Senin (17/12), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Didaktika mengadakan acara Latihan Dasar Pers Mahasiswa (LDPM) yang ke-30. Tema yang diangkat ialah “Eksistensi Pers Mahasiswa dalam Era Digital”.  Acara ini dilaksanakan pada 17 hingga 19 Desember 2018.

Di hari pertama, sesi kedua membahas tentang elemen-elemen jurnalisme. Materi ini dibawakan oleh Imam Shofwan dari Yayasan Pantau. Pada pembahasan materi elemen jurnalisme, Imam mengacu pada buku The Elements of Journalism dan Blur karya Bill Kovach dan Tom Rosentiel.

Imam memaparkan sepuluh elemen jurnalisme menurut Bill Kovach dan Tom Rosentiel, yaitu :

  1. Tugas utama praktisi jurnalisme adalah memberitakan kebenaran
  2. Loyalitas utama wartawan pada masyarakat
  3. Esensi jurnalisme adalah verifikasi
  4. Wartawan harus independen
  5. Jurnalisme harus memantau kekuasaan
  6. Jurnalisme sebagai forum public
  7. Jurnalisme harus memikat dan relevan
  8. Berita harus proporsional dan komprehensif
  9. Mendengarkan hati nurani
  10. Hak dan kewajiban terhadap berita

Di era banjir informasi, Imam menyatakan, media seharusnya berpihak kepada masyarakat. Masyarakat yang dibela ialah masyarakat yang terpinggirkan dan tidak bisa menyuarakan aspirasinya. Namun, kenyataannya masih banyak media cenderung menghamba kepada kepentingan pemilik media.

Ia juga menyampaikan, kebanyakan pemilik media merupakan kalangan konglomerat yang merambah ke dunia politik. Hal tersebut berpengaruh terhadap konten media. “Akhirnya masyarakat minoritas tidak diberikan ruang untuk menyuarakan aspirasinya,” ujar Imam.

Imam mencontohkan, ketika seluruh masyarakat Indonesia sibuk dengan pemilu. Jarang sekali media yang menyoroti dan menyuarakan aspirasi minoritas. Misalnya, mengenai kasus Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT). Media kebanyakan malah menyebarkan teror LGBT, seperti mengatakan LGBT adalah penyakit mental dan  menyimpang menurut norma agama.

Iklan

Padahal menurut Imam, media semestinya berpijak kepada kebenaran fungsional, yaitu suatu kebenaran yang didasarkan pada hasil temuan di lapangan saat itu, yang dapat dikembangkan, ditambahkan dan direvisi–Jika di berikutnya wartawan menemukan temuan baru di lapangan. “Bukan kepada kebenaran agama, atau kebenaran filsafat,” jelasnya.

Media yang ada cenderung satu arah. Forum dan diskusi publik tidak tercipta. Padahal, menurut Imam, dari diskusi publik itu, harapannya seluruh lapisan masyarakat dapat mengetahui dan mengambil peran terhadap permasalahan yang ada. Kaum minoritas juga dapat memiliki ruang yang sama dengan masyarakat lainnya. “Maka akan tercipta masyarakat yang demokratis,” ujarnya.

Di akhir materi Imam mengatakan, kasus LGBT malah dijadikan alat untuk memperoleh dukungan massa oleh politisi. Media sudah tidak mengadvokasi suara minoritas yang diredam. “Media malah semakin mendiskriminasi mereka,” ujar ketua Yayasan Pantau ini./Uly Mega S.

 

Editor: Annisa Nurul H.S.