Polemik penetapan KJMU, tidak jelasnya instrumen kelayakan membuat mahasiswa protes statusnya dicabut tiba-tiba.
Rabu (26/06), merupakan hari yang suram bagi Sekar (bukan nama sebenarnya). Mahasiswa semester dua Fakultas Ilmu Sosial UNJ tersebut tiba-tiba dinyatakan tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU tahap 1 tahun 2024. Informasi tersebut ia ketahui ketika membuka akun miliknya pada laman KJMU.
Sekar menuturkan, alasan dirinya tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU imbas ketidaksesuaian alamat rumah yang ditinggali dengan alamat rumah yang disurvei oleh tim survei KJMU. Tim survei melakukan pengecekan pada alamat rumah lama Sekar yang berada di Srengseng, Jakarta Barat. Padahal Sekar telah pindah ke Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta Barat.
“Saya taunya dari pihak Dinas Sosial di Kelurahan Kosambi, katanya ada ketidaksesuaian data pendaftar dan hasil survei. Padahal, saya dan keluarga sudah pindah kesini (Duri Kosambi) sejak tahun 2022 bahkan di kartu keluarga pun sudah tertera alamat yang baru,” jelas Sekar pada Selasa (30/08)
Kebingungan menyelimuti diri Sekar, sebab ia merasa ada kejanggalan ketika ketidaksesuaian alamat menjadi alasan hingga tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU. Sedangkan pada semester sebelumnya ia masih ditetapkan sebagai penerima KJMU dan masih mendapatkan bantuan dana untuk pembiayaan UKT juga biaya hidup. “Kalau ketidaksesuaian alamat merupakan masalah, harusnya sedari awal sudah tidak lolos, kenapa baru terjadi di semester ini,” ucap Sekar.
Tidak berdiam diri, Sekar berusaha untuk mendapatkan kembali KJMU-nya dengan mendatangi Posko Pengaduan Pelayanan KJMU yang berada di Kantor Walikota Jakarta Barat. Namun, bukannya mendapatkan penjelasan dan bantuan, ia malah terus dialihkan dari satu instansi ke instansi lain tanpa hasil.
Sekar masih ingat betul ketika pukul dua dini hari datang ke Kantor Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional (P4OP) DKJ. Ia terpaksa datang dini hari karena terjadi penumpukan pengaduan pendaftar KJMU dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang mengalami kasus serupa dengan dirinya.
“Saya sudah datang dini hari tapi ujungnya tidak mendapatkan apa-apa, malah mereka (pihak P4OP DKJ) menyarankan cari beasiswa lain, “ ucap Sekar dengan marah.
Terluntang-lantung, Sekar memutuskan untuk berhenti kuliah. Tanpa mendapatkan KJMU, ia tidak mampu membayar UKT-nya sebesar Rp 4,5 juta. Ayah Sekar hanya bekerja sebagai pengemudi ojek daring sedangkan ibunya tidak bekerja, besaran UKT-nya terlampau tinggi untuk keadaan ekonomi keluarganya.
“Sedari awal memang orang tua tidak membiayai aku untuk kuliah, bisa kuliah aja modal nekat karena mendapat KJMU di semester yang lalu,” ungkapnya.
Keinginan Sekar untuk tetap kuliah harus pupus, meskipun birokrat kampus telah berupaya membantunya dengan memberikan keringanan berupa pengangsuran pembayaran UKT. Namun, ia tetap tidak bisa membayar karena tidak adanya dukungan baik dari orang tua maupun bantuan pemerintah.
“Kecewa dengan keputusan sepihak ini, saya harap masyarakat bisa mendapatkan kembali hak-hak dasarnya seperti KJMU yang telah dirampas,“ tutup Sekar.
Baca juga: Penetapan Status Penerimaan KJMU Menuai Polemik, Ribuan Pendaftar Tidak Ditetapkan Sebagai Penerima
Sama seperti Sekar, mahasiswa semester enam Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar UNJ, Febe Patricia pun tiba-tiba tidak lagi ditetapkan sebagai penerima KJMU tahap 1 tahun 2024. Dari laman KJMU, ia terdeteksi tidak layak sebagai penerima KJMU oleh dinas sosial.
Febe pun mendatangi sejumlah instansi seperti P4OP DKJ, untuk menanyakan kejelasan statusnya yang dinilai tidak layak mendapatkan KJMU. Sayangnya, hingga saat ini ia tidak kunjung mendapatkan jawaban dan penjelasan akan nasibnya. Ia pun menyoroti tidak adanya transparansi dan komunikasi dari pemerintah terhadap penerima KJMU yang statusnya tiba-tiba dibatalkan.
“Saya sudah dapat KJMU dari semester tiga, aneh banget tiba-tiba dibatalkan sepihak dengan alasan tidak layak padahal keluarga saya tidak mampu,” ujar Febe pada Minggu (4/8).
Lebih lanjut, Febe menjelaskan saat ini hanya ibunya yang menopang kehidupan keluarga. Bekerja sebagai asisten rumah tangga, penghasilan ibunya tidak menentu. Sebulan biasanya hanya mendapatkan pemasukan sebesar Rp 800 ribu. Ditambah lagi, besaran UKT Febe yang tidak sesuai dengan keadaan ekonomi keluarganya yaitu sebesar Rp 3 juta.
Sebelum statusnya dibatalkan sebagai penerima KJMU, UKT pendaftar KJMU ditangguhkan sampai mereka ditetapkan sebagai penerima dan dana beasiswanya kemudian cair. Adapun penetapan penerima KJMU tahap 1 tahun 2024 sendiri baru diumumkan pada Rabu (26/06).
Imbas pembatalan sepihak KJMU, kini Febe memiliki tunggakan dua UKT yang harus dibayar dalam waktu berdekatan. UKT semester sebelumnya yang sempat ditangguhkan harus dibayar secara mandiri. Untuk membayarnya, ia harus rela menjual laptop pribadinya. Untuk tagihan UKT semester yang akan datang, Febe harus bekerja agar bisa melanjutkan kuliah.
“Saya berharap dapat ditetapkan sebagai penerima KJMU kembali karena ingin menyelesaikan perkuliahan. Selain itu, saya ingin adanya pembebasan pembayaran UKT sementara dari kampus bagi korban terdampak masalah ini,” pungkas Febe.
Menanggapi polemik yang terjadi, Ketua Naramuda Jakarta, Faadhilah Nahdah mengatakan saat ini Naramuda Jakarta (komunitas penerima dan alumni KJMU) dan Genius (organisasi pengadvokasian beasiswa) telah menyebarkan formulir survei pengaduan kepada mahasiswa terdampak. Nahdah melanjutkan, setelah data survei selesai dihimpun, Naramuda Jakarta dan Genius melakukan verifikasi data ke Dinas Sosial DKJ.
“Setelah kami verifikasi ke Dinas Sosial DKJ, hasilnya banyak pendaftar yang tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU justru terdaftar pada DTKS. Bahkan, dinyatakan layak dalam verifikasi kelayakan 2024,” ungkap Nahda
Adapun syarat penerima umum KJMU berdasarkan laman resmi Pemprov DKI Jakarta, adalah berdomisili di Jakarta, terdaftar DTKS, dan pendaftar tidak menerima beasiswa lain dari negara. Selain itu, syarat khusus KJMU ada beberapa, di antaranya seperti pengajuan sebagai calon penerima baru KJMU maksimal hingga semester 4. Berangkat dari kasus Sekar dan Febe, mereka seharusnya masih termasuk ke dalam calon penerima lanjutan KJMU.
Berdasarkan asumsi Naramuda Jakarta, terdapat 3000 pendaftar yang tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU tahap 1 tahun 2024. Jumlah tersebut didapat berdasarkan perbedaan jumlah penerima KJMU tahap sebelumnya dengan saat ini. Diketahui jumlah penerima KJMU tahap 2 tahun 2023 sebanyak 19.042 mahasiswa, sedangkan di tahap ini hanya 15.469.
“Tapi angka 3.000 itu masih asumsi, karena kami belum memperhitungkan penerima KJMU yang tidak mendaftar lagi ataupun yang sudah lulus kuliah,“ ujar Nahdah.
Nahdah menyayangkan adanya pemutusan KJMU sebesar ini. Menurutnya, KJMU sebagai bantuan sosial penting bagi masyarakat untuk mengentaskan kemiskinan. “Kami berupaya mengadakan audiensi dengan Pemerintah DKJ terkait permasalahan ini, “ ucapnya pada Rabu (17/07).
Sementara itu, Kepala Kesatuan Pelaksana Operasional P4OP DKJ, Dian mengatakan terdapat verifikasi berlapis pada penetapan KJMU tahap 1 tahun 2024. Hal tersebut dikarenakan temuan kasus salah sasaran penerima KJMU oleh tim Penanggung Jawab (PJ) Gubernur Heru Budi. Dari temuan itu, terdapat pelanggaran seperti penerima yang berdomisili di luar Jakarta, serta penerima yang dinilai mampu secara ekonomi.
Dian melanjutkan, temuan-temuan tersebut menjadi dasar Pemerintah DKJ menerbitkan Instruksi Sekretaris Daerah (Insekda) tentang Pelaksanaan Verifikasi Kelayakan Penerima KJMU Tahun 2024. Akhirnya terbentuk tim gabungan verifikasi KJMU yang terdiri atas berbagai instansi di Jakarta, seperti Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Dinas Pendidikan, dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Meski begitu, Tim Didaktika tidak menemukan Insekda tersebut di laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Jakarta.
“Setelah terbentuk, tim gabungan melakukan survei dengan mendatangi rumah-rumah pendaftar KJMU untuk verifikasi kelayakan ekonomi. Adapun instrumen kelayakan, calon penerima tidak diperbolehkan memiliki mobil, tidak ada aset dengan nilai jual objek pajak (NJOP) sebesar satu milyar rupiah serta tidak boleh menggunakan air minum kemasan bermerk.” ungkap Dian pada Rabu (31/07)
Berdasarkan survei yang dilakukan, Dian mengaku terdapat sekitar 1.900 pendaftar yang tidak ditetapkan sebagai penerima KJMU karena dianggap tidak sesuai dengan instrumen kelayakan. Imbas dari banyaknya pendaftar yang tidak ditetapkan, menyebabkan gelombang protes hingga pihak P4OP membuat posko pengaduan di wilayah Jakarta.
Terkait temuan adanya pengadu yang terdaftar DTKS dan layak ketika verifikasi kelayakan 2024, Dian mengatakan P4OP hanya memakai data dari tim gabungan itu. Lanjutnya, aduan dari pendaftar sedang dikomunikasikan ke sejumlah instansi di tim gabungan.
Dian melanjutkan, nantinya akan ada verifikasi ulang kepada pendaftar yang mengadukan permasalahan. Namun menurut Dian, hasil verifikasi ulang tidak akan mengubah Keputusan Gubernur tentang Penetapan Penerimaan KJMU Tahap 1 2024.
“Paling pendaftar yang tidak ditetapkan sebagai penerima, bisa mencoba mendaftar KJMU lagi di semester berikutnya kalau qualified (tidak sedang kuliah di atas semester empat), “ tutupnya.
Tim Didaktika mewawancarai kembali Ketua Naramuda Jakarta, Nahdah pada Senin (05/08). Ia mengatakan, Naramuda Jakarta dan Genius sudah beraudiensi dengan Ketua Komisi X DPR-RI pada Senin (22/07).
“Hasilnya (audiensi), pihak legislatif seperti DPR-RI dan DPRD DKJ akan berupaya melakukan audiensi dengan Pemerintah Daerah DKJ terkait masalah ini, “ pungkasnya.
Penulis/reporter: Andreas Handy
Editor: Zahra Pramuningtyas