Seorang dosen FMIPA secara aktif menjegal salah satu calon dalam kontestasi pemilihan ketua BEM fakultas. Nilai menjadi ancaman bagi pemilih calon tersebut.
Pemilihan Ketua BEM FMIPA tahun 2024 sempat dibuat geger dengan beredarnya arahan untuk tidak memilih satu calon yang disebarkan di prodi S1 Ilmu Komputer. Tidak tanggung-tanggung upaya black campaign tersebut dilakukan oleh salah seorang Dosen yang juga merupakan pembina salah satu opmawa di FMIPA.
Hal tersebut bermula pada tanggal 30 Desember 2023, sehari setelah dilaksanakannya roadshow calon ketua BEM FMIPA untuk prodi S1 Ilmu Komputer. Dosen E meminta rekaman zoom meeting dan grand desain yang dipaparkan oleh calon nomor urut 02.
Setelah itu, pada 1 Januari 2024, dosen E meminta untuk diadakan konsolidasi kepada perwakilan angkatan dari angkatan 2019 sampai 2023. Konsolidasi tersebut diadakan pada 3 Januari, dosen E memberikan arahan kepada mahasiswa empat angkatan tersebut untuk tidak memilih calon nomor urut 02 dalam pemilihan ketua BEM FMIPA. Dosen E berharap suaranya dialihkan untuk nomor urut 01 dan 03. Selain itu E juga menyampaikan ancaman dan tawaran katrol nilai untuk mahasiswa.
Adapun ancaman yang diberikan untuk angkatan 2019 dan 2020 berupa akan dihambat proses sidangnya. Sedangkan pada angkatan 2021 sampai 2023, dosen E mengancam tidak akan meluluskan mereka pada mata kuliah yang ia ampu.
Hal ini akan berbeda jika mahasiswa mengikuti arahannya. Dosen E menjamin akan mengamankan hingga meningkatkan nilai yang sudah ada bila mahasiswa setuju untuk tidak memilih 02 dalam pemilihan ketua BEM FMIPA.
Sementara untuk timses 02 yang berjumlah dua orang di prodi Ilmu Komputer dijanjikan kelulusan bila mundur dari timses. Mereka juga diminta untuk membuat public statement keluar dari tim pemenangan 02.
“Untuk 2 orang tersebut. Syarat wajibnya. Membuat public statement pengunduran diri dari Timses. Disampaikan langsung ke calon tersebut dan KPU FMIPA selambat-lambatnya besok jam 9. Jika dikehendaki,” tulis E di sebuah percakapan via Telegram pada 4 Januari 2024.
Dosen E juga menuduh dua orang timses 02 telah melanggar aturan KPU karena surat non aktif timses menyalahi prosedur. Hal demikian ditengarai sebab surat penonaktifan keluar tanggal 27 Desember 2023. Sementara timsesnya aktif itu dari tanggal 12 Desember 2023.
Selain melakukan ancaman nilai mata kuliah dan kelulusan. Dosen E juga memaksa calon ketua BEM Prodi dan Ketua LLM Prodi Ilmu Komputer untuk membuat video pernyataan tidak mendukung 02.
Dosen E menyebutkan pada 3 Januari, alasannya menolak nomor urut 02 adalah karena visi misi dan grand design yang disampaikan tidak sesuai dengan karakteristik ilmu komputer. Dosen E juga menyebut bahwa ia anti terhadap isu demografi 2045, kesetaraan gender, sustainable development goals dan anti kritik.
Menanggapi hal tersebut, calon ketua BEM FMIPA nomor urut 02, Bambang Rizky Ibrahim mengaku kecewa atas tindakan black campaign yang menimpa dirinya. Terlebih, terdapat timses Rizky yang juga merupakan mahasiswa prodi Ilmu Komputer mendapat ancaman tidak diluluskan pada mata kuliah jika tetap menjadi timses.
“Pastinya kecewa kenapa bisa terjadi upaya intervensi dan black campaign ini. Karena dosen yang bersangkutan tidak pernah melakukan klarifikasi atau upaya untuk berbicara tentang visi-misi saya yang menurut beliau tidak relevan dengan prodi Ilmu Komputer,” ujar Rizky.
Rizky juga membantah tuduhan terhadap timsesnya. Rizky menyatakan surat keterangan pemberhentian jabatan sudah keluar sejak tanggal 12 Desember, namun dosen E menganggap surat tersebut tidak sah pada tanggal 27 Desember dan menyebut segala bentuk kampanye yang dilakukan sejak tanggal 12 merupakan pelanggaran.
“Status mereka SAH dan telah terdaftar sebagai timses, dari peraturan PKPU pun tidak ada yang menyebut bahwa ketua BEM prodi tidak bisa menjadi timses,” ucap Rizky.
Rizky pun menyebut ancaman yang diberikan dosen E terhadap timsesnya benar terjadi. Saat timses Rizky melihat nilai mata kuliah yang keluar serempak pada 7 Januari kemarin, dua orang tersebut dinyatakan tidak lulus. Salah seorang timses laki-laki mendapat D, sementara timses yang perempuan memperoleh nilai E.
Melihat hal demikian Rizky merasa gusar, ia menganggap tidak seharusnya sesuatu yang non-akademik mencampuri hal akademik. Rizky pun akan melakukan audiensi dengan dosen, serta meminta transparansi nilai.
“Padahal mereka melakukan perkuliahan dengan baik dan benar selama ini, mengerjakan uas dan uts serta kehadiran pun aman, mungkin memang berkaitan dengan sentimen Pemira kemarin, harusnya keduanya bisa mendapat hasil yang sepadan dengan usahanya” ucap Rizky.
Meskipun tindakan dosen E tidak banyak mempengaruhi hasil pemilihan Ketua BEM FMIPA. Terbukti Rizky tetap meraih suara terbanyak walaupun kalah telak pada perolehan suara di prodi Ilmu Komputer. Rizky mengaku akan melanjutkan kasus upaya black campaign kepada pemimpin unit kerja.
“Karena kampus sudah menyediakan prosedur, jadi saya serahkan ke kampus saja untuk pelaporan dan mungkin sanksi untuk dosen terkait,” tandas Rizky.
Baca juga: Surat Suara Berbeda, KPU Irit Bicara
Dugaan Pelanggaran Kode Etik Dosen
Bila melihat pada PKPU UNJ maupun fakultas, peraturan tersebut tidak mengatur tentang pelanggaran yang dilakukan dosen. Namun jika menilik Peraturan Rektor UNJ Nomor 9 tahun 2019 tentang Kode Etik dan Etika Akademik, perbuatan dosen E berpotensi sebagai pelanggaran kode etik dosen. Apalagi melakukan ancaman terhadap nilai akademik yang di luar permasalahan akademik.
Pada pasal 5 tentang etika dosen dalam bidang pendidikan. Dalam huruf b disebutkan etika dosen dalam pendidikan adalah menghindari hal-hal yang mengarah pada kemungkinan terjadinya pertentangan kepentingan pribadi dalam proses pembelajaran.
Sementara pada pasal 12 tentang etika dosen terhadap mahasiswa, dosen E juga kemungkinan melakukan pelanggaran. Disebutkan pada pasal 12 huruf b, dosen harus bertindak adil dan tidak diskriminatif terhadap mahasiswa.
Peraturan inilah yang menjadi pegangan Rizky dalam menuntut dosen E. Ia berharap dosen yang bersangkutan dapat diberi sanksi administratif maupun akademik.
“Minta maaf dan penilaian ulang, tapi sanksi itu tetap diperlukan,” ujarnya.
Reporter/Penulis: Zahra
Editor: Izam