stop rapeSejak April lalu, Andri Rivelino menjadi buah bibir di tengah-tengah civitas akademika UNJ. Setelah dirinya dikenai sanski oleh Pimpinan FIS karena perbuatan pemerkosaan terhadap salah satu mahasiswinya. Meski begitu, dosen perlente tersebut enggan memberikan klarifikasi atau membela diri selain di depan para petinggi kampus, termasuk kepada Didaktika.

Andri justru mengambil langkah cepat. Sehari pasca dirinya menerima SK dari Dekanat FIS, ia melaporkan korbannya pada 24 April kepada pihak kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik. Tak sampai disitu, Andri secara resmi pada 2 Juni lalu ‘menyerang’ dengan menggugat keputusan pimpinan FIS tersebut. “Kami ini melawan ketidakadilan kampus (UNJ),” kata Slamet Hasan, Kuasa Hukum Andri Rivelino yang ditemui Indra Gunawan dari Didaktika di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Senin (8/6).

Meski sempat menolak, kuasa kukumnya itu akhirnya bersedia untuk diwawancarai oleh Didaktika (meski ia tetap menolak untuk difoto). Berikut petikan wawancara perdana Didaktika dengan pihak Andri Rivelino yang diwakili Kuasa Hukumnya Slamet Hasan di Lobby PTUN Jakarta Timur:

 

Apa yang menjadi alasan Andri Rivelino menggugat UNJ dalam hal ini Dekan FIS ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)?

Saya ingin mendudukan masalah ini dulu. Karena Anda dan mahasiswa sudah membullying klien saya (Andri Rivelino) tidak karu-karuan. Anda kan selama ini udah memvonis, mencela. Anda pernah tidak mengkonfirmasi kepada Andri? Meskipun saya baru diberikan kuasa di PTUN  saya juga baca Didaktika. Saya juga baca berita kalian. Saya bisa melaporkan kalian nanti. Menurut saya Kalian bukan pers, tapi penyebar fitnah.

Iklan

Fitnahnya seperti apa?

Coba aja kalian baca sendiri. Saya sudah baca itu. Kalo kalian pers harusnya kalian berimbang!

Seperti apa keberimbangan maksud bapak?

Seharusnya kalian tahulah sebagai pers. Jadi, tidak hanya sepihak. Tidak hanya dari pihak NA lah. Saya lihat di beberapa edisi di Didaktika itu. Saya lihat Andri itu tidak ada memberikan komentar. Tidak diberikan hak jawab, itu tidak ada. Paling tidak ketika kalian mewawancarai, kalian hanya  memuat komentar dari FIS maupun ibunya, harusnya kalian juga harus memuat informasi dari Andri. Jadi tidak hanya sepihak dari mereka. Saya pernah baca edisi “Andri Divonis Bersalah” (yang benar: Divonis Bersalah, Andri Lapor Polisi). Kalian memang tahu dia divonis?

Kita tahu dia diputus oleh Dekanat dan Senat Fakultas Ilmu Sosial (FIS). Lewat SK itu memang bukan sebuah vonis?

Kalian tahu bagaimana proses vonis itu berjalan? Sampai keluar keputusan itu? Nah, itu yang kalian tidak cermati. Andri dilaporkan itu pada 25 atau 28 Maret 2015 oleh ibunya korban, SD. Ibunya malam-malam datang ke Dekan FIS dengan tuduhan pelecehan dan segala macam. Dekan akhirnya menyuruh ibu itu membuat laporan tertulis. Sehingga pada tanggal 1 April Andri  dipanggil oleh dekan dan ibunya itu untuk depertemukan.

Nah, disana kalian tahu pengakuan Andri? Andri itu pada tanggal 8-10 Maret 2015 itu tidak di rumah.

Andri melakukannya kan memang tidak di rumah, tapi dikontrakannya?

Itu maksud saya. Jadi Andri tidak ada di tempat bersama FN. Dia menengok anaknya disana di Sukabumi. Jadi mana mungkin Andri melakukan itu (pemerkosaan).

Itu dari versinya Andri?

Iklan

Kalian (DIDAKTIKA) juga memuat versinya FN. Kalian percaya mana?

Betul kita memuat versi korban. Kita percaya keputusan Dekanat dan Senat FIS, pak.

Hehehe. Itu hak kalian lah. Tapi makanya kalian jangan membully (Andri). Itu makanya jangan memvonis duluan. Dasar hukumnya tidak jelas. Itu dosanya minta ampun. Karena kalian tidak memberikan kesempatan kepada pak Andri. Kalian hanya memuat versi ibunya dan dekan. Saya bisa melaporkan kalian (DIDAKTIKA)

Surat Keputusan (SK) Dekan FIS itu tidak bisa dijadikan landasan hukum, pak? Pak Andri sudah kita mintai keterangan lewat dua no nya yang Kami tahu (08121896993, 085718135835). Tak satupun permintaan kami direspon oleh beliau. Bukankah kita sudah berusaha untuk memuat versi beliau. Bapak sudah tanya ke beliau soal itu? Jangan-jangan beliau yang memang menghindar dan tidak berusaha untuk mengklarifikasi?

Tapi di sidang dengan dekanat Andri sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk membela. Padahal, dia sudah membantah tuduhan ibunya si NA itu. Tanggal 9 atau 10 (April) itu Andri tetap menyangkal tudahan itu. Tanggal 16 Andri memberikan sumpah sama si FA. Tapi disana dia sudah menerima SK itu. Jadi sudah ada SK sebelum ada sumpah itu, sebelum tanggal 16 itu. Itu gimana? Iya kan.

Bukannya sidang dan keluarnya SK itu tanggal 23, pak, bukan 16?

Oke saya lupa mungkin itu. Oh iya, SK-nya 23 keluar tapi tanggalnya di SK itu tanggal 16. Coba kalian cek lagi. Nah, kenapa Andri itu melaporkan ke PTUN? Andri itu melawan keputusan, bukan universitas. Melawan ketidakadilan. Justru Andri itu akan menegakkan keadilan. Jadi kalian jangan menganggap ini melawan institusi, tapi melawan ketidakadilan.

Andri itu diperlakukan tidak adil. Bagaimana coba. Di berarti hanya datang di tanggal 8 April saja, karena di tanggal 16 dia sudah dibuatkan SK. Padahal dia disidang pada 23 April. SK Dekan no 25 tertanggal 16.

Menurut bapak dekan tidak boleh mengeluarkan keputusan?

Dalam gugatan saya dekan itu berwenang atau tidak mengeluarkan SK itu. Kedua, jika dia berwenang, dia menjalankannya itu secara berimbang tidak. SK itu dikeluarkan dengan tata aturan yang baik atau tidak. SK itu diambil sesuai prosedur atau tidak.

Menurut bapak dan Andri memang SK itu tidak sesuai prosedur?

Menurut saya tidak. Karena, pertama SK itu hanya berdasar asumsi-asumsi. Hanya atas pelaporan si FN itu. Buktinya ada gak kalo ada pelecehan itu?

Mungkin tidak pak, mahasiswi iseng-iseng mau mengaku bahwa dia dinodai oleh dosen di depan pejabat-pejabat dekanat? Atau dari jejak rekam Andri sebelum-sebelumnya yang berprilaku serupa di FIS terhadap mahasiswinya?

Mana buktinya?

Dia diproses di jurusan/birokrat itu bukan sebuah bukti?

Sori. Jadi pak Andri pernah cerita, jika ada mahasiswa yang menyebarkan fotonya. Dia melapor polisi karena difitnah juga. Fotonya tidak jelas.

Foto bermesraan maksudnya pak?

Bukan. Jadi ada foto orang lain sama perempuan. perempuan itu diisukan dengan pak Andri. Jadi foto itu disebar ke kajur dan beberapa orang. Nah, pak Andri sudah sejak dulu jauh sebelum masalah ini sudah ditarget namanya. Makanya dia lapor polisi.

Maksud bapak ada yang menargetkan Andri ini untuk menjatuhkan dia?

Kalian tafsirkan sendiri. Kalian kan pers. Cari tahu sendiri. Jadi dia sudah jauh-jauh hari (dijadikan target). Oke kita fokus lagi ke masalah ini. Ada mahasiswa yang mungkin tidak suka sama beliau (Andri). Misal begini, ‘Saya diperkosa oleh si A. Tanggal 5 April di kos-kosan. Dia menyekap dan melucuti pakaian saya’. Hanya selembar kertas itu bisa memastikan kalo saya diperkosa? Dengan itu Dekanat FIS memberikan sanksi hanya dengan surat itu. Sementara Andri tidak diberikan porsi untuk memberikan pembelaan diri.

Menurut bapak porsinya harus seberapa untuk Andri agar dia merasa ncukup untuk membela diri? Memang ketika tanggal 1, 9, dan 16 dia kurang cukup dalam membela diri?

Buktinya ada tidak kalo Andri melakukan itu?

Bukti yang bapak maksud seperti apa, pak? Rok, bajunya, kerudungnya harus robek-robek? Tidak dekan seorang juga, kan yang memutuskan. Tapi senat dan tim kode etika juga yang memberi keputusan itu? Atau seperti saya bilang, apa mungkin ibunya, korban mengadu ke depan para pejabat dan diketahui mahasiswa hanya untuk sensasi atau hanya sentimen dengan Andri?

Apakah hukumnya sudah sesuai? Harus sesuai prosedural dong.

Berarti Dekanat FIS tidak prosedural?

Kalian jangan pikir saya baru kali ini saja berurusan begini. Saya bukan hanya melawan UNJ tapi pernah juga melawan kampus-kampus lain. kampus juga dalam memutuskan bisa saja salah, bahkan melanggar hukum. kalian tahu tidak?

Tidak. UNJ melanggar hukum, pak?

Nah, itu yang nanti saya akan jelaskan di persidangan. Pak Andri tidak diberikan porsi seimbang, tadi saya katakan.

UNJ terlalu cepat mengambil keputusan?

Bukan cepat atau tidaknya. Ini soal kehati-hatian.

UNJ tidak berhati-hati?

Kalian terjemahkan sendiri!! Yang jelas, kenapa Pak Andri melaporkan ini, pertama, karena diperlakukan tidak adil. Kedua, kita merasa ini (SK) menabrak aturan. Nah, beberapa poin yang akan Kami gugat. Itu saja.