Massa aksi yang tergabung dalam aliansi Perempuan Menggugat bersama Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), serta berbagai elemen masyarakat lainnya mengadakan unjuk rasa memeriahkan Hari Perempuan Internasional, Rabu (8/3). Dari selebaran rilis Perempuan Menggugat, aksi tersebut sebagai momentum untuk menghapus segala ketidakadilan dan penindasan yang dialami perempuan.

Mereka menggugat negara atas ketidakadilan dan kebijakan yang kerap kali merugikan perempuan. Tuntutannya berupa penghapusan penindasan dan perampasan kedaulatan perempuan; meningkatkan keterlibatan peran perempuan; menyelesaikan pelanggaran hak asasi perempuan; mengentaskan pemiskinan struktural yang dialami perempuan; menghapus eksploitasi dan politisasi hak suara perempuan; mencabut KUHP dan UU ITE; menghapus pusaran hukuman mati bagi perempuan; dan terakhir, peningkatan kesejahteraan perempuan di wilayah konflik.

Koordinator Program Solidaritas Perempuan, Arieska Kurniawaty menuturkan bahwa para perempuan memperjuangkan kesetaraan gender di Indonesia. Ia menuntut negara agar menghentikan segala ketidakadilan dan diskriminasi melalui berbagai kebijakan dan peraturan yang tidak berpihak kepada perempuan.

Lebih lanjut, Arie menuntut negara menjadikan kepentingan perempuan sebagai agenda penting dalam merumuskan berbagai kebijakan, program, dan peraturan pemerintah ke depan. Hentikan juga segala bentuk liberalisasi agraria yang memarjinalkan perempuan.

“Kami menyerukan agar negara menjadikan perempuan sebagai subjek pembangunan, sehingga perempuan memiliki peran yang sama dengan laki-laki. Juga, hentikan segala eksploitasi terhadap perempuan dan buruh,” ucap Ari.

Ia juga menyampaikan agar negara menghentikan segala eksploitasi terhadap lingkungan, dan segera mencabut Perppu Cipta Kerja (Ciptaker) yang makin memperparah nasib rakyat, khususnya perempuan.

Iklan

“Ketika negara mengeksploitasi alam, maka ketika terjadi bencana, perempuanlah yang menjadi korban utama, karena harus memangkul beban ganda. Kami juga menyerukan agar negara menghentikan liberalisasi agraria, serta menjalankan reforma agraria,” ungkap Ari.

Senada, Koordinator KASBI Siti Eni menyampaikan bahwa hadirnya Perppu Ciptaker makin memperburuk keadaan buruh perempuan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak; upah tak manusiawi; dan berbagai dampak lainnya. Juga mendesak pemerintah agar menurunkan harga kebutuhan pokok dan BBM.

“Tuntutan kami agar negara segera mencabut Perppu Ciptaker yang memperaparah nasib buruh. Dan juga berikan jaminan kepastian kerja bagi para buruh,” tegas Eni.

Lebih dari itu, Eni juga menuntut agar pemerintah menyediakan fasilitas penitipan anak (day care). Serta berikan fasilitas ruang menyusui (laktasi) bagi buruh perempuan yang sedang menyusui.

Ia juga menyuarakan agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan UU (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), dan berbagai kebijakan yang berpihak kepada pekerja perempuan. Serta menjamin dan melindungi para pekerja migran.

“Harapan kami agar pemerintah mendengar jeritan dari rakyatnya. Jangan hanya berpangku tangan melihat kesengsaran dan penderitaan rakyat,” tegas Eni.

 

Penulis: Adam Farhan

Editor: Asbabur Riyasy