dana yang sangat banyak,” tutur Ocid.

Senada dengan Ocid, mahasiswa Pendidikan Bisnis 2023, Galang Hikmal, berujar kurang mengetahui secara spesifik visi-misi perubahan nama fakultas. Ia merasa kebijakan tersebut juga menuai pro dan kontra. Galang memperkirakan, UNJ berusaha bersaing dengan kampus top lainnya karena semakin mendekatkan relevansi kemajuan industri lewat penambahan program studi baru.

Namun di sisi lain, ia menyayangkan hal tersebut. Katanya, UNJ terlalu memaksakan kehendak dengan terburu-buru merumuskan rancangan ini. Semisal dalam perkiraannya, Fakultas Ilmu Keolahragaan yang memuat disiplin akademik Kesehatan di dalamnya akan sangat rancu dengan pembelajaran.

“Untuk sekarang saya hanya mendengar isu adanya penambahan prodi di FEB, namun detailnya saya tidak tahu karena belum ada informasi valid,” ujarnya (19/12).

Baca juga: Resmi Menjadi PTN-BH UNJ Pontang-panting Kembangan Unit Bisnis

Kesinambungan dengan Industri

Iklan

Merespon dugaan langkah UNJ yang dinilai tergesa-gesa, Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Ifan Iskandar mengatakan jika perubahan nama fakultas ini tidak semerta-merta dilaksanakan secara cepat dan telah dipikirkan secara matang.

Ia juga berujar, bahwa langkah tersebut tidak hanya sebatas mengikuti Peta Jalan Pendidikan 2025-2045 semata. Namun, dilandasi oleh UNJ yang sudah memiliki otonomi penuh setelah berubah statusnya menjadi PTN-BH

“Tentu penambahan prodi baru kedepannya sudah dirancang berdasarkan studi akademik berbasis analisis Strenght, Weakness, Opportunity, and Threat (SWOT). Kami juga menyelaraskan dengan pembacaan kebutuhan pasar dan perkembangan teknologi serta industrialisasi,” tegasnya (12/12).

Namun, Ifa menyebut UNJ tidak akan terlalu banyak membuka pendidikan vokasi. Dalam sikapnya, Ifan memandang pendidikan vokasi akan membuat lulusan menjadi usang ketika dihadapkan dengan industri langsung. Sebabnya, kurikulum dan praktik industri tidak selaras secara temporal.

“Terdekat dan secepatnya, prodi Hukum di FISH akan segera dibuka. Kami sudah berdiskusi dan telah disetujui oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Semudah itu memang membuka prodi baru ketika otonominya sudah berbadan hukum. Selain itu, biayanya juga sudah dipikirkan,” jelas Ifan.

Bertalian dengan Ifan, Ketua Senat Akademik Universitas (SAU), Ahman Sya, berujar hasrat ingin dibentuknya Prodi Hukum di UNJ sudah ada 20 tahun lamanya. Namun bagi Ahman karena sekarang UNJ sudah menjadi PTN-BH, Prodi apa saja bisa dibentuk. Asalkan dapat laku secara segmentasi pasar.

Ahman memandang Prodi yang tidak laku di pasar sebaiknya ditutup saja. Sementara ini, lewat surat nomor B/5088/UN39.22/TP.01.06/2024, terdapat 4 Prodi yang ditutup yang masih berstatus pembinaan (16/10). Di antaranya adalah Bahasa Arab (D3), Pendidikan Calon Pendidik Akademi Komunitas (S1), Pendidikan Profesi Guru SD (Profesi), Pendidikan Profesi Guru SMK (Profesi).

Alasan utama dibalik penutupan 4 Prodi ini adalah sepi peminat di pangsa pasar, pertimbangan anggaran pada tenaga pendidik, sarana, dan prasarana juga menjadi perhatian. Lebih lanjut, ia tidak menampik bahwa prodi lain juga bisa menyusul hilang seperti empat prodi di atas. Hal ini diakibatkan oleh dinamika zaman yang semakin tidak menentu.

“Kami memang mengikuti Peta Jalan Pendidikan 2025-2045, namun dalam penafsirannya tetap mengacu studi kelayakan sektoral. Untuk saat ini, kami bisa dibilang belum panas, masih banyak rancangan pembukaan dan penutupan Prodi” pungkasnya (29/11).

 

Penulis/reporter: Arrneto Bayliss

Editor: Zahra Pramuningtyas