Massa aksi dari Aliansi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Melawan geruduk Gedung Rektorat pada Kamis (13/3). Mereka menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 267/UN39/HK.02/2025, khususnya Kalender Kemahasiswaan Semester Genap (122) Tahun Akademik 2024/2025 UNJ yang keluar pada Senin (3/3).
Koordinator aksi, Rahman Hakim menjelaskan SK Rektor No. 267 yang memuat Kalender Kemahasiswaan baru dapat membatasi kebebasan mahasiswa. Sebab, Kalender Kemahasiswaan itu diisi rambu-rambu warna yang mempersempit kegiatan mahasiswa.
Lanjutnya, tanggal warna merah, kuning, dan hijau terdapat pada Kalender Kemahasiswaan baru. Pengelompokan berdasarkan warna itu sebagai kriteria izin kegiatan mahasiswa. Namun, dari total 430 tanggal, hanya 41 tanggal yang membolehkan mahasiswa membuat kegiatan, sisanya tidak diizinkan dengan syarat.
“Penanggalan merah dan kuning pada Kalender Kemahasiswaan baru membatasi kebebasan mahasiswa untuk berekspresi. Kami menuntut Pihak Rektorat mencabut SK Rektor No. 267,” tegasnya.
Tambahnya, Aliansi UNJ Melawan juga menuntut pencabutan pricelist atau daftar harga sewa ruangan UNJ yang membebani mahasiswa. Sebab, berdasarkan poster pricelist Badan Pengelola Usaha (BPU) yang tersebar di media sosial, daftar biaya sewa ruangan untuk internal UNJ sangat mahal.
Rahman pun berasumsi pricelist sewa ruangan UNJ yang mahal dapat membebani semua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UNJ. Akibatnya, mereka pun tidak bisa melaksanakan program kerja (proker) dengan mudah karena kesulitan secara finansial.
“Sudah ada SK Rektor 267, sekarang ditambah dengan pricelist sewa gedung. Mahasiswa makin terkekang,” jelasnya.
Majelis Wali Amanat (MWA) dari unsur mahasiswa, Nirsa Ismi juga ikut aksi. Ia menyampaikan keluhannya terkait SK Rektor 267. Lanjutnya, pembuatan SK itu tidak melibatkan mahasiswa.
Nirsa kecewa dengan UNJ karena dirinya sebagai MWA, bahkan tidak dilibatkan. Menurutnya, dalam pengesahan SK Rektor No. 267, Pihak Rektorat hanya melakukan secara sepihak.
“Sangat disayangkan SK Rektor diterbitkan saja, tanpa melibatkan mahasiswa. Padahal, peraturan yang dikeluarkan untuk mahasiswa,” katanya.
Baca juga: SK Rektor 267 Mengancam Kebebasan Mahasiswa UNJ
Massa aksi Aliansi UNJ Melawan terus berunjuk rasa di depan Gedung Rektorat hingga Pihak Rektorat merespons. Aksi pun dilanjut dengan audiensi terbuka di Plaza UNJ.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Akademik, Ifan Iskandar berujar, SK Rektor No. 267 dilatarbelakangi keluhan warga sekitar kampus A UNJ. Mereka merasa tidak nyaman dengan kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan mahasiswa UNJ.
Lanjutnya, SK Rektor No. 267 juga berkaca pada tahun lalu. Saat itu, aksi demonstrasi dilakukan pada masa ujian penerimaan mahasiswa baru sedang berlangsung. Akibatnya, hal tersebut membuat calon mahasiswa baru yang sedang mengikuti ujian menjadi tidak fokus.
“Kami menjaga marwah akademik UNJ dengan mendengarkan keluh kesah warga sekitar,” ungkapnya.
Tambahnya, oleh sebab itu, Pihak Rektorat membuat rambu-rambu warna pada Kalender Kemahasiswaan. Tujuannya sebagai cara mengatur administrasi kegiatan mahasiswa UNJ.
Akan tetapi, Ifan mengakui kesalahanya karena tidak melibatkan unsur mahasiswa seperti MWA dalam pembuatan SK Rektor No. 267. Lanjutnya, ia pernah membahas SK itu dengan Ketua BEM UNJ periode sebelumnya, tapi masih sebatas diskusi saja. Hingga, SK tersebut disahkan, hanya rektor dan para wakilnya yang tahu.
“Ini kesalahan kami. Kami berjanji akan melibatkan unsur mahasiswa dalam pembuatan peraturan UNJ nanti,” ujarnya.
Klarifikasi Pricelist
Saat audiensi, Ketua Umum Badan BPU, Widya Sasmita turut hadir. Ia pun menanggapi pricelist sewa ruangan UNJ yang viral di media sosial. Lanjutnya, pricelist itu sudah ada dan diatur UNJ sejak 2020.
Namun, pricelist sewa ruangan tersebut bukan diperuntukkan mahasiswa, melainkan khusus staff internal UNJ atau masyarakat luar yang ingin mengadakan acara pribadi. Sebab, menurut Widya, acara pribadi dapat dikomersialkan sehingga membuat pemasukan bagi UNJ.
“Acara yang terkena biaya itu seperti pernikahan, seminar internasional yang mematok harga, dan konser musik,” imbuhnya.
Lanjutnya, kegiatan atau acara yang diselenggarakan mahasiswa UNJ tidak dibebankan biaya sewa ruangan. Tambahnya, dengan syarat, mereka harus mengikuti prosedur pengajuan ruangan yang diatur UNJ seperti tanda tangan dosen pembimbing.
Widya mengakui BPU masih minim melakukan sosialisasi terkait hal prosedural dan pricelist sehingga menyebabkan misinformasi di kalangan mahasiswa. Ia pun berjanji akan membuat masif sosialisasi tersebut melalui diskusi dengan mahasiswa dan publikasi video informatif.
“Tidak akan terjadi lagi misinformasi, kami jamin,” janjinya.
Audiensi ditutup dengan penandatanganan surat pernyataan di atas materai oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Akademik, Ifan Iskandar. Surat pernyataan tersebut berisi tiga tuntutan, yaitu: cabut SK Rektor No. 267 dalam waktu 1 x 24 jam, janji melibatkan mahasiswa dalam segala keputusan, dan jamin kebebasan berekspresi mahasiswa.
Selama aksi demonstrasi dan audiensi, Rektor UNJ, Komaruddin tidak terlihat. Berdasarkan informasi dari Kantor Humas dan Informasi Publik UNJ, ia tidak hadir karena harus mendatangi undangan acara di Istana Negara, Jakarta.
Penulis/Reporter: Hanum Alkhansaa R
Editor: Naufal Nawwaf