Maraknya penggunaan pinjaman online muncul sebagai solusi mahalnya uang kuliah. Tapi dibalik solusi tersebut, bunga yang tinggi menanti mahasiswa.

Tren kenaikan biaya kuliah di Indonesia dari tahun 1992 hingga 2020 mencapai 9.900 persen berbanding jauh dengan kenaikan pendapatan masyarakat hanya sebesar 266 persen. Perbandingan tersebut diolah oleh pengamat pendidikan, Joko Susilo dari Global Economic Data, Indicators, Charts, & Forecast tahun 2021. Dalam survei HSBC tahun 2018, Indonesia mendapat peringkat 13 sebagai negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia.

Tingginya biaya kuliah membuat pemberian pinjaman pendidikan bagi mahasiswa menjadi lumrah. Sekarang ini, kampus-kampus sudah bekerja sama dengan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau biasanya disebut lembaga pinjaman online. Salah satunya Institut Teknologi Bandung.

Berdirinya lembaga pinjaman pendidikan bermula dari perkataan Presiden Joko Widodo pada Maret tahun 2018 yang meminta pimpinan perbankan untuk membuat skema kredit pendidikan. Rilis Sekretariat Kabinet RI pada laman setkab.go.id menyatakan, Jokowi terkejut Amerika Serikat memiliki total pinjaman pendidikan sebanyak 1,3 triliun dollar amerika. Lebih besar dari pinjaman kartu kredit yang hanya 800 miliar dollar amerika. Oleh karena itu, ia keheranan mengapa di Indonesia tidak ada kredit pendidikan atau student loan.

Tak berselang lama Danacita lahir serta seiring berjalannya waktu menjadi lembaga pemberi pinjaman online (pinjol) pendidikan terbesar di Indonesia. Catatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Maret 2024 menunjukkan, 83 persen pinjaman pendidikan disalurkan oleh Danacita. 

KPPU juga menyoroti praktik pinjol pendidikan ini. Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, menyampaikan hasil kajian KPPU dalam siaran pers Nomor 22/KPPU-PR/III/2024, bahwa pelaku usaha seperti Danacita telah menetapkan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi. Besaran bunga ini relatif lebih tinggi ketimbang suku bunga perbankan, baik pinjaman produktif maupun konsumtif. 

Iklan

KPPU juga melakukan perbandingan suku bunga pinjaman pendidikan di berbagai negara dan menemukan bahwa, pinjaman pendidikan melalui pinjol di Indonesia jauh lebih tinggi. “Dengan menerapkan suku bunga yang tinggi, KPPU menduga bahwa pelaku usaha pinjol telah melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di pasar tersebut.”

Danacita sebagai perusahaan pinjaman pendidikan terbesar di Indonesia, tercatat di laman resminya telah melakukan kerja sama dengan 76 PTN dan PTS. Beberapa diantaranya, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Negeri Semarang (UNNES), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Tarumanegara, dan Universitas Paramadina. 

Sumber: promosi Danacita di ITB

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Ismail (bukan nama sebenarnya), menceritakan alasannya menggunakan Danacita. Ia berujar saat menginjak semester tiga kondisi finansial keluarganya memburuk akibat orang tuanya terlilit hutang cukup besar, sehingga Ismail harus membantu membayar utang tersebut.

Kondisi ini membuat Ismail kelimpungan saat harus membayar sisa tagihan uang kuliah sebesar Rp 4.812.500. Jika, tak mampu melunasi sisa angsuran itu ia akan otomatis dicutikan dari perkuliahan. Ismail sempat bertanya pada temannya, apakah kampus menyediakan mekanisme keringanan pembayaran. Namun karena sulit mengaksesnya ia memutuskan menggunakan Danacita.

“Mau tidak mau, karena gimana? Daripada saya tidak bisa melanjutkan semester saya,” terang Ismail.

Menurut pengakuan Ismail, mahasiswa Universitas Paramadina sudah tidak asing dengan pinjol pendidikan. Ia menunjukkan kepada Tim Didaktika aplikasi MyParmad di bagian keuangan terdapat kolom khusus yang terhubung langsung dengan pranala danacita.go.id.

Ismail mendemonstrasikan penggunaan Danacita dari awal pembuatan akun. Seperti pinjol pada umumnya ia diminta untuk memasukkan data pribadi, seperti nomor ponsel, alamat, NIK, NKK, serta tak lupa di akhir Ismail diminta berswafoto dengan KTP-nya. 

Sumber: tagihan pinjaman seorang mahasiswa di aplikasi MyParmad

Setelah semua selesai, Ismail harus mengisi nominal pengajuan pinjaman. Danacita menyediakan empat pilihan tenor pembayaran, yang harus dipilih. Jika sudah, terakhir akan muncul rancangan biaya pendidikan dari aplikasi berisi jumlah cicilan per bulan termasuk biaya bulanan sesuai pilihan tenor dan biaya persetujuan sebesar 3 persen.  

“Setelah diajukan pembayarannya, itu tinggal menunggu persetujuan tim Danacita itu. Setelah disetujui, proses pencairannya kurang lebih akan berlangsung sekitar 1-2 hari kerja dan itu masuk langsung ke rekening institusi pendidikan. Jadi saya tinggal mengkonfirmasi aja ke bagian keuangan bahwa saya sudah membayar melalui dana cita,” kata Ismail.

Lewat Danacita Ismail memang bisa melakukan pembayaran biaya kuliah, namun jumlahnya menjadi lebih besar. Tabel di atas merupakan skema yang harus dicicil mail perbulannya, jika mengajukan pinjaman di aplikasi tersebut. Selisih antara pembayaran langsung dengan pinjaman adalah sebesar Rp 490.000.

Iklan

Bunganya cuma berapa ratus ribu. Tapi sekarang untuk saya 200 ribu per bulan, untuk saya yang masih mahasiswa dengan kerjaannya enggak tetap jadi berat,’’ keluh Ismail. 

Pengguna Danacita lainnya adalah mahasiswi kelas karyawan Desain Komunikasi Visual, Universitas Paramadina, Tasya (bukan nama sebenarnya). Ia mengaku sudah berkenalan dengan aplikasi itu sejak lama di masa orientasi mahasiswa baru. Tasya mengajukan cicilan untuk menutupi biaya perkuliahan per bulan sebesar Rp 1.574.000. 

Tasya melanjutkan ia telah menggunakan Danacita sebanyak tiga kali. Pertama, saat November 2022  saat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Lalu, kedua dan ketiga di tahun 2023 karena gajinya belum turun. Ia juga mengatakan  beberapa teman kelasnya banyak yang mengajukan pinjaman lewat Danacita.

“Danacita sebenarnya bukan solusi yang tepat, karena hitungannya menambah tanggung jawab lain (bunga). Kalau sudah memiliki pekerjaan tetap mungkin aman, tapi kalau kelas reguler yang tidak bekerja? Kasian  juga,’’ kata Tasya. 

Baca juga: Uang Kuliah Tak Adil

Kehadiran Danacita sebagai pinjaman online untuk biaya pendidikan juga mengalami penolakan. Salah satunya terjadi di ITB pada tanggal 29 Januari 2024 dengan cara demonstrasi mengangkat isu 200 orang lebih yang tak mampu membayar UKT serta adanya pinjol Danacita. Gerakan penolakan ini turut memunculkan tagar #InstitutTapiBerpinjol, dan banyak menarik simpati publik secara nasional lewat pemberitaan media sosial. 

Mahasiswa ITB jurusan Fisika yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Ganesha, Revanka Mulya, menyatakan gerakan itu dimulai ketika ITB mulai merekomendasikan Danacita untuk membayar UKT. Ia turut dalam audiensi bersama Rektorat ITB dengan tuntutan memberikan solusi bagi mereka yang tidak membayar UKT agar tetap bisa melanjutkan perkuliahan serta penolakan penerapan Danacita di lingkungan kampusnya. 

Revas mengatakan dasar penolakan Danacita, sebab ITB sebelumnya menyediakan mekanisme angsuran kepada mahasiswa dalam melakukan pembayaran UKT. Cicilan ini sebelumnya bisa dibayarkan setelah lulus dan mendapat pekerjaan, yang artinya mahasiswa tetap bisa berkuliah terlebih dahulu tidak seperti sekarang.

“Seperti yang sudah-sudah. Kuliah dulu, kemudian lulus, mencari pekerjaan, setelahnya, pelan-pelan bayar. Yang aku tahu gitu dulu ya, kalau dengar-dengar dari alumni,’’tutur Revan.

Tuntutan Revan dan kawan-kawannya soal penolakan Danacita tak disetujui pihak Rektorat ITB. Alasan utama nya karena kedua belah pihak telah terikat kesepakatan. Namun, pihak universitas berjanji tak lagi merekomendasikan Danacita sebagai bantuan pembayaran UKT. Jika, ada mahasiswa yang mengakses Danacita pihak rektorat mengarahkan untuk menghubungi laman Direktorat Keuangan ITB.

Berbeda dengan ITB, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tidak merealisasikan MoU dengan Danacita. Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan, Sahiron, mengatakan kerja sama tak direalisasikan, sebab banyak penolakan dari mahasiswa.

“Memang pernah ada MoU dengan Danacita, tapi kami tidak merealisasikan kerjasama itu karena mahasiswa tidak setuju,’’ tegas Sahiron. 

Menggugat Pinjol Pendidikan 

Maraknya pinjaman online untuk biaya pendidikan seperti Danacita turut ditanggapi oleh Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis). Kajian Apatis berjudul Kuliah Mahal Malah Disuruh Pinjol? Gugat Aja!, menyatakan pemerintah telah melewati batas. alih-alih membantu mahasiswa yang kesulitan bayaran malah mengorbankan mereka dalam jeratan pinjol.

Apatis berencana melakukan gugatan hukum dari suburnya praktik pinjol di institusi pendidikan tinggi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Alasannya karena penerapan ini merupakan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad), serta bertentangan dengan UU Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012 pasal 76, “Pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan”.  

Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mengatakan dasar dari masalah pinjaman online karena 75 persen masyarakat kita masuk kriteria unbankable, yaitu tidak mampu mengakses bantuan pembiayaan bersifat formal atau kredit perbankan. Muaranya lembaga pinjol seperti Danacita melihat ini sebagai peluang bisnis, sebab secara administrasi lebih ringkas dan mudah. 

Nailul juga menegaskan pinjaman pendidikan tak memberi manfaat secara real time. Misalkan bulan ini kita pinjam, bulan depan kita harus mengangsur atau membayar cicilannya. ‘’Kalau kita berbicara mengenai pembayaran pendidikan, tentu mereka baru bisa mendapatkan hasil dari hutang itu setelah lulus nanti.’’

Baca juga: Malapetaka Ketidaksesuaian Penggolongan UKT

Dosen Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan turut mengatakan kehadiran Danacita dalam bentuk pinjaman online berangkat dari adanya peluang pasar lewat kenaikan biaya kuliah. Ia juga menggarisbawahi pinjaman mahasiswa dengan bunga seperti yang dipraktikan saat ini juga melanggar undang-undang. 

Pengamat pendidikan yang juga menjadi Dosen Universitas Negeri Semarang, Edi Subkhan mengatakan Danacita yang berbentuk pinjaman online ini memang menangkap peluang pasar, yaitu naiknya biaya kuliah. Pinjaman online yang memiliki bunga juga bagi Edi melanggar undang-undang.

Edi menambahkan kenaikan biaya kuliah dipicu oleh pengurangan subsidi pemerintah ke PTN BH dan PTN BLU. Hal ini membuat kampus menjadi tidak terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Fakta ini memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah memikirkan pendidikan tinggi untuk rakyat, dan akhirnya menyerahkan institusi itu pada mekanisme pasar. 

‘’Ketika pendidikan dianggap sebagai private goods, bukan lagi public goods, yang dikukuhkan oleh WTO bahwa pendidikan adalah usaha jasa di mana boleh ada niat mendirikan lembaga pendidikan dengan niat cari laba, maka bank dan lembaga keuangan lain bisa saja masuk ke dunia pendidikan negeri, asal dapat untung,’’ tutup Edi.

Reporter/Penulis: Ihsan Dwi Rahman

Editor: Mukhtar Abdullah