Gabungan organisasi pers dan organisasi pro demokrasi di Jakarta menggelar aksi tolak Revisi Undang-undang (RUU) Penyiaran, di depan Gedung DPR RI pada Senin (27/5). Dalam aksinya, mereka menuntut pembatalan berbagai pasal bermasalah yang berpotensi membungkam kebebasan pers dan berekspresi.

Massa aksi, Pewarta Foto Indonesia Jakarta, Fahri Fadlurrahman dengan gamblang menolak RUU Penyiaran karena akan mengekang kebebasan pers. Baginya, pengekangan tersebut terlihat dari salah satu pasal yang melarang liputan investigasi. Padahal, pers sebagai pilar demokrasi harus menjadi pengawas pemerintahan. Oleh karena itu, Fahri merasa sudah seharusnya seluruh wartawan menolak adanya RUU tersebut.

“Pers tidak bisa diam saja dengan adanya RUU ini karena akan mengekang kebebasan demokrasi,” tuturnya.

Senada, Sekretaris AJI Jakarta, Nina merasa RUU Penyiaran akan membatasi kebebasan pers dan demokrasi. Sebab, terdapat pasal yang berpotensi memidana para jurnalis televisi apabila menayangkan liputan investigasi. Ia khawatir hal itu akan mematikan demokrasi di negara ini. 

Baca juga: Mendorong Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Lewat Pameran 

Oleh sebabnya, Nina menuntut pasal-pasal bermasalah dicabut. Ia ingin anggota DPR melibatkan komunitas pers secara aktif dalam penyusunan RUU Penyiaran. Dalam tuntutan ini, ia ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menolak RUU Penyiaran, terlebih untuk komunitas pers. 

Iklan

“Kita akan desak dan menuntut DPR Komisi I untuk mendengar tuntutan yang diajukan secara luas. Kita bakal terus mengawal RUU Penyiaran ini,” tegasnya.

Menanggapi aksi tersebut, perwakilan DPR Komisi I, Muhammad Farhan mengungkapkan RUU Penyiaran terjadi sebagai konsekuensi adanya penyesuaian dari UU Cipta Kerja. Oleh karena itu, UU Penyiaran harus revisi sekarang. Ia menjelaskan RUU itu masih ada di badan legislasi. Nantinya, akan dibahas lagi dalam periode DPR sekarang atau di periode yang akan datang

Farhan mengatakan apabila revisi sudah dibuka, pasti ada berbagai kepentingan yang masuk. Ia berpendapat, salah satu kepentingan tersebut mungkin ingin merepresi kebebasan pers sehingga ada beberapa pasal bermasalah. Dirinya tidak tahu siapa yang mengusulkan pasal itu. Sebab, tidak semua anggota DPR Komisi I dan Badan Legislasi setuju UU Penyiaran direvisi.

Farhan sendiri mengklaim kontra dengan RUU Penyiaran ini karena pers sudah punya ranahnya sendiri di UU Pers. Maka dari itu, tidak seharusnya UU Penyiaran memasuki ranah pers. Ia juga ingin kebebasan pers tidak dibatasi sebab merupakan bagian dari pilar demokrasi keempat.

“Saya ingin kebebasan pers dan demokrasi tetap ada. Namun, nyatanya ada juga pihak yang ingin pers dan media dikontrol seperti dulu. Seperti ada tarik menarik dalam kepentingan politik,” pungkasnya.

Penulis/reporter: Adinda Rizki

Editor: Anisa