Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyelenggarakan acara pameran seni di Taman Ismail Marzuki mulai dari Minggu (26/05) sampai dengan Sabtu (01/06). Pameran seni bertajuk “Duka dalam Dekade (Dukade)” ini dibuat sebagai kritik atas mandeknya pengusutan kasus kejahatan HAM berat masa lalu di masa pemerintahan Jokowi.

Pengurus Divisi Kampanye KontraS, Ahmad Sajali mengatakan kekuasaan Jokowi selama sepuluh tahun telah gagal menuntaskan janjinya terkait penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di masa lalu. Padahal menurut Sajali, Jokowi dapat menjadi presiden tidak lepas dari janjinya tersebut.

“Jokowi membuat duka bagi setiap orang yang menyuarakan keadilan pelanggaran HAM masa lalu, “ ujar Sajali pada Minggu (26/5).

Sajali yakin saat masa jabatan Jokowi berakhir, pasti akan ada banyak narasi terima kasih atas pemerintahan mantan Wali Kota Solo itu. Oleh karena itu, Sajali mengatakan adanya acara ini untuk merawat ingatan masyarakat tentang berbagai permasalahan di masa Jokowi, terkhusus terkait masalah penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.

“Mari kita ingat bahwa Jokowi memundurkan penegakan hukum HAM di Indonesia, “ seru Sajali.

Dalam pameran ini, Sajali menjelaskan ada tiga belas seniman yang memamerkan karyanya. Dua dari tiga belas seniman itu adalah para musisi, yakni The Brandals dan Dongker.  Adapun terdapat sekitar 40 karya seni yang dipamerkan dalam acara ini. Salah satu karya seni yang dipamerkan dalam acara ini adalah lukisan “Pondasi Kelabu” karya Dipa Radityatama Azuri. 

Iklan

Dalam lukisan itu, terpampang seorang pria berkemeja putih yang berhadapan dengan deretan manusia berpayung. Di bawah pria itu tersembunyi banyak manusia yang tergeletak dan diselimuti dengan warna merah. 

Azuri mengatakan karyanya itu memiliki makna bahwa dibalik berkembangnya Indonesia sekarang terpendam berbagai kejahatan HAM yang banyak tidak diketahui oleh masyarakat. Walau begitu, masih terdapat sejumlah orang yang menuntut keadilan terhadap penindasan, seperti deretan manusia berpayung yang terinspirasi dari peserta Aksi Kamisan.

“Ada pondasi kelabu dibalik Indonesia hari ini,” ujar Azuri. 

Berada di depan lukisan “Pondasi Kelabu” tampak sebuah lukisan “Cerita di Bulan Mei” karya Muhammad Yusya. Lukisan ini menggambarkan seorang anak tengah bermain dan nelayan yang melaut. Akan tetapi, dasar dari pijakan mereka dipenuhi oleh warna merah darah. Selain itu, di dekat mereka terdapat mobil tentara, UFO, dan seseorang yang tertutupi kain.

Yusya menerangkan karyanya terinspirasi ketika dia mengunjungi kampungnya di Aceh pada bulan Mei tahun lalu. Saat berada di sana, ia merasa dibalik keseharian warga, tersimpan rasa duka dan takut yang masih menyelimuti mereka. Adapun pada tahun-tahun setelah Reformasi, banyak terjadi kasus pelanggaran HAM di Aceh ketika konflik TNI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Salah satu pengunjung Acara “Dukade”, Maura menilai berbagai karya seni yang dipamerkan cukup mewakilkan isu yang disuarakan, yakni terkait pelanggaran HAM di masa lalu. Lebih lanjut, Maura mengaku dirinya baru mengetahui tentang KontraS, maka dari itu dia hadir ketika pameran seni digelar. 

“Pameran seni ini membuat orang muda tertarik dan dapat lebih memahami mengenai pelanggaran HAM masa lalu, “ pungkasnya. 

 

Penulis/reporter: Andreas Handy 

Editor: Machika Salsabilla 

Iklan