Tekanan finansial memicu tindakan tragis seperti bunuh diri atau membunuh orang lain. Tindakan ini membutuhkan perhatian sosial dan pemerintah untuk membentuk lingkungan yang aman.

Lesotho adalah negara dengan kasus bunuh diri tertinggi di dunia pada 2023. Sekitar 72 orang dari 100.000 orang yang meninggal akibat percobaan bunuh diri. Lesotho memiliki populasi sebanyak 2,1 juta jiwa, dan hampir setengah dari total populasinya terjebak dalam jurang kemiskinan.

Menurut World Health Organization (WHO), setiap detik terdapat satu orang melakukan aksi bunuh diri di seluruh dunia. Angka bunuh diri bahkan lebih parah dibanding jumlah orang yang terbunuh dalam perang. Tiap tahunnya, aksi bunuh diri berhasil merenggut nyawa lebih dari 800 ribu orang di seluruh dunia. Kasus bunuh diri pun menjadi sorotan serius di berbagai dunia, termasuk Indonesia.

Rabu (06/12/2023) di Jagakarsa, Jakarta Selatan ditemukan empat anak VA (6), S (4), Ar (3), dan As (1) tewas dibunuh ayahnya PD (40) di dalam kamar kontrakan. PD tega melakukan tindakan keji ini karena tidak mampu membayar kontrakan yang sudah menunggak berbulan-bulan. Pelaku sempat mencoba bunuh diri, beruntungnya ia masih dapat diselamatkan. Sebelumnya ia kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepadanya istrinya.

Sedangkan di Jawa Timur, Selasa (12/12/2013) guru SD berinisial WE (44) di Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Malang bunuh diri bersama istri  SU (40) dan anaknya RY (12). Hutang hingga puluhan juta menjadi pemicu WE dan keluarganya mengakhiri hidupnya. Menurut keterangan polisi WE berhutang secara perorangan bukan pada aplikasi pinjaman online (pinjol).

Di pulau Sumatera, seorang lelaki paruh baya berinisial F (58) bunuh diri dengan  melompat dari area parkir mobil lantai 5 Plaza Medan Fair di Jalan Gatot Subroto, Medan pada kamis (21/12/2023).  Menurut keterangan adik ipar F, korban diduga nekat melakukan tindakan ini lantaran frustasi karena banyak utang.

Iklan

Mengapa kasus-kasus tragis ini terjadi? Apakah faktor-faktor tertentu yang melibatkan persoalan keuangan?

Baca juga: https://lpmdidaktika.com/17-tahun-aksi-kamisan-menuntut-keadilan-dan-merawat-kesadaran-anak-muda/

Masalah Kemiskinan 

Masalah kemiskinan dapat dipahami dari gambaran tentang kekurangan akan materi, kebutuhan sosial, dan ketergantungan sosial. Kekurangan materi membuat mereka kurang memiliki akses yang memadai terhadap sumber daya ekonomi seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan.

Kekurangan materi berimplikasi dalam memenuhi kebutuhan sosial. Kebutuhan sosial meliputi kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang, penghargaan, dan identitas. Tidak dapatnya masyarakat miskin memenuhi kebutuhan tersebut, sering kali membuat mereka merasa tidak aman, tidak dicintai, tidak dihargai, dan tidak memiliki identitas yang jelas. Hal ini dapat menyebabkan mereka mengalami masalah psikologis dan sosial.

Ketidakmampuan masyarakat miskin membuat mereka mengalami ketergantungan sosial. Masyarakat miskin sering kali mengandalkan bantuan dari orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini menyebabkan mereka merasa rendah diri dan tidak memiliki kemandirian.

Kebijakan Lebih Condong ke Pengusaha

Melansir Kompas, Hendriyo Widi menuliskan bahwa dalam empat tahun terakhir, biaya hidup berumah tangga per bulan naik kisaran 1 juta hingga 1,5 juta.  Kenaikan biaya hidup ini menimbulkan dampak yang negatif bagi masyarakat, terutama bagi kelas pekerja. Kelas pekerja biasanya memiliki penghasilan yang terbatas, sehingga kenaikan biaya hidup ini dapat menyulitkan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Di negara-negara maju, pemerintahnya mengambil langkah-langkah untuk menekan biaya hidup masyarakatnya, dengan memberikan subsidi secara besar-besaran dan menaikkan upah minimum. Pemberian subsidi secara besar-besaran dapat membantu masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan pokok dengan harga yang lebih terjangkau. Sedangkan, kenaikan upah minimum dapat meningkatkan daya beli, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan lebih baik.

Di Indonesia, peningkatan upah terhambat oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Situasi ini mengindikasikan bahwa pemerintah cenderung lebih mengakomodasi kepentingan kelompok ekonomi yang dominan. Jadi, ini mencerminkan pemerintah seringkali membuat kebijakan yang lebih menguntungkan bagi kelompok-kelompok tertentu, dibandingkan dengan kebutuhan rakyat.

Iklan

Dalam teori konflik, hukum dan pemerintah lebih banyak berpihak pada kaum borjuis. Marx menjelaskan bagaimana borjuis menyempurnakan negara agar sesuai dengan kepentingannya. Kelompok yang memiliki kekayaan dan kekuasaan akan berusaha mempertahankan posisinya dengan mengeksploitasi kelompok yang kurang berdaya.

Dalam konteks persaingan global, Indonesia terlibat dalam perlombaan menekan upah buruh dengan membandingkan standar upah seperti India, Bangladesh, dan Sri Lanka. Meskipun ini dapat menguntungkan perusahaan, namun berpotensi merugikan pekerja.

Kondisi ini mencerminkan dinamika sosial dan ekonomi di mana pemerintah, terkait dengan kebijakan yang ada, cenderung terjebak oleh kepentingan ekonomi yang dominan. Pandangan Marx tentang konflik antar kelas menjadi relevan dalam situasi di Indonesia saat ini.

Kemiskinan yang ditandai kurangnya uang, berdampak pada kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan. Itu bisa bikin seseorang merasa tidak aman, tidak dihargai, dan tergantung pada bantuan orang lain. Kesenjangan ini dapat memicu rasa frustasi dan tekanan psikologis yang mendalam, seperti yang tampak pada kasus di Indonesia, di mana masalah hutang yang membebani menimbulkan tindakan tragis seperti bunuh diri atau membunuh orang lain. Situasi ini perlu perhatian bersama dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga sosial agar kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi semua orang.

Penulis: Muhammad Ridwan Tri Wibowo, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indoneisa 2022