Meski terbilang baru, akun Instagram @kerajaan_unj ramai dikalangan mahasiswa UNJ. Modal kritik terhadap Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) melalui postingannya, mampu memikat banyak mahasiswa. Dalam satu minggu saja, akun yang berisi meme tersebut sudah diikuti oleh ratusan akun lain instagram.

Akun tersebut digagas oleh Asael Charis dan Maria Fatimah, Mahasiswa Sastra Inggris 2016. Menurut Asael, penggunaan nama kerajaan merupakan simbol antitesis dari demokrasi yang saat ini kurang berjalan baik. Hal itu tergambar dengan belum adanya diskursus di kampus. Sehingga, akun tersebut ia gunakan sebagai pembuka bagi diskursus itu. “Jangan sampai ada status quo di kampus,” ucapnya.

Sementara, alasan digunakanya media kritik dengan meme atau yang ia sebut sebagai shitposting, merupakan hasil pembacaanya terhadap pola masyarakat saat ini. Menurutnya, orang akan lebih tertarik dengan kemasan yang lebih ringan, ketimbang tulisan yang panjang. “Harapannya, setelah tahu apa masalahnya, baru kemudian baca tulisan seperti berita atau essay,” ungkapnya.

Salah satunya, Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2016, Budi Firdaus, melihat akun @kerajaan_unj sebagai satir terhadap BEM UNJ. “Dari kata kerajaannya satir banget buat BEM UNJ. Demokrasinya monarki,” ungkapnya.

Insanul Karimatmojo, Mahasiswa Manajemen Pendidikan 2018, setuju jika akun @kerajaan_unj sebagai penghibur yang bermanfaat. “Akun @kerajaan_unj ingin memberi tahu ada kekurangan dari kinerja BEM,” ucapnya.

Kritik terhadap BEM, menurut Asael, merupakan bentuk keresahannya atas BEM. Ia beranggapan, bahwa BEM sering memekikan hidup mahasiswa, mengatasnamakan mahasiswa tapi tanpa tahu mahasiswa mana yang dituju. “Bayangin, dari sekian banyaknya mahasiswa, dia bawa keresahan mahasiswa yang mana?”

Iklan

Baginya, BEM yang tidak jelas arah gerakanya berawal dari aksi 20 Oktober 2016. Aksi tersebut, dilakukan aliansi BEM Seluruh Indonesia dan BEM UNJ termasuk dalam aliansi tersebut. Aksi itu menjadi kontroversial lantaran teatrikal potong ayamnya. “BEM UNJ sering melakukan hal tidak penting, seperti aksi itu,” ungkapnya.

Ketua BEM UNJ Muhammad Abdul Basit, mengaku sempat terkejut, ketika tiba-tiba ramai BEM diperbincangkan mahasiswa, menyusul baru terpilihnya ia sebagai ketua BEM.

Ia mengaku tidak bermasalah dengan akun tersebut. Menurutnya, BEM perlu mendapatkan kritik, dan ia menerima segala bentuk kritik. “Saya terima kritik. Itu memang penting. Terutama untuk demokrasi,” ucapnya ketika ditemui reporter Didaktika.

Disisi lain, ia menayangkan bahwa kritik-kritik dari akun @kerajaan_unj yang tidak tahu menyasar BEM yang mana. Sebab, menurutnya, BEM itu ada di fakultas dan di program studi (prodi). Ia pun menyarankan kalau memang BEM bermasalah sebaiknya datang saja ke BEM. “Kalau ada unek-unek bisa datang ke BEM kasih masukan. Saya juga ingin kenal orangnya,” ucapnya.

Menegasikan BEM yang kerap meminta kritik melalui dialog langsung, Mahasiswa Teknik Elektro, Rizal Syam, menilai bahwa tidak perlu melulu untuk kritik datang terlebih dahulu ke BEM. Ia memberikan gambaran pentingnya shitposting seperti yang dilakukan kerajaan_unj. Melihat kini masyarakat masyarakat yang sudah terintegrasi dengan internet.

Menurut mahasiswa angkatan 2014 ini, shitposting serta segala macam kritik melalui media merupakan bentuk penyadaran terhadap masyarakat. Artinya, keresahan atau kritik di media yang yang direspon dengan baik oleh masyarakat, maka itulah kesadaran yang ditimbulkan dari media.

“Itu (@kerajaan_unj –red) mirip seperti yang dibahas koran TEMPO edisi kemarin kalau tidak salah. Itu membahas akun shitposting @nurhadi_aldo mampu memberikan penyadaran pada masyarakat,” terangnya.

Syam menambahkan, pembahasan itu pun tertuang dalam buku Kuasa Media Di Indonesia: Kaum Oligarki, Warga, Dan Revolusi Digital. Bahwa media merupakan salah satu yang paling ditakuti oleh penguasa atau golongan yang memegang kuasa di pemerintahan. Menurutnya, BEM merupakan representasi dari pemerintahan. Maka kritik melalui media menjadi penting untuk penyeimbang.

Postingan Kontroversial

Dari sekian banyak kritik yang dilontarkan akun @kerajaan_unj, salah satu yang cukup ramai ditanggapi adalah postinganya tentang BEM yang terafiliasi dengan partai politik. Banyak yang mengomentari postingan terebut baik komentar pro maupun kontra.

Iklan

Saat ditanya mengenai postingan tersbut, Asael berasumsi, keterlibatan itu terlihat dari pola pengaderan melalui tarbiyah. Tarbiyah merupakan cara sama yang digunakan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Selain itu, ia pernah membaca tulisan tentang drop out Ronny Setiawan, mantan ketua BEM UNJ yang drop out-nya berhasil digagalkan berkat mediasi oleh salah satu orang dari partai PKS.

Terkait tarbiyah yang mirip dengan cara pengkaderan PKS, menurut Fajar Subhi, salah satu anggota BEM UNJ, merupakan kesamaan istilah saja. “Tarbiyah itu apa? Secara bahasa itu artinya pendidikan,” ucapnya.

Abdul Basit mengatakan, hubungan BEM dengan PKS yang selama ini kerap dituduhkan orang-orang, belum ada bukti pastinya.

“Saya ikut dari masih jadi BEM Prodi, dengarnya sih katanya BEM UNJ mengarah ke partai itu. Tapi kalau BEM dekat dengan PKS karena tarbiyah menurut saya sih engga,” terangnya.

Postingan @kerajaan_unj terhadap BEM pun, tambah Abdul Basit, tidak spesifik yang mana. Karena BEM ada yang program studi dan fakultas. “Khawatirnya fitnah,” ucapnya.

Sebenarnya, baik BEM Prodi, maupun BEM UNJ bisa dibilang satu komando. Ketika perekrutan BEM, melalui pelatihan kepemimpinan mahasiswa, mulai dari program studi hingga fakultas, menggunakan materi dari BEM UNJ. Hal itu dibenarkan oleh Farhan Nugraha, Ketua BEM Prodi Pendidikan Sejarah 2018-2019.

“Iya silabus pelatihan kepemimpinan mahasiswa prodi dari Divisi Dalam Negeri BEM UNJ. Semacam lokakarya kalo ga salah istilahnya,” ucapnya.

Asael pun melanjutkan komentarnya tentang BEM. Menurutnya, postingan BEM UNJ tentang sikap mereka terhadap Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) melalui InstaStory-nya, menjadi bukti bahwa BEM UNJ kurang komperhensif dalam memahami data rancangan RUU P-KS tersebut.

Meskipun BEM UNJ menampik kalau itu sikap organisasi, melainkan miskomunikasi dari Divisi Komunikasi dan Informasi (Kominfo).

Hal itu dianggap aneh oleh Noval Auliady, Mahasiswa Sosiologi 2016. “Mereka itu kebakaran jenggot aja, waktu di tanya tirto.id. Jawabanya pun tidak rasional,” ucapnya.

Mahasiswa yang aktif dalam organisasi Study and Peace (SPACE) UNJ ini menambahkan, terlalu populis kalau sekedar mau melihat berapa banyak jumlah yang setuju atau tidak RUU P-KS tersebut. “Lebih baik kaji secara ilmiah saja kan masih mahasiswa,” ungkapnya.

Kendati mendapati respon yang relatif baik dari mahasiswa, Akun @kerajaan_unj nonaktif sekitar jam 06.30 WIB, Minggu (17/2). Dalam postingan terakhirnya, akun @kerajaan_unj menuliskan bahwa ia akan kembali aktif setelah masalah dengan Unit Kesenian Mahasiswa (UKM) selesai.

Hal itu, lantaran postinganya tentang curhatan seorang mahasiswa yang mengaku mendapatkan kekerasan fisik dari seniornya. Ketika klarifikasi dengan UKM, Asael mengaku tidak punya bukti fisik, sehingga terdapat celah untuk diancam dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Karena saya sendiri, terus tidak ada mediatornya, akhirnya saya minta maaf,” ucapnya.

Asael mengungkapkan bahwa ia sedang mengusahakan dibuatnya akun serupa. “Sekarang (@kerajaan_unj) tinggal di pikiran orang-orang. Mungkin nanti dibuat dengan bungkus lain,” ungkapnya.

Mendapatkan ancaman, bukan pertama kali dirasakannya. Ia menceritakan, pengalamannya ketika teman-temannya menanyakan admin dari akunnya. “Admin @kerajaan_unj siapa? Senior-senior (BEM Prodi –red) nyariin,” kisahnya.

Penulis: Muhamad Muhtar

Reporter: Uly Mega Septiani

Editor: Faisal Bahri