Pemerintah resmi mensubsidi kendaraan listrik per 20 Maret 2023. Pengamat lingkungan sebut subsidi kendaraan listrik sebagai solusi palsu. 

Lewat konferensi pers yang diadakan pada Senin (6/3), pemerintah resmi menerbitkan aturan mengenai pemberian bantuan subsidi untuk pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Kebijakan tersebut berdasarkan Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program KBLBB.

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyebut program ini digaungkan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan ketahanan energi. Selain itu juga program ini dapat mewujudkan kualitas udara bersih dan ramah lingkungan. 

“Insentif itu dipakai untuk mempercepat industri KBLBB di Indonesia. Kita ambil contoh di Norwegia, di mana pemerintahnya pro terhadap program kendaraan elektrik,” ungkapnya. 

Luhut juga menyebut kebijakan subsidi pun digunakan untuk memperluas penggunaan kendaraan elektrik di masyarakat. Lebih lanjut, ia berharap pemberian subsidi dapat meningkatkan daya tawar Indonesia di mata investor. 

Di tempat yang sama, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan terdapat kuota sebanyak 200 ribu motor listrik dan 35.900 mobil listrik yang akan disubsidi sampai Desember 2023 mendatang. Nantinya, untuk motor listrik subsidi yang akan diberikan sebesar 7 juta rupiah. 

Iklan

Agus pun mengatakan pemerintah telah mengatur skema agar tidak terjadi pembelian berulang. Yaitu dengan memaksimalkan satu NIK hanya bisa untuk satu pembelian saja. 

“Pemerintah memastikan yang diberikan subsidi adalah orang-orang yang memang kita anggap berhak,” ujarnya. 

Selain itu, pemerintah juga menyediakan program konversi. Skemanya tukar motor berbahan minyak menjadi motor elektrik. 

Sementara itu, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu menyatakan subsidi kendaraan listrik merupakan solusi palsu. Baginya pemerintah hanya memindahkan sumber polusi saja. 

“Di kendaraan listrik mungkin tidak ada polusi tapi sumber listrik yang digunakan tetap batubara, ya kan sama saja,” ungkapnya pada Kamis (16/3). 

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Bondan Andriyanu

Oleh sebab itu, ia sampaikan, bila pemerintah benar-benar niat melakukan transisi energi bersih tidak bisa dilakukan dengan solusi palsu. Baginya penting untuk melakukan penataan dahulu di hulu tenaga listrik. Yaitu dengan menghentikan sepenuhnya penggunaan batubara. 

“Transisi energi yang benar adalah gunakan energi terbarukannya, misal di Eropa itu pakai kendaraan listrik sumbernya dari panel surya, bukan batubara,” ujarnya. 

Kendaraan listrik, bagi Bondan, hanya upaya pemerintah untuk menutup kelebihan suplai listrik yang mereka alami. Pemakaian tenaga batubara jadi lebih boros sebab listrik batubara yang dipakai PLN menggunakan sistem take or pay

“Meski itu gak dipakai tetap harus dibayar sama PLN, sebab PLN harus bayar sesuai kontrak awal,” ucapnya. 

Tidak hanya itu, Bondan juga skeptis terhadap klaim pemerintah perihal kendaraan listrik merupakan pengurai kemacetan di Jakarta. Baginya, kendaraan listrik yang bersifat pribadi hanya akan menambah permasalahan kemacetan di Jakarta saja. 

Iklan

Sementara, Dosen Manajemen Lingkungan UNJ Oot Hotimah menganggap konsep kendaraan listrik digunakan sebagai upaya menurunkan polusi udara di Ibu Kota. Mengingat emisi kendaraan di Jakarta sudah cukup mengkhawatirkan. 

Data dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyatakan pencemar polusi udara terbesar diduduki oleh kendaraan motor beroda empat dan dua. Keduanya menyumbang sekira 75 persen dari total polusi di Jakarta. 

Pemerintah, lanjut Oot, harusnya tidak hanya memberikan subsidi kendaraan listrik saja. Tapi harus juga membangun fasilitas penunjangnya. Berupa tempat pengisian kendaraan listrik. 

“Masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan bensin, harus didukung untuk beralih dengan fasilitas penunjang yang baik,” ujarnya. 

Selain itu, paradigma pembangunan kota pun harus mengedepankan aspek transportasi publik. Baginya, untuk mencapai target dalam transisi energi bersih, diperlukan peningkatan transportasi publik secara kualitas maupun kuantitas. 

“Jadi meski kendaraan listrik ada, tetap yang harus didukung adalah konsep transportasi massal yang murah, massal, dan tidak macet,” pungkasnya.

 

Reporter/Penulis: Izam Komaruzaman

Editor: Asbabur Riyasy