“Ki Hadjar menciptakan Taman Siswa agar semua masyarakat Indonesia dapat menraskan pendidikan formal.”
Setiap tanggal 2 Mei, masyarakat di Indonesia merayakan hari pendidikan nasional dengan caranya masing-masing. Ada yang mengunggah fotonya ke media sosial dengan menuliskan keterangan “Selamat Hari Pendidikan Nasional’, ada yang mengikuti seminar mengenai pendidikan, serta ada pula yang mengkritisnya dengan melakukan aksi demonstrasi.
Hal ini pun terjadi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang melakukan aksi menolak komersilaisasi dan liberalisasi pendidikan serta menuntut pencabutan UKT Uang Kuliah Tunggal (UKT) di depan gedung rektorat. Kasi nini diikuti oleh beberapa kelompok mahasiswa seperti Solidaritas Pemoeda Rawamangun (SPORA), Serikat Mahasiswa Perubahan (Semeru) UNJ, serta Departemen Sosial dan Politik Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (BEM FIS) memelopori demonstrasi hari ini.
Sekitar pukul empat sore, para mahasiswa UNJ yang berpartisipasi melakukan longmarch dari depan Arena Prestasi (Apres) hingga plaza UNJ. Mereka mengajak siapa pun, khususnya mahasiswa UNJ, yang masih berada di sekitar kampus untuk ikut serta dalam demonstrasi tersebut. Aksi ini dilakukan sebanyak 30.
Koordinator Spora, Romdhani menyatakan bahwa sejatinya pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia. Namun, hakikatnya tergeser akibat adanya komersialisasi pendidikan termasuk UNJ. “Hari pendidikan nasional bukan sekadar perayaan. Ki Hadjar menciptakan Taman Siswa agar semua masyarakat Indonesia dapat menraskan pendidikan formal,” ungkapnya.
Romdhani yang bertindak sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) melanjutkan bahwa komersialisasi di bidang pendidikan sangat beragam. Baginya, yang sangat kentara di Unj adalah pengelolaan parkir oleh pihak swasta dan kampus memasang biaya tingggi dengan dalih peningkatan fasilitas. “Jika sudah seperti ini, sama saja seperti era penjajahan dulu. Yang bisa sekolah, hanya yang punya kuasa dan punya uang,” papar mahasiswa program studi (prodi) Pendidikan Sejarah.
Sedangkan, Andika Ramadhan aktivis SEMERU UNJ menjelaskan masih banyak persoalan yang harus dihadapi oleh UNJ sebagai kampus pencipta guru. Salah satunya adalah kasus pelecehan seksual yang menimpa seorang mahasiswa oleh dosen. Menurutnya, UNJ tidak punya keberanian untuk membantu mahasiswi untuk menyelesaikan kasus yang terjadi tahun lalu. “Hakikat pendidikan itu memanusiakan manusia. Yang terjadi saat itu adalah masalah kemanusiaan. Kampus tidak berani membela mahasiswi dan memecat dosen tersebut,” ungkapnya.
LH/VRU