Tren kotak kosong selalu berulang setiap tahunnya. Konteks permasalahannya tidak tunggal, namun sistem menjadi satu perkara utama di balik itu.

Kotak Kosong telah jadi tren tahunan Pemilihan Raya (Pemira) UNJ, tahun ini kotak kosong merambah pada Pemira Universitas. Tidak hanya itu, Pemira Fakultas dan prodi juga masih dihiasi oleh kotak kosong.

Tahun ini Pemira Fakultas diisi oleh 4 kotak kosong, yaitu FBS, FIS, FT, dan FIK. Serupa dengan Pemira Fakultas tahun 2021. Di tingkat prodi, dari 61 data yang telah dihimpun, 14 prodi tercatat mengajukan calon tunggal. Meskipun begitu jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 22 kotak kosong dari 61 prodi.

Terdapat tiga prodi dengan tren kotak kosong terbanyak, yaitu Sosiologi, Ilmu Komunikasi, dan Pendidikan Khusus. Sepanjang tahun 2020-2023 tiga prodi tersebut mengajukan calon tunggal. Ketua BEMP Sosiologi 2023/2024, Nathanael mengaku prodinya memang selalu mengajukan calon tunggal. Namun, pengajuan calon tunggal itu dilakukan karena ada kultur kekeluargaan yang sangat erat.

“Ini bisa saya pastikan karena pada periode lalu angkatan saya juga sudah melakukan forum. Di forum itu semua orang terlihat aktif untuk mendukung calon tunggal karena kepercayaan,” tutur Nathan pada Jumat (5/1/2024).

Iklan

Berbeda dengan prodi Sosiologi, mahasiswi prodi Pendidikan Khusus (PKh), Annisa menyatakan bahwa penyebab adanya kotak kosong adalah rendah minat berorganisasi. Rendahnya minat didasari pada beberapa hal, mahasiswa lebih memilih mengikuti program lain. Seperti program kampus mengajar, magang, atau freelance. Iming-iming pengalaman berorganisasi sudah tidak menarik lagi untuk mereka.

Selain itu, kakunya lembaga legislatif mengatur pertanggungjawaban proker dan non-proker juga dinilai memberatkan baginya. Lembaga Legislatif Mahasiswa prodi (LLMP) dirasa memiliki keterikatan yang kuat dengan BEM prodi, sehingga mahasiswa tidak dapat fleksibel untuk mengerjakan sesuatu di BEM.

Walaupun begitu, di masa pencalonan tahun 2022, Annisa mendengar bila nantinya ada dua orang yang akan mencalonkan. Namun ketika masa pendaftaran ketua ditutup, hanya ada satu calon ketua. Menurutnya, pencalonan akan memberatkan bila hanya dibebankan pada satu angkatan saja.

“Jika hanya dari satu angkatan yang mengajukan diri pasti akan cukup berat terlebih prodi PKh sendiri yang tidak stabil mahasiswanya yang diterima; tahun 2021 yaitu 101 orang, tahun 2022 yaitu 49 orang, tahun 2023 yaitu 90 orang,” ungkap Annisa pada Minggu (7/1/2024).

Metode pencalonan di masa IKIP Jakarta lebih relevan bagi Annisa, sebab tiga angkatan dapat mencalonkan diri pada Pemira prodi sampai Universitas. Sehingga pencalonan ketua bisa lebih mudah nantinya, karena tidak bergantung pada satu angkatan yang tidak tentu jumlah mahasiswanya.

Di tingkat fakultas, pencalonan Pemira pun tidak jauh berbeda dengan prodi PKh. Ketua BEM FBS 2023/2024, Khrisna Alzura Santoso mendengar ada tiga orang calon lain yang ingin mengajukan diri di panggung kontestasi politik FBS tahun 2022. Tapi pada penutupan pendaftaran ketua BEM FBS, hanya Khrisna yang mencalonkan diri. Alasannya pun beragam, Khrisna mendengar beberapa alasan seperti terkendala izin dari orang tua hingga ketidakmampuan calon untuk mendulang dukungan di FBS.

Di samping kendala tersebut, ia juga mengkritik Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Fakultas (PKM-F). Khrisna berujar PKM tidak lagi relevan dalam melatih kepemimpinan mahasiswa, utamanya bila proses kaderisasi dijadikan sebagai salah satu syarat pencalonan ketua. PKM dirasa menghalangi mahasiswa FBS yang berkompeten untuk mencalonkan diri.

Bagi Khrisna, lebih baik KPU FBS merubah sistem PKM-F sebagai syarat pendaftaran ketua BEM Fakultas. Baik PKM-F yang diadakan BEM FBS, maupun pelatihan serupa dari berbagai penyelenggara dapat diajukan sebagai legitimasi kemampuan calon.

“Agenda tersebut tidak harus dihilangkan, pelatihan itu bisa tetap dijadikan sebagai salah satu syarat, tapi jangan hanya pelatihan itu saja yang dijadikan patokan. Lebih baik syaratnya diganti dengan: telah mengikuti pelatihan fakultas atau yang setingkat,” terang Khrisna via telepon pada Sabtu (6/1/2024).

Hal ini disepakati pula oleh Calon Ketua BEM Universitas 2024/2025, Luthfi Ridzki Farkhian. Menurutnya, PKM-F dan PKM-U dapat menutup pintu pencalonan ketua BEM. 

Iklan

“Syarat PKM-F dan PKM-U yang menurut gua harus diubah dan dijadikan lebih relevan lah dengan kondisi sekarang ini. Apakah sertif pelatihan di luar itu tidak lebih relevan dengan yang ada di universitas?” tegas Luthfi pada Jumat (5/1/2024).

Seperti yang disebutkan sebelumnya, beratnya persyaratan dalam pencalonan ketua juga disebabkan oleh syarat 35 KRS. Persyaratan di Pemira universitas tersebut dirasa memberatkan bagi Luthfi dan Fachrizal. Sebab ia gagal mencalonkan diri karena kesulitan mengumpulkan KRS di salah satu fakultas.

Hal ini diungkapkan oleh Luthfi melalui pernyataan di akun pribadinya. Luthfi mengaku kesulitan sebab ada black campaign dari salah satu paslon. Hal ini dibuktikan dengan bukti tangkapan layar grup Whatsapp, salah satu pesan menyatakan narasi imbalan yang dibantah sendiri oleh Luthfi dan Fachrizal.

Ada pula narasi untuk menjaga juniornya, agar jangan sampai dimintai KRS oleh Luthfi-Fachrizal. Hal ini diperparah pula dengan bentuk intimidasi kepada salah satu timses Luthfi. Sedangkan KPU hanya memberikan sedikit waktu bagi calon yang gagal untuk untuk kembali mengumpulkan KRS. Hal ini berujung pada fenomena kotak kosong di tingkat universitas.

Merujuk pada hasil Pemira yang diunggah oleh KPU UNJ pada Selasa (9/1/2024), kotak kosong dinyatakan menang dalam Pemira Universitas. Tercatat 4.202 suara didapatkan oleh kotak kosong, dan 3.905 suara didapatkan oleh pasangan Tsabbit-Lingga.

“Jika fenomena kotak kosong di tingkat universitas, fakultas, atau prodi bisa menang, menurut gua ini akan jadi simbol kekecewaan yang cukup besar terhadap sistem (Pemira),” ujar Luthfi ketika diwawancarai melalui pesan daring.

Sampai berita ini dipublikasikan, Ketua KPU UNJ 2023, Ahmad Fauzan Adzim belum memberikan tanggapan atas riuhnya pembahasan kotak kosong di Pemira UNJ. Tim Didaktika telah berulang kali menghubungi via Whatsapp dan mencarinya di Sekretariat Majelis Tinggi Mahasiswa (MTM), namun tidak ada tanggapan sama sekali dari Fauzan.

Baca juga: Cawe-Cawe Dosen FMIPA di Pemira

Reporter/Penulis: Ragil Firdaus
Editor: Arrneto