Menurunnya Indeks Kualitas Penyiaran menjadi peringatan kepada KPI bahwa standar program TV perlu ditinjau ulang.

Belakangan ini, dunia internasional, termasuk Indonesia dihebohkan dengan booming-nya sebuah serial original Netflix berjudul Squid Game. Serial bergenre survival asal Korea Selatan ini menceritakan tentang perjuangan 456 orang-orang yang memiliki masalah ekonomi akut untuk mengikuti serangkaian permainan adu nyawa, demi mendapatkan uang senilai 45,6 miliar won.  Dilansir dari akun Twitter resmi Netflix, saat penanyangan pertama pada 17 September sampai 13 Oktober kemarin, serial drama fiksi Korea Selatan ini sudah dilihat sekitar 111 juta akun. Selain itu, Squid Game dinobatkan menjadi serial Netflix nomor 1 di daftar Top 10 Netflix di 94 negara seluruh dunia.

Melihat kesuksesan serial film tersebut, nampaknya membuat salah satu sinetron Indonesia mengadaptasi jalan cerita yang sama. Sebut saja sinetron Dari Jendela SMP. Sinetron tersebut sempat menimbulkan pro-kontra karena mengangkat cerita yang serupa, meski hanya dengan judul yang diubah, yaitu Dolanan Game.

Banyak yang memprotes alur cerita sinetron tersebut. Netizen umumnya mengomentarinya dengan sebutan “plagiarisme” hingga “tak ada ide”. Namun, beberapa netizen juga ada yang membela sinetron tersebut dengan dalih sebagai karya anak bangsa. Hal seperti ini memang bukan pertama kalinya dilakukan oleh sinetron Dari Jendela SMP. Sebelumnya, alur cerita sinetron ini juga sempat mengangkat cerita yang sama seperti dalam Film Dua Garis Biru.

Dalam hal penulisan alur cerita Dari Jendela SMP, ide sebuah cerita pada dasarnya bersifat fleksibel dan tidak bisa sembarang dicap plagiat begitu saja. Artinya, setiap orang kemungkinan dapat memiliki kemiripan suatu ide tanpa disengaja. Namun, cerita yang seperti ini tentunya akan menghambat perkembangan kualitas suatu acara dan hanya mengikuti arus tren saja. Dalam artian lain, masih minim kualitas dan orisinalitas suatu karya.

Hal tersebut dapat kita lihat dari menurunnya Indeks Kualitas Penyiaran Televisi Indonesia. Dilansir dari republika.co.id, berdasarkan hasil riset Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama 12 Perguruan Tinggi (PT), nilai indeksnya berubah dari 3,21 menjadi 3,09. Indeks tersebut dinilai berdasarkan delapan kategori, yaitu talkshow, wisata & budaya, religi, anak, berita, variety showinfotainment dan sinetron.

Iklan

Dari delapan kategori tersebut, tiga diantaranya dinilai belum berkualitas. Tiga kategori tersebut adalah variety showinfotainment dan sinetron.

Baca Juga: Kekerasan Seksual di UNJ oleh Dosen, Gerpuan UNJ Buka Layanan Pengaduan

Penilaian indeks tersebut memiliki nilai maksimal 4,00. Apabila, nilai indeks semakin mendekati angka 4,00, maka acara tersebut sudah dapat dinilai baik atau berkualitas. Sedangkan, jika nilai indeks di bawah 3,00, maka acara tersebut dinilai buruk atau belum berkualitas. Masing-masing nilai indeks kategori tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Indeks Kualitas Program Siaran Televisi Indonesia Periode I 2021

Tak ayal, permasalahan tersebut sebaiknya menjadi perhatian bersama. Sebagai pihak yang menikmati acara tersebut, masyarakat seharusnya dapat berkontribusi untuk menilai kelayakan program-program televisi. Saat ini, jika dilihat dari rating tertinggi acara TV per tanggal 27 Oktober 2021, justru diduduki oleh sinetron Ikatan Cinta. Anehnya, sinetron yang mesti dipertanyakan ulang perihal kualitasnya, justru masuk dalam posisi pertama dengan rating tertinggi.

Pada kategori wisata, budaya, religi, anak, dan berita, sama sekali tidak meraih posisi sepuluh besar rating tertinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa perhatian masyarakat untuk memilah tontonan yang berkualitas masih minim. Artinya, Indeks Kualitas Penyiaran Televisi Indonesia saat ini berbanding terbalik dengan rating atau selera masyarakat.

Tak hanya masyarakat, pihak produksi juga perlu memperhatikan apa yang akan mereka tayangkan nantinya. Jika melihat dari acara yang tampil di layar kaca, beberapa masih dinilai belum memenuhi fungsi penyiaran yang dirilis KPI dalam Hasil Survei Indeks Kualitas Penyiaran Televisi, yakni informatif, edukatif, pengawasan, hiburan yang sehat, perekat sosial/empati sosial, dan kebudayaan.

Selain panilaian masyarakat dan pihak produser acara, KPI juga tidak boleh lepas dari kritik karena perannya yang penting dalam penyiaran di Indonesia. KPI memang tidak memiliki hak untuk menentukan mana acara yang akan tampil atau tidak. Namun, tugas dan kewenangannya untuk mengawasi dan memberikan sanksi terhadap acara yang tidak berkualitas seharusnya dapat dijalankan dengan maksimal.

Perbaikan kualitas penyiaran memang tidak bisa dilakukan oleh satu atau beberapa pihak saja. Dibutuhkan sinergi dari kesadaran semua pihak jika menginginkan kualitas yang baik dalam seluruh kategori penyiaran. Hal ini tentu memerlukan waktu yang lama. Namun, siapa lagi jika bukan kita yang memulai dari diri sendiri untuk memilah kelayakan acara TV yang tayang saat ini.

 

Iklan

Penulis  : Yoga Alfauzan

Editor    : Sekar Tri Widati