kesadaran kritis perempuan terhadap hak-haknya akan mengikis diskriminasi atas perempuan

 

Aktivis penggiat hak-hak perempuan dan kesetaraan gender mengajak kepada kaum perempuan untuk bangkit melakukan perubahan untuk menghapus praktik kekerasan seksual dan diskriminasi atas perempuan. Desakan tersebut disampaikan dalam acara Seminar Membangun Alat Monitoring 10 Agenda Politik Perempuan dalam Perspektif Perdamaian yang diselenggarakan Asian Muslim Action Network (AMAN), Jumat (29/5) di Wisma Hijau Ci Manggis, Depok.

 

10 Agenda Politik Perempuan yang dideklarasikan oleh Indonesia Beragam yang merupakan perkumpulan organisasi perempuan sipil dan lembaga swadaya masyarakat. Sepuluh agenda politik tersebut yaitu pengakhiran kemiskinan perempuan, kesehatan reproduksi, pekerjaan yang layak, keterwakilan perempuan dalam politik, kekerasan terhadap perempuan, pendidikan, perempuan di wilayah konflik dan bencana, kebebasan beragama serta hukum yang tidak diskriminatif pada perempuan dan anti-korupsi.

Sri Palupi selaku pemerhati isu gender dari The Institue for Ecosoc Right mengatakan bahwa perempuanlah yang mesti terdepan untuk bergerak mengawal isu-isunya. Jika perempuan tidak bergerak, isunya akan terus tersendat. “Karena apa? Yang merasakan kesulitan itu pasti perempuan. Bukan laki-laki,” tegasnya.

Iklan

 

Lebih jauh lagi, Sri Palupi mencontohkan banyak gerakan kaum perempuan di daerah-daerah yang berhasil karena solidnya solidaritas mereka. Seperti di Lembata Nusa Tenggara Timur yang berhasil mengusir pertambangan emas. “mereka tidak peduli menghadapi kekerasan ketika ada tindakan represif dari aparat. Jika hidup perempuan terancam, mereka punya daya tahan dalam berjuang, tambang emas pun mundur” ujarnya.

 

Apalagi menurutnya, Undang-Undang Desa yang saat ini sudah disahkan sangat memungkinkan perempuan Indonesia berpartisipasi lebih banyak dalam pembangunan. Meskipun tantangannya tak kalah banyak. “Jika perempuan tidak sadar akan hak-haknya dan terorganisir dengan baik, peluang ini akan sia-sia,” pungkasnya.

 

Sementara itu, pembangunan dunia pun saat ini mencantumkan isu perempuan menjadi poin tersendiri. Seperti program Sustainable Development Goals (SDGs) yang melanjutkan Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir 2015 ini.  Menurut Hamong Santono, peluang ini tentunya harus dimanfaatkan sebaik mungkin oleh perempuan, “Kita harus mengawal pemerintah untuk menjalankan program PBB ini. karena di MDGS itu tidak ada yang spesifik soal perempuan,” tergas aktivis International NGO Forum Indonesia Development (INFID) itu.

 

Berbeda dengan Hamong, Sri Palupi menilai Indonesia tidak perlu menggantungkan diri terhadap program pembangunan duni tersebut, “Lah, mereka memaksa kita mengentaskan kemiskinan yang mereka buat. Kita dihisap. Mereka kan yang memiskinkan kita tapi mereka punya program buat kita untuk memberantas kemiskinan kita. Itu gimana?” ketusnya.

 

Tak hanya itu, menurut Sri Palupi agenda dunia tersebut sangat mendangkalkan nurani kemanusiaan.  Pasalnya, agenda dunia yang dikuasai kapitalis-kapitalis internasional menutup mata terhadap persoalan ketidakadilan, “ Mana mungkin? Persoalan kemiskinan itu lahir karena ketidakadilan. Masa yang miskin itu pendapatannya di bawah satu dolar. Itu saja tidak manusiawi,” lanjut Sri. “Makanya kaum perempuan dan rakyat umumnya harus mengukur indikator ekonomi yang melayani kehidupan. Bukan uang.”

Iklan

 

Oleh karenanya, Hanifa selaku Koordinator Indonesia Beragam yang mengeluarkan deklarasi 10 Agenda Politik Perempuan, mengajak perempuan untuk menghapus stigma bahwa perempuan merupakan masyarakat kelas dua. “kaum perempuan harus melakukan penyadaran publik agar masyarakat memahami dan memberikan dukungan terhadap upaya pemenuhan hak-hak perempuan,” tutup Aktivis Asian Moslem Action Network tersebut. Indra Gunawan