Menulis merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh wartawan. Namun terkadang mereka melupakan hal-hal yang mendasar.
Salah satunya, kelengkapan kalimat terdiri dari Subjek, Predikat, Objek, dan Keterangan(SPOK). Jika seorang wartawan tidak memiliki kecakapan menulis kalimat, maka fatal akibatnya. Sebab wartawan bertanggung jawab atas fakta yang dia tulis dalam berita terutama editor.
Kalimat yang benar adalah kalimat yang jelas, tidak menyimpang dari kaidah bahasa indonesia, dan logis. Contoh dari kalimat yang salah adalah “mereka mengantar iring-iringan jenazah”. Kalimat tersebut mempunyai makna ambigu dan tidak jelas,namun sering dijumpai di media massa. “Dalam kalimat tersebut sebenarnya yang beririnngan jenazahnya atau merekanya?,” tanya Zen.
Menurut Zen Rachmat Sugito, pemateri teknik menulis, kalimat ambigu seperti di atas itu salah satunya disebabkan oleh kondisi masyarakat Indonesia yang lebih menyukai kalimat lisan ketimbang kalimat tulisan. Sehingga, sulit membedakan mana kalimat lisan dan kalimat tulisan. Ketika kalimat lisan dijadikan kalimat tulis akan menyebabkan keambiguan. Sebab, kalimat lisan bisa di konfirmasi hari itu juga tetapi tulisan dalam berita mesti tuntas dan jelas.
Selain kalimat yang benar, prinsip dasar menulis dalam jurnalisme yaitu kelengkapan kalimat dan melaporkan kejadian selengkap-lengkapnya. Laporan dikatakan lengkap apabila menuntaskan What, When, Where, Who, Why, dan How(5W+1H). 5W+1H adalah cara berpikir dalam jurnalisme. “Saya lebih baik membaca tulisan yang tidak runut tapi lengkap informasinya ketimbang kalimat yang runut namun ga jelas,” ujar Zen.
Menurut Zen dalam irisan 5W+1H memiliki level kelengkapan yang berbeda-beda bergantung pada kebutuhan berita. Namun alangkah lebih baik apabila berita memiliki informasi kejadian selengkap-lengkapnya. “Wartawan-wartawan yang tidak melaporkan kejadian dengan lengkap maka pembaca perlu mempertanyakan kebenaran berita tersebut,” kata Zen.
Dalam teknik menulis, Zen menambahkan tidak semua kutipan bisa di tulis dalam berita meskipun di sisi lain wartawan harus mewawancarai sebanyak-banykanya narasumber. Sebab wartawan mesti memilih pernyataan yang dianggap benar karena wartawan bukan penampung kutipan. Kutipan yang kita pakai mesti diuji dengan pernyataan-pernyataan narasumber lain. Agar berita yang disusun bersifat koheren dan sesuai dengan lingkran kosentris berita. “Sortir mana kutipan yang reliable dan relevan, juga mana yang kesaksiannya bisa dipercaya,” ujar zen.
Menyajikan berita yang lengkap dan benar menjadi tantangan di era digital. Kondisi media online sekarang membutuhkan kecepatan dan keringkasan berita. Sehingga banyak berita yang dibuat hanya sepotong-potong. fatalnya, pembaca langsung menyebarkan berita seperti itu dengan cepat. “Wartawan berhak bertanggung jawab atas berita yang mereka tulis,” ujarnya.
Zen menambahkan, berita yang tidak lengkap akan menimbulkan banyak tafsiran yang bisa beruujung kepada perpecahan. Walaupun bukan berita bohong, berita tidak lengkap bisa berdampak seperti berita hoax. “Fungsi jurnalisme sekarang adalah untuk menyelesaikan sesuatu yang dianggap tersebunyi,” katanya.
Materi tersebut dijabarkan pada hari kedua acara LDPM (Latihan Dasar Pers Mahasiswa) yang dimulai pukul 9.30. Materi tersebut dipaparkan oleh Zen Rachmat Sugito selaku editor tirtoid. Acara LDPM berlangsung di gedung Ki Hajar Dewantara, aula sertifikasi guru lantai sembilan.
AN NISSA NUR ISIQOMAH