Aku memimpikan hal yang aneh tadi malam, bukan hanya aneh tetapi benar benar aneh. Apabila aku memberitakan hal ini kepada khalayak maka tidak ada yang akan percaya. Bagaimana mungkin, seorang sopir mikrolet sepertiku memimpikan hal tersebut dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dalam mimpi itu, aku terbangun di sebuah tanah lapang yang luas. Langit disana berwarna ungu janda, rumputnya berwarna hitam dan gersang, ada juga sebuah telaga emas. Lalu ada tiga batu besar dan mengambang di udara-seolah tidak ada gravitasi. Bentuknya pun membuatku bingung. Itu bukan bentuk batu yang sering kulihat, bukan pula bentuk roda ban atau kunci inggris.

Aneh.

Aneh.

Aneh.

Warnanya tidak masuk akal, belum pernah aku mendapati warna alam seperti itu. Aku sering berpergian bolak-balik rute cikini-jatinegara-kampung melayu, belum pernah seumur-umur kulihat langit jakarta berubah menjadi ungu janda. Jangan tanyakan soal tempat lain, sopir mikrolet sepertiku tidak memiliki biaya dan waktu untuk berkelana. Sibuk mengejar setoran, setoran, dan setoran.

Iklan

Begitupun dengan rumput hitam dan telaga emas. Pada taman-taman buatan pemerintah, tidak pernah kulihat rumput berwarna hitam. Ah tidak, aku pernah melihat rumput yang hitam dan gersang seperti itu sebelumnya. Benar!!! rumput seperti itu kutemukan di dalam berita erupsi gunung saat duduk di warung kopi mpok ipeh. Tapi tidak ada gunung dalam mimpiku, darimana warna hitam itu berasal? Apakah air dari telaga yang membuatnya hitam dan gersang seperti itu?.

Dan juga batu-batu tersebut, aku saja bingung menjelaskan bentuknya. Apalagi penjelasan terkait kenapa batu itu bisa mengambang disaat aku dan sekeliling terikat gaya gravitasi. Mungkin beginilah alam mimpi, abstrak, aneh, tidak masuk akal.

Hal yang lebih aneh terjadi ini adalah hal yang kumaksud tadi, teramat aneh. Langit dan semua benda benda yang ada disana dapat berbicara dan mengaku diri mereka Tuhan.

“Aku adalah Tuhan”

Langit, telaga, rumput, serta 3 batu bersahut-sahutan merapalkan kata tersebut. Bukankah Tuhan hanya ada satu? Bukankah Tuhan tidak memiliki bentuk?  Bukankah tuhan bercahaya? Mengapa benda benda aneh ini mengaku dirinya Tuhan? Kalau iya mereka tuhan, apakah manusia biasa sepertiku dapat bertemu dengan-Nya?. Dipenuhi rasa ganjil aku pun berlari dan terus berlari dan terus berlari. Entah kenapa aku hanya ingin keluar dari dunia ini, dunia yang seperti tidak ada ujungnya. Dan entah sejauh apapun aku berlari meninggalkan tempat tersebut. Masih terdengar kalimat

“Aku adalah Tuhan”

Kemudian terdengar suara berteriak memanggil

“SUNEEEPPP”

Bagaimana Tuhan bisa mengetahui namaku? Apakah Tuhan selalu mengetahui segalanya? Ataukah aku memang seterkenal itu? Tapi tunggu, ini bukan suara yang sama dengan benda benda aneh tersebut, ini suara Samad. Kenapa suara Samad ada di dalam mimpiku? Lengkap sudah keanehan mimpi ini.

“SUNEEPP, BANGUN KAGAK LU!” teriak Samad

Iklan

Dengan masih terkantuk-kantuk lalu mengawang-ngawang mana kehidupan nyata mana mimpi, perlahan kubuka mataku. Kudapati diriku telah basah karena berkeringat dan merasakan kelelahan yang sangat luar biasa. Ternyata mimpi tersebut bukan hanya aneh tapi juga melelahkan.

“Heh, malah bengong ni bocah. Lu belom mandi seminggu apa ya? keringetan gitu. Makanya Nep kalo punya uang jangan lu make buat yang laen, kipas bekas di Senen berapa sih, paling gocap.”

“Berisik, monyet!” Umpatku

***

Baca juga: https://lpmdidaktika.com/cerpen-kosong/

Sudah sebulan sejak aku memimpikan hal tersebut, hampir ingin kuceritakan kepada Samad-kawan baikku, tapi kutahan. Aku tidak ingin dituduh sebagai orang gila tentu, tidak ku ceritakan saja ia akan mengejekku, terlebih lagi jika kuceritakan. Karena penasaran, aku juga sempat mencari arti dari mimpi tersebut di mesin pencarian. Tapi hasilnya lebih tidak masuk akal dari mimpi yang ku alami, ada yang bilang aku akan menemukan kesialan dan untuk terlepas dari kesialan tersebut aku harus menemukan telaga mata air lalu mandi selama 9 hari  berturut-turut, dimana aku menemukan telaga di kota seperti jakarta ini. Untuk air bersih saja aku harus membelinya dengan harga yang mahal. Ada-ada saja.

Selama sebulan itu juga, tidak pernah aku melewatkan satu hari pun dengan tidak memikirkan mimpi-ku. Saat narik, sepanjang perjalan dari Pasar Senen, lalu Jatinegara, kemudian ke terminal Kampung Melayu aku melakukan banyak perenungan. Apakah mimpi-ku adalah benar adanya, bahwa Tuhan adalah benda-benda di sekeliling kita, bahwa Tuhan adalah perwujudan dari semua hal di dunia ini. Ooi, bisa bisanya aku berpikiran seperti itu, tamat sma saja tidak, sembahyang pun hanya pada hari-hari tertentu, bisa-bisanya aku memikirkan keberadaan tuhan.

 

Penulis: Anisa Inayatullah