Judul Buku : Orang-Orang Proyek

Penulis : Ahmad Tohari

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Cetakan : 2015

Jumlah Halaman : 256 Halaman

ISBN : 978-602-03-2059-5

Iklan

“Ke-cablaka-an (tidak biasa nakal) saya menuntut agar saya tidak mengkhianati pengetahuan itu, pengetahuan teknik sipil,” (Hlm. 78).

Dalam dunia profesi, setiap orang harus mengaplikasikan ilmunya secara benar. Kalau tidak, ia dianggap telah mengkhianati profesinya. Akan tetapi, etika profesi yang dipegang teguh oleh setiap praktisi seperti orang proyek, justru dipandang anomali di era orde baru. Sebab, konon perbuatan korupsi sudah menjadi budaya di tengah masyarakat. 

Pemerintah orde baru juga memainkan metanarasi untuk mengontrol masyarakat. Dengan cara represif, pemerintah orde baru membungkam kritik dan menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Dampaknya, masyarakat menjadi pasif dan apatis.

Komponen-komponen demokrasi seperti partai politik dan lembaga pemerintahan tak ubahnya hanya berfungsi menjadi klien patron. Akibatnya, presiden sekadar sebagai mandataris partai, bukan rakyat. Kebijakan yang tercipta pun terbatas untuk kepentingan golongan dan melanggengkan kekuasaan saja. 

Kondisi tersebut berlangsung hingga memasuki era reformasi. Di era reformasi, negara beritikad baik untuk memberantas korupsi dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Alhasil, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menjadi barang haram serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didirikan.

Akan tetapi, kasus korupsi tetap marak terjadi meskipun negara sudah memiliki lembaga independen untuk memberantas masalah tersebut. Parahnya lagi, kasus korupsi juga menimpa dalam tubuh internal KPK. Berdasarkan indeks persepsi korupsi (CPI), peringkat Indonesia masih rendah dan mengalami penurunan dari rangking 110 menjadi 115 di tahun 2023. Fakta ini harus menjadi pusat perhatian dan ditindaklanjuti supaya konstitusi tetap terjaga marwahnya. 

Baca juga: Tali Simpul Kerentanan Pekerja Informal: Sebuah Catatan dari Kapitalisme Pinggiran

Kisah praktik korupsi proyek pembangunan pada era orde baru tercermin dalam novel karya Ahmad Tohari yang berjudul Orang-Orang Proyek. Dengan mengambil sudut pandang pelaksana proyek, ia menceritakan kondisi pro-kontra yang terjadi antara atasan dan bawahan yang mengancam mutu bangunan jembatan.

Warna-warni helm proyek terlihat sibuk lalu-lalang di tengah pembangunan jembatan Sungai Cibawor. Para pekerja proyek sedang mengebut pekerjaan jembatan dikarenakan HUT Golongan Lestari Menang (GLM) dan masa kampanye pemilu 1992 sudah hampir dekat. Namun, Insinyur Kabul yang mengenakan helm proyek berwarna putih terlihat ragu. Sebab, ia tidak yakin hasil jembatan akan selesai secara optimal apabila pengerjaannya dikejar-kejar oleh masa.

Kabul pun mengadukan perkara ini kepada atasannya, Insinyur Dalkijo. Ia juga meminta kepada Dalkijo supaya tidak menekannya untuk mengedepankan kepentingan politis di atas profesionalisme sebagai insinyur. Selain itu, ia mengancam akan mengundurkan diri jika masih terus-terusan didesak.

Iklan

“Saya tahu Dik Kabul mantan aktivis. Biasa kan, yang namanya aktivis punya idealisme yang kolot. Tapi setelah bekerja seperti ini, Dik Kabul harus tunduk kepada kenyataan. Sedikit pragmatislah agar kita tidak konyol seperti Don Kisot. Hehe,” (Hlm. 30).

Pembangunan jembatan Sungai Cibawor sejak awal telah mengabaikan aspek ilmu meteorologi sehingga menyebabkan pekerjaan terhambat. Sebab, intensitas curah hujan yang tinggi dan banjir acap kali terjadi. Akibatnya, anggaran pembangunan jembatan pun menjadi bengkak.

Untungnya keterbatasan dana itu mampu diatasi dengan baik oleh Kabul dengan tetap mempertahankan kualitas struktur jembatan. Namun, saat proses pembangunan sudah mencapai tahap pengerjaan lantai jembatan, Kabul mengalami kontradiksi yang sengit dengan Dalkijo.

Kabul diperintah oleh Dalkijo untuk mencari jalan keluar dengan cara memasang besi-besi  bekas untuk lantai jembatan yang sedang dibangun. Namun, Kabul bersikap resistan terhadap arahan Dalkijo. Kabul tidak ingin bertaruh dan ia pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari proyek.

Kepergian Kabul tidak menghentikan proses pembangunan jembatan. Penyelesaiannya pun tetap dipaksakan meski kondisi dana dan alam tidak mendukung. Demi mengejar hari ulang tahun GLM, pembangunan jembatan Sungai Cibawor pun rampung. Akan tetapi, baru setahun berjalan, lantai jembatan sudah mengalami rusak parah. 

“Kamu tampak bagus dan gagah. Tapi proses pembangunanmu diselimuti ke-sontoloyo-an yang parah. Umurmu tak akan panjang dan anggaran pembangunanmu yang sebagian jadi bancakan akan menjadi beban masyarakat miskin.” (Hlm. 245)

Melawan Struktur

Watak birokrasi, pengusaha, dan pemborong yang digambarkan dalam Novel Orang-Orang Proyek terbukti benar. Banyak kasus korupsi yang mencoreng nama baik instansi pemerintah karena pejabat dan pegawainya terjerat dalam kubangan durjana ini. Padahal, setiap instansi kementerian atau lembaga (K/L) sudah diawasi secara internal dan eksternal. 

Dalam opini Kompas (22/5) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Muhammad Yusuf menilai pemerintah masih setengah hati memberantas kasus korupsi di Indonesia. Ia mengkritisi peran dan fungsi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), inspektorat jenderal (itjen), dan BPK yang tidak berfungsi dengan baik. 

Sistem pengawas internal dan eksternal tidak lain hanya sebagai pelengkap birokrasi saja. Seperti kasus korupsi dan manipulasi pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang terjadi di Kementerian Pertanian (Kementan). Semuanya berjalan secara mulus hingga kasusnya dibongkar oleh KPK ke publik. Seolah-olah para pejabat K/L yang bertugas sebagai auditor sudah bersekongkol untuk melancarkan praktik korupsi di tubuh internalnya. 

Pada epilog novel Orang-Orang Proyek, Ahmad Tohari memberikan resolusi dengan cara Kabul mengundurkan diri dari pekerjaannya. Barangkali hal yang perlu ditambahkan seharusnya membentuk massa pergerakan yang terorganisir untuk melawan kebobrokan pemerintah. 

Baca juga: Guru Honorer: Dicampakan Padahal Berperan Sentral

Jika pemerintahan yang buruk tidak direspon secara kritis dan konfrontatif akan menyebabkan permasalahan struktural terus tereproduksi. Maka praktik korupsi yang terjadi di tubuh pemerintahan tidak boleh dianggap sekadar kebetulan. Ada pengaruh relasi kuasa dan kultural yang terkonstruksi sehingga memaksa orang menjadi permisif (legowo) terhadap praktik korupsi.

Dengan memakai metanarasi dan lembaga sosial, pemerintah bisa membuat masyarakat untuk menormalisasi keadaannya. Alhasil, masyarakat menjadi dogmatis serta lebih percaya dengan informasi yang berasal dari pemerintah meskipun mengandung nilai-nilai kekuasaan. 

Novel Orang-Orang Proyek ini menarik untuk dibaca dan didiskusikan.  Ahmad Tohari menyisipkan unsur sosial dan moral yang dapat dipetik pesannya. Selain itu, gaya bahasa yang variatif dan alur cerita dinamis membuat novel ini tidak membosankan. 

Namun, dari segi resolusi novel ini masih buntu. Tokoh utama justru tidak tampil sebagai pahlawan yang sukses mengentaskan masalah. Penutup pun hanya berisi refleksi tokoh utama dan kemunculan rasa skeptis terhadap seluruh proyek pemerintah. 

Penulis : Naufal Nawwaf

Editor : Machika Salsabilla