Serba-serbi kendala di PKMP masih menghantui mahasiswa baru. Tahun ini, akses untuk mengikuti PKMP menjadi persoalan yang paling kontras terlihat.
Tiap tahunnya di bulan Oktober-November, BEMP UNJ melaksanakan tradisi pasca PKKMB yaitu PKMP. Tujuan dari agenda ini adalah menciptakan jiwa kepemimpinan dan keterampilan berorganisasi. Selain itu, PKMP merupakan ajang perekrutan mahasiswa baru yang ingin masuk BEMP.
Sayangnya untuk mengikuti PKMP, mahasiswa mesti merogoh kocek yang tidak sedikit. Bahkan, diharuskan melaksanakan danusan. Hal tersebut membuat sejumlah mahasiswa baru merasa keberatan menjalani PKMP.
Salah satunya yang resah berinisial “I”-RED, mahasiswa prodi Rekayasa Keselamatan Kebakaran (RKK). Ia merasa keberatan jika mahasiswa baru prodi RKK diharuskan danusan setiap hari selama sebulan.
“Ketika barang dagangan danusan sudah habis, kita akan setor uangnya ke panitia PKMP. Namun kalau tidak habis, kita yang akhirnya membeli sendiri” ujarnya.
Selain itu, ia juga mengeluhkan pelaksanaan PKMP yang bertabrakan dengan jadwal kegiatan Menwa. Padahal menurutnya, saat itu kegiatan di Menwa bersifat wajib diikuti.
“Waktu itu saya izin untuk mengikuti acara menwa, tetapi dilarang oleh panitia dengan alasan PKMP wajib diikuti tanpa pengecualian,” tutup I.
Sedangkan di Prodi Pendidikan Sejarah, panitia PKMP mewajibkan mahasiswa baru untuk membayar iuran dan malam keakraban. Jika ditotal, mahasiswa baru diharuskan membayar Rp400.000. Kemudian bagi yang keberatan, pembayaran itu dapat dicicil selama 4 kali.
“J”-RED, Mahasiswa Prodi Pendidikan Sejarah, mengatakan Ia dan teman-temannya merasa keberatan terhadap iuran PKMP. Menurut J, mahalnya iuran PKMP sebesar Rp400.000 disebabkan kegiatannya dilaksanakan di luar kampus. Sehingga, perlu membayar sewa villa, membeli konsumsi, dan sebagainya.
Ia juga kecewa karena tidak dilibatkan untuk menentukan tempat penyelenggaraan PKMP. Bagi J, mahasiswa baru berhak dilibatkan dalam penentuan harga dan tempat penyelenggaraan.
“Saat itu kami hanya diberitahu untuk membayar Rp400.000 untuk PKMP diluar kampus. Padahal mahasiswa baru dan BEMP bisa berdiskusi dahulu terkait tempat pelaksanaan,” katanya.
Baca juga: Penanggulangan Debu UNJ Dinilai Belum Maksimal
Respon BEM
Merespon keluhan, Fahri Ferriansyah, Ketua BEMP RKK menerangkan jika danusan di PKMP ditujukan untuk menghilangkan pembayaran iuran. Kemudian, ia juga menjelaskan dilakukannya danusan di PKMP untuk melatih kemampuan berwirausaha mahasiswa baru.
Selain itu, Fahri juga mengatakan jika BEMP RKK harus pintar memutar otak terkait pendanaan kegiatan PKMP. Hal itu dikarenakan dana dari dekanat sebesar Rp5.000.000 belum bisa memenuhi kebutuhan semua proker.
“PKMP merupakan agenda wajib diikuti oleh mahasiswa karena di prodi kami sedikit sekitar 35-40 orang. Hal itu merupakan usulan dari koordinator prodi agar semuanya bisa masuk BEM,” imbuhnya
Adapula respon dari Dimas Ramadhan, Ketua Pelaksana PKMP Pendidikan Sejarah terkait keluhan iuran PKMP. Ia membenarkan jika mahalnya iuran yang didapat oleh mahasiswa disebabkan kegiatannya diadakan di luar kampus.
Kemudian yang menjadi masalah menurutnya, PKMP di Prodi Pendidikan Sejarah tidak mendapatkan dana dari dekanat. Asumsi Dimas, hal itu dikarenakan sedikitnya jumlah mahasiswa yang mengikuti PKMP.
“Untuk menjalankan agenda PKMP, pada akhirnya kami mengambil sisa dana PKKMB sebesar Rp2.000.000,” pungkasnya.
Bantahan Wakil Dekan III FIS
Abdul Haris, Wakil Dekan III FIS angkat bicara terkait persoalan ini. Ia menjelaskan tidak ada pemberian dana khusus terkait penyelenggaraan PKMP. Baginya, dana PKMP bisa diambil dari pembiayaan proker lain seperti PKKMB.
“PKMP itu minim urgensi karena tidak ada Surat Keputusan (SK) rektor yang mewajibkan. Kami tidak sanggup memenuhi semua kebutuhan mereka karena dana kemahasiswaan itu sifatnya insentif,” tegasnya.
Kemudian, Ia menyangkal memberikan dana kemahasiswaan kepada BEMP berdasarkan sedikitnya jumlah mahasiswa yang mendaftar. Melainkan menurutnya yang lebih logis, dana dekanat turun berdasarkan masuknya proposal program kerja ke fakultas.
“Sistem ini dibuat agar mahasiswa disiplin, dana turun sebagian setelah proposal, kemudian setengahnya lagi turun pasca penyerahan LPJ,” tuturnya.
Ia pun menyarankan semua program kerja BEM seharusnya disesuaikan dengan anggaran yang ada. Karena apabila biayanya lebih, bagaimanapun caranya menurut Abdul, mahasiswa mesti mencari cara memenuhi modalnya sendiri untuk keberlangsungan acara.
Penulis/ Reporter: Naufal Nawwaf
Editor: Arrneto Bayliss