Kartu merah untuk demokrasi di dalam industri media Indonesia. Setelah PT Kompas Media Nusantara, kini CNN juga melakukan pemberangusan serikat pekerja.

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi momok paling menakutkan untuk buruh. Belum lagi, PHK dilakukan secara sepihak oleh perusahaan ke pekerja tanpa alasan yang jelas. PHK sepihak ini menjadi persoalan pelik rantai kehidupan, di mana upah sebagai penyambung subsistensi pekerja terputus. 

Pada tahun 2024, PHK masih marak. Melansir Satudata Kemnaker, dari Januari hingga Agustus 2024, PHK terjadi di berbagai sektor industri dan berbagai wilayah Indonesia. Secara berurutan, PHK yang terjadi menunjukan adanya kenaikan, diantaranya Januari 3.332, Februari 7.694, dan Maret 12.395, April 18.829, Mei 27.222, Juni 32.064, Juli 42.863, dan terakhir per Agustus sebanyak 45.969 orang pekerja.

Bertalian dengan naiknya grafik data, kasus PHK kian bertambah sebab ulah industri media CNN ke pekerjanya. Secara kronologis, sebelumnya di bulan Mei 2024, pihak manajemen telah mengumumkan gaji pekerja CNN akan dipotong. Namun, pengumuman ini ditujukan dengan penuh kontroversi. Sebabnya, pemotongan secara rinci tidak dijelaskan.

Salah satu pendiri Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI), Taufiqurrohman, mengatakan pengumuman pemotongan gaji pekerja tidak dilandasi dokumen yang jelas, hanya sebatas verbal. Barulah di Juni 2024, sudah terdapat dokumen resmi mengenai pemotongan upah sebesar 30 persen kepada pekerja. 

“Setelah pemotongan upah diberlakukan, kami menyebarkan kuesioner. Hasilnya sebanyak 201 karyawan menyatakan tidak setuju dengan pemotongan ini. Kami meminta pihak manajemen untuk berdiskusi, tetapi tidak ada respon,” tuturnya (03/09).

Iklan

Taufiqurrohman menegaskan pasca kejadian itu, ia bersama 14 pekerja lainnya langsung membentuk SPCI. Dalam pandangannya, serikat ini ditujukan untuk mewadahi pekerja CNN yang mengalami ketertindasan akibat kebijakan pemotongan gaji 30 persen. 

Sebagai informasi, SPCI resmi tercatat di Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Kota Administrasi Jakarta Selatan dengan surat nomor e-0224/KT.03.01. SCPI secara sah tercatat pada 27 Agustus 2024 dengan nomor 949/SP/JS/VIII/2024.

“Banyak guncangan yang terjadi ketika mendirikan serikat ini. Pihak manajemen CNN pernah melakukan politik adu domba dengan memaksa beberapa karyawan untuk pro terhadap kebijakan. Untuk saat ini, kami berfokus untuk menuntut kejadian pemotongan upah dan pemecatan pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnaker),” pungkasnya.

 

Tidak Hanya Kali Ini

Kasus PHK sepihak dan pemberangusan serikat pekerja media atau union busting tidak hanya terjadi baru-baru ini. Melainkan, pada tahun 2007, union busting juga pernah terjadi di media Kompas. Kasus ini juga menjadi bagian dari lorong gelap industri media di Indonesia.

Melansir buku Menggugat Amanat Hati Nurani Rakyat (2007), dikisahkan seorang wartawan Kompas Desk Humaniora, P. Bambang Wisudo di PHK sepihak. Pada mulanya, Bambang mendirikan Perkumpulan Karyawan Kompas (PKK) di tahun 18 Desember 1998. 

Dalam lika-liku perjalanan kelahiran PKK tidak berjalan mulus. Pihak PT. Kompas Media Nusantara tidak menyetujui adanya pembentukan serikat di dalam perusahaan. Hal ini dibuktikan lewat pemanggilan Wisudo ke Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM). Berselang 3 tahun kemudian, PKK secara resmi terdaftar di Kantor Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Pusat.

Fokus utama PKK adalah memperjuangkan kesejahteraan karyawan PT. Kompas Media Nusantara. PKK terlibat dalam pengawalan kenaikan upah progresif pada tahun 2001. Kenaikan upah ini disasar dari 10 menjadi 30 persen mengingat kondisi keuangan Kompas berada dalam kondisi prima. Di sini, beberapa anggota PKK dilucuti hak bekerja sebagai wartawan oleh perusahaan selama setahun. 

Tidak berhenti sampai disitu PKK juga menuntut pembagian merata saham perusahaan dari tahun 2002-2006. Dasar tuntutan ini diruncingkan oleh kesesuaian Peraturan Menteri Penerangan RI No. 1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Kemudian, tuntutan ini didasari oleh Anggaran Dasar perusahaan Kompas. Namun sayangnya sehabis peristiwa ini, Wisudo harus dipindahkan tugas ke Ambon secara mendadak pada 1 Desember 2006. Padahal kepengurusan Wisudo baru berakhir di tanggal 28 Februari 2007.

Iklan

Alih-alih mengikuti arus, pada 8 Desember 2006, Wisudo tetap bertahan pada pendiriannya di tengah konflik yang terjadi. Ia malah lebih konfrontatif dengan menyebarkan selebaran yang mengolok-olok perusahaan Kompas karena peristiwa itu. Sial, ia malah ditindak lebih keras.

Wisudo ditangkap oleh satpam penjaga menara PT. Kompas Media Nusantara. Badannya dijatuhkan, kemudian dibawa secara paksa oleh beberapa satpam menuju ke ruangan keamanan. Di sana, ia disekap selama kurang lebih dua jam. 

Sampai pada akhirnya dibawa menuju ke lantai 3 menara Kompas dan mengetahui perbuatan ini ditunggangi oleh kehendak Pimpinan Redaksi Harian Umum Kompas kala itu. Konflik ini diakhiri dengan meruncingnya gugatan oleh Wisudo ke PT. Kompas Media Nusantara dengan besaran 500 miliar rupiah. Besarnya biaya ini nantinya dibagikan pada seluruh karyawan kompas secara merata.

Baca juga: Tali Simpul Kerentanan Pekerja Informal: Sebuah Catatan dari Kapitalisme Pinggiran

Serikat Buruh untuk Merawat Demokrasi

Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Bivitri Susanti, menanggapi permasalahan ini. Baginya, sudah menjadi kewajaran jika di dalam industri terbentuk serikat. Hal itu dikarenakan sudah diatur ke dalam konstitusi UUD 195 pasal 28 ayat E. 

Kemudian, berserikat juga sudah diatur ke konstitusi dan Konvensi-Konvensi International Labour Organization (ILO) dan Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Oleh karena itu katanya, pembentukan serikat tidak boleh dihalang-halangi karena merenggut kebebasan berdemokrasi warga negara. 

“Saya yakin berdasarkan fenomena ini, indeks demokrasi kita akan menurun. Industri media tidak mungkin independen karena semuanya menggunakan tolak ukur pasar,” tuturnya (3/9).

Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Unang Sunarno, turut prihatin dengan fenomena PHK sepihak ini. Ia menilai upaya terbentuknya SPCI adalah angin segar. Hal itu dikarenakan SPCI adalah simbol di mana logika pekerja kantoran dan pabrik sudah tidak berlaku. Bagi Sunarno, seluruh pekerja adalah buruh.

Sunarno berpesan jika pembentukan serikat media seharusnya tidak hanya berhenti di SPCI. Ia menekankan dibutuhkan pembangunan serikat pekerja di masing-masing media. Hal ini menurut Sunarno perlu dilakukan dengan pengorganisiran yang lebih masif.

“Akan menjadi mimpi buruk jika tidak dibentuk serikat. Kebijakan yang merugikan di dalam perusahaan dipastikan bakal datang, tetapi kita tidak tahu. Buruh harus bersatu untuk melawan penindasan yang ada,” pungkasnya. (3/9).

 

Penulis/ Reporter: Arrneto Bayliss

Editor: Zahra Pramuningtyas