Walaupun dilindungi UU Profesi Guru dan Dosen, status guru honorer masih terombang-ambing. Padahal penataan pegawai non-ASN sudah jatuh tempo di Desember 2024.
Profesi guru dilindungi secara hukum melalui Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005. Secara gamblang, jaminan terhadap kesejahteraan guru dan kepastian kerja termaktub dalam Bab Kedua tentang Hak dan Kewajiban Pasal 14. Isi pasal tersebut mengamanatkan pemerintah untuk memberikan hak guru berupa jaminan kesejahteraan sosial. Serta, perlindungan dalam melaksanakan tugas.
Meskipun dipayungi oleh sejumlah kebijakan, profesi guru masih dihantui oleh masalah yang dapat mengancam keberlangsungan sebagai tenaga pendidik. Sebab, berlakunya UU Aparatur Sipil Negara (ASN) No. 20 Tahun 2023 menyebabkan ketidakpastian kerja bagi profesi guru yang masih menyandang status honorer.
Dalam Pasal 66 disebutkan pemerintah harus melakukan penataan pegawai non-ASN dan mekanisme penerimaan guru hanya melalui satu jalur, yaitu seleksi ASN. Seleksi ini terdiri dari PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
Kendati demikian, masalah masih menghantui dalam tata pelaksanaan seleksi ASN. Melansir data Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), sebanyak 484.483 guru honorer masih terluntang-lantung akan nasibnya. Padahal, batas waktu penataan pegawai non-ASN akan jatuh tempo pada Desember 2024.
Guru honorer dari Sulawesi Selatan, Zaenal–bukan nama sebenarnya–mengaku cemas karena sampai saat ini dirinya belum diangkat menjadi ASN. Pria yang masih aktif mengajar pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah menengah itu merisaukan keberlanjutan karirnya. Selain itu, ia juga menginginkan taraf hidup yang lebih baik dari pengupahan layak.
Zaenal masih menunggu secercah harapan dari informasi detail pengangkatan guru honorer menjadi ASN sebelum jatuh tempo. Lanjutnya, ia menyayangkan pemerintah yang lalai terhadap janji pengangkatan satu juta guru honorer menjadi ASN P3K.
Zaenal berujar, guru honorer yang mengikuti seleksi ASN P3K semestinya bisa lolos dengan dibantu oleh Sertifikat Pendidik (Serdik). Sambungnya, akan tetapi untuk memperoleh Serdik itu tidak mudah.
“Serdik bisa mengatrol guru honorer dalam seleksi ASN P3K. Sebab, Serdik mempunyai bobot nilai sebesar 500 poin. Itu bisa diperoleh guru honorer dengan mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam jabatan. Walakin, regulasi administrasi yang berubah-ubah tiap tahun mempersulit guru honorer untuk mendapatkan Serdik.” ucapnya saat diwawancarai di acara Temu Pendidik Nusantara (TPN) XI di Pos Bloc, Jakarta Pusat (2/11).
Lanjutnya, semestinya PPG Dalam Jabatan (Daljab) tahun ini diperuntukkan untuk dirinya. Zaenal mengatakan, Terhitung Mulai Tanggal (TMT) miliknya sejak tahun 2020 dan sudah memenuhi syarat peserta PPG Daljab tahun ini. Akan tetapi, guru honorer yang mendapatkan panggilan PPG Daljab malah TMT pada tahun 2023.
“Regulasi TMT yang berubah-ubah menyebabkan saya tidak bisa mengikuti PPG daljab tahun ini,” katanya.
Baca juga: Hari Guru: Ilusi Perayaan Kesejahteraan Guru
Merugikan Guru
Senada dengan Zaenal, Koordinator Guru Honorer Muda (GHM), Andi Febriansyah angkat bicara perihal ini. Guru honorer yang melamar sebagai ASN P3K selalu dipersulit. Ia menerangkan semula persyaratan mengikuti seleksi ASN P3K hanya memerlukan Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Alhasil, persyaratan seleksi ASN P3K terbaru menjadi bertambah. Pelamar ASN P3K harus mempunyai TMT minimal tiga tahun dan diminta untuk memberikan Serdik.
Lanjutnya, Andi mengaku, Serdik tidak mudah untuk didapatkan oleh guru honorer. Karena sebelum memperoleh serdik, guru honorer perlu menempuh PPG Daljab terlebih dulu. Tambahnya, untuk mendapatkan panggilan PPG Daljab, itu membutuhkan waktu yang lama sekitar lima sampai sepuluh tahun.
“Sebaiknya guru honorer tidak dipersulit untuk memperoleh status ASN,” terangnya (3/11) saat dihubungi melalui telepon seluler.
Atas dasar itu, Andi membingungkan sikap pemerintah yang memerlukan guru untuk mengisi bangku kosong tenaga pengajar sekolah negeri. Sambungnya, ketidakseriusan itu juga dimiliki oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Ia mengingat kembali kasus cleansing guru honorer yang menimpa 149 orang. Berdasarkan data laporan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) (22/7), sebanyak 149 terkena imbasnya.
Setelah kasus itu viral, Pemda mengembalikan guru honorer cleansing untuk mengajar lagi di sekolah. Akan tetapi, 14 guru cleansing honorer bernasib malang, mereka tidak bisa melanjutkan karier profesi gurunya.
Lanjutnya, pada Oktober 2024, Pemda mengangkat guru honorer cleansing menjadi tenaga kontrak kerja individu (KKI). Pada Senin (21/10) surat tugas yang berisi penempatan mengajar guru KKI telah membuat syok mereka. Pasalnya, banyak guru KKI ditempatkan mengajar pada bidang mata pelajaran dan jenjang sekolah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan mereka.
“Kita (guru honorer cleansing) sudah mengikuti tahapan seleksi KKI secara tertib, tapi mengapa hasilnya begini,” katanya.
Kesinambungan Kekosongan Guru di Sekolah
Merespons permasalahan guru KKI, Plt. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta, Purwosusilo berujar, seleksi KKI yang dilakukan pada Oktober kemarin atas dasar pemanfaatan sisa anggaran yang ada. Sambungnya, seleksi KKI itu juga dibuka untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah negeri.
Meskipun demikian, Purwosusilo tidak menepis karena viralnya kasus cleansing guru honorer turut mendorong seleksi KKI pada Oktober kemarin dibuka kembali. Ia mengaku semestinya seleksi KKI hanya digelar setahun sekali.
“Penyelenggaraan seleksi KKI normalnya hanya sekali, yaitu di awal tahun. Akan tetapi, banyak keluhan dan macam-macamnya kemudian juga dari ada kebutuhan dari sekolah. Maka digelar kembali seleksi KKI pada Oktober,” kata Purwosusilo saat diwawancarai di kantornya, gedung Dinas Pendidikan dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta (7/11).
Lanjutnya, ia menjelaskan seleksi KKI di penghujung tahun itu menyebabkan penempatan guru KKI tidak sesuai bidang keahlian dan riwayat jenjang mengajarnya. Hal ini karena komposisi sisa anggaran setiap Suku Dinas (Sudin) berbeda-beda.
Tambahnya, guru KKI yang baru direkrut pada Oktober kemarin hanya bekerja hingga Desember 2024. Bulan Januari 2025 nanti, Disdik DKI Jakarta akan melakukan penataan guru pegawai non-ASN. Setelah itu, dipertimbangkan perlu tidaknya membuka seleksi guru KKI lagi.
“Terkait KKI itu kembali ke regulasi yang ada, UU No. 20 Tahun 2023, Dinas Pendidikan hanya melakukan perekrutan guru melalui mekanisme ASN, yaitu PNS dan P3K. Kalau itu sudah terpenuhi, ya nggak ada KKI,” ujarnya.
Masalah Besar
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, menilai tindakan Disdik DKI Jakarta tidak menepati janji penyelesaian masalah guru honorer cleansing. Menurutnya, dengan kebijakan KKI, guru honorer cleansing tetap terjamin legalitasnya dengan Dapodik. Sehingga, legalitas itu bisa melindungi mereka dari imbas UU ASN No. 20 Tahun 2023. Hal itu juga membuat mereka bisa mengikuti seleksi P3K dan diangkat menjadi ASN.
Sambungnya, ia menjelaskan guru honorer cleansing itu telah berjasa mengisi kekosongan tenaga pendidik di sekolah. Mereka mempunyai beban kerja dan kewajiban yang sama dengan guru ASN. Akhirnya, posisi mereka saat ini termarjinalkan jelang batas waktu penataan pegawai non-ASN.
“Ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan guru. Jadi, yang sebenarnya terjadi adalah negara berhutang kepada guru honorer, seharusnya mereka bayar, tapi nggak,” terangnya melalui pesan suara (21/11).
Tambahnya, sikap Plt. Kepala Disdik DKI Jakarta yang memutus hubungan KKI pada Desember 2024 merupakan bentuk ketidakjelasan pemerintahan kita dalam memandang persoalan pendidikan. Iman berujar, hal ini jika tidak segera ditanggulangi akan semakin membuat suram koridor tenaga pendidik Indonesia.
“Jadi inilah potret buram kebijakan pendidikan kita, baik di level nasional atau di level DKI Jakarta. Saya kira ini berita buruk di bulan Desember dan kita harus melakukan banyak pekerjaan rumah.” pungkasnya.
Penulis/ Reporter: Naufal Nawwaf
Editor: Arrneto Bayliss