Pembangunan gedung di UNJ membuat mahasiswa tidak nyaman. Hal itu disebabkan banyaknya debu pembangunan yang belum ditanggulangi dengan baik.  

Sejak 2022, UNJ dan Saudi Fund for Development (SFD) telah melakukan pembangunan lima gedung yang rencananya akan rampung pada 2024. Lima gedung yang sudah dalam tahap pembangunan tersebut berlokasi di sekitar gedung Fakultas Ekonomi (FE) dan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Namun, pembangunan gedung itu membuat mahasiswa tidak nyaman. Sebab, lingkungan UNJ jadi dipenuhi debu dan tidak ditanggulangi dengan baik. 

Menurut Surat Edaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3/SE/2023 tentang Pencegahan dan Pengurangan Polusi Udara terhadap Pelaksanaan Konstruksi Pembangunan Gedung, ada empat cara penanggulangan debu yang wajib dilakukan. Cara tersebut terdiri atas pemasangan jaring pengaman pada sekeliling bangunan; penyiraman debu tiga kali sehari pada area konstruksi; penggantian peralatan kerja yang menimbulkan sumber debu; dan pematokan kebersihan kendaraan yang keluar dari daerah konstruksi dari sisa tanah atau semen. Akan tetapi, dari empat cara tersebut mahasiswa merasa UNJ belum melaksanakannya secara penuh. 

Mahasiswa prodi Pendidikan Agama Islam (PAI), Nurul Asiah mengeluh tidak nyaman saat melewati area konstruksi. Menurutnya, UNJ belum bisa mengelola debu konstruksi dengan baik. Ia merasa kian hari volume debu semakin banyak dan tidak melihat upaya UNJ atau SFD untuk meminimalisir debu, pasir, dan semen yang berserakan di area konstruksi.

“Jika limbah udara sudah ditanggulangi dengan baik, debu-debu ga akan beterbangan sebanyak itu. Setiap ingin ke perpustakaan jadi terganggu banget,” keluhnya. 

Selain Nurul, mahasiswa prodi Manajemen, Rajwa Rajendra juga terganggu dengan debu konstruksi. Ia mengaku jalan di sekitar Gedung M sangat berdebu karena berada di depan pembangunan gedung. Ia tidak bisa menoleransi debu tersebut karena kerap membuatnya batuk saat berjalan di sekitar pembangunan. 

Iklan

“Menurutku UNJ belum bisa menanggulangi debu konstruksi dengan baik. Pasalnya, volume debu yang tersebar sangat banyak hingga terkadang membuatku batuk-batuk,” ungkapnya.

Menanggapi hal di atas, Staff Pengembangan Wakil Rektor II, Santoso meminta mahasiswa bisa maklum dengan adanya debu tersebut. Menurutnya, debu adalah dampak yang wajib dari pembangunan. Ia pun mengklaim, penyebab naiknya volume debu di lingkungan UNJ bukan hanya dari pembangunan, tetapi karena kemarau.

Untuk penanggulangan debu, Santoso mengklaim pihak SFD sudah melakukan penyiraman area sekitar konstruksi dengan rasio satu kali satu hari. Ia menganggap hal tersebut sudah cukup menjadi solusi permasalahan debu. Akan tetapi, jika dampak debu konstruksi sudah sangat mengganggu mahasiswa maka UNJ dengan bantuan SFD akan menambah jadwal penyiraman di area konstruksi. 

“Kalau memang ini (debu) sudah menjadi sesuatu yang mengganggu. Penyiraman jalan di area konstruksi akan ditingkatkan menjadi dua atau tiga kali sehari,” jelasnya.  

Kendati demikian, berdasarkan pengamatan Tim Didaktika, penyiraman jalan hanya dilakukan satu kali dalam seminggu, tepatnya di hari sabtu pagi. Penyiraman tersebut dilakukan di depan Gedung RA Kartini hingga sekitar Gedung Fakultas Ilmu Sosial (FIS). 

Baca juga: Karut-Marut Parkir Kendaraan Roda Empat

 

Penulis/reporter : Anisa Inayatullah 

Editor : Adinda