Jakarta – Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) UNJ menggelar diskusi yang bertajuk “Memeluk Erat Papua” pada Jumat (20/09/19) bertempat di Kedai Kopi Kafein Kampus A Universitas Negeri Jakarta.
Hadir sebagai pembicara, Khairi Fuady, S.Sos (Pimpinan Lembaga Al-Mahabbah Foundation), Satriono Priyo Utomo, M. Hum (Sejarawan Muda), Ludia Maryen S.Pd (Miss Papua 2018) dan Moh Nasir Tokomadoran, S.Pd.I MM. (Tokoh Papua).
“Kita sama-sama merangkul dan memeluk Papua agar mereka tidak merasa dibedakan, tidak merasa, dihargai, dan disingkirkan dari NKRI ini,” ujar Khairi, pimpinan Lembaga Al-Mahabbah Foundation yang juga merupakan pegiat media sosial.
Lebih lanjut, ia menambahkan “Kita harus menjaga semangat kebhinekaan untuk saudara kita di Papua karena Papua adalah Indonesia.”
Satrio seorang sejarawan alumnus magister Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, memaparkan bagaimana isu disintegritas Papua hari ini dalam perspektif sejarah. “Saya kurang sepakat dengan statement untuk membawa Papua dalam diskusi referendum. Negara Republik tidak didirikan dengan referendum“.
Satrio mengupas habis bagaimana proses Papua bisa masuk kedalam pelukan NKRI sampai hari ini, serta dinamika politik dan ekonomi yang turut menyertainya. “Papua itu tidak butuh uang, tetapi Papua butuh kasih sayang. Kita sebagai generasi milenial harus bijak dalam memilah informasi agar tidak menimbulkan perpecahan antar ras, suku, budaya, maupun agama“ tutupnya.
Ludia, Miss Papua tahun 2018 membagikan pengalaman menarik nya sebagai seorang Miss Papua baik ketika berkegiatan didalam negeri maupun diluar negeri. Ia mengaku, dalam beberapa kesempatan mendapatkan perlakuan rasial dalam bentuk psikis.
“Saya adalah perempuan Papua yang sedang berproses, saya membalasnya dengan tindakan dibuktikan dengan berprestasi. Apabila kita mengalami rasisme, tunjukan dengan prestasi bukan dengan berdiam diri,” ungkapnya.
Ludia mengaku, ia tetap mencintai Indonesia dengan beraneka ragam suku dan budaya nya. Ia berharap kasus yang belakangan menyoroti masyarakat Papua bisa segera terselesaikan dan bangsa ini kembali hidup saling bergandengan.
“Saya sebagai masyarakat Papua menuntut keadilan dalam konflik ini agar dapat terselesaikan,” tegasnya.
Acara besutan mahasiswa berhaluan NU ini diakhiri dengan mengikrarkan kalimat perdamaian yang mengutuk segala tindak provokasi terhadap kehidupan bernegara di Indonesia.
Deklarasi ini dipimpin oleh Polymandersen, seorang mahasiswa afirmasi UNJ asal Papua. Poin-poin dalam deklarasi perdamaian tersebut antara lain:
Kami pemuda dan pemudi Papua siap menjaga keutuhan NKRI dari Sabang sampai Merauke.
Kami akan bergandeng komitmen untuk menjunjung Bhinneka Tunggal Ika di tanah Papua dan seluruh pulau didalam NKRI.
Kami menghimbau semua masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi baik oleh oknum yang ingin memecah belah tanah air.
Penulis: Farhan Nugraha (Ketua Komisariat PMII Universitas Negeri Jakarta)