Rektor UNJ, Komarudin mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 267/UN39/HK.02/2025. Kebijakan ini dibuat minim partisipasi mahasiswa. Selain itu, kebijakan tersebut berpotensi membatasi kegiatan organisasi mahasiswa dan ruang kritis di kampus.
Kaget, begitulah perasaaan Majelis Wali Amanat (MWA) UNJ unsur mahasiswa, Nirsa Ismi saat mengetahui terbitnya SK Rektor Nomor 267/UN39/HK.02/2025 Tentang Kalender Kemahasiswaan Semester Genap (122) Tahun Akademik 2024/2025 UNJ yang keluar pada Senin (03/03). Dengan kata lain, SK Rektor Nomor 267.
Sebab dirinya merasa tidak pernah dilibatkan dalam membuat kebijakan tersebut. Padahal menurutnya, SK Rektor Nomor 267 sangat berdampak kepada sivitas akademika UNJ, terutama mahasiswa. Maka, ia menyayangkan terbitnya kebijakan tersebut.
“Peraturan kayak gini (SK Rektor Nomor 267) lebih baik dibuat melibatkan berbagai unsur mahasiswa,“ keluh Nirsa pada Jumat (07/03).
Tertera dalam kebijakan, segala bentuk kegiatan mahasiswa baik secara individu dan organisasi harus mempunyai izin pejabat terkait, dari tingkat fakultas sampai universitas. Tambah lagi, terdapat kalender kemahasiswaan yang menjadi pedoman mahasiswa dalam berkegiatan.
Berkaca pada kalender kemahasiswaan itu, terdapat tanggal yang diberi warna merah, kuning, dan hijau. Dalam penjelasan yang tertera, tidak diperbolehkan kegiatan kemahasiswaan pada tanggal berwarna merah. Selain itu, diperbolehkan kegiatan yang tidak menghimpun keramaian dan terdapat suara keras pada tanggal berwarna kuning. Lalu, diperbolehkan kegiatan mahasiswa pada tanggal berwarna hijau. Dari bulan Juli 2024 sampai September 2025, total ada 98 tanggal berwarna merah, 291 tanggal berwarna kuning, dan 41 tanggal berwarna hijau.
Bagi Nirsa, banyak ketidakjelasan yang terdapat dalam isi SK Rektor Nomor 267. Menurutnya, penentuan warna suatu tanggal dalam SK tersebut belum terang. Nirsa mempertanyakan nihilnya indikator suatu kegiatan yang dianggap dapat menghimpun keramaian dan terdapat suara keras.
“Harus jelas juga massa yang banyak berapa, apakah 500 atau 1.000 orang. Terus habis itu pengeras suara bagaimana, apakah yang ada sound horeg?“ kelakarnya.
Baca juga: Antara Surat Edaran dan Pengekangan Kebebasan Akademik
Nirsa merasa cemas SK Rektor Nomor 267 akan membatasi kebebasan mahasiswa. Jelasnya, bisa saja kegiatan mahasiswa yang membahas masalah kampus tidak ada lagi. Sebab, perizinan yang dilakukan jelimet, harus mendapat izin dari pejabat kampus dahulu.
Lanjut Nirsa, kegiatan mahasiswa banyak menyumbang prestasi kampus. Menurutnya jika kegiatan banyak dibatasi, prestasi kampus dapat menurun.
“SK ini yang nantinya menyulitkan UNJ, gimana mau menuju World Class University (WCU), tapi mahasiswanya saja untuk berkegiatan susah,“ tutupnya.
Keluhan juga datang dari Forum Ketua Gedung G (FKG). Sebagai informasi, FKG adalah perkumpulan berbagai organisasi mahasiswa tingkat universitas di UNJ. Ketua FKG, Muhammad Ramzy merasa tidak terlibat dalam pembuatan SK Rektor Nomor 267.
Senada dengan Nirsa, bagi Ramzy, banyak kerancuan yang terdapat dalam SK Rektor Nomor 267 karena minim partisipasi mahasiswa ketika kebijakan tersebut dibuat. Maka pikirnya, pihak kampus perlu menjelaskan secara dalam mengenai SK ini kepada para mahasiswa.
“SK ini berpotensi membuat organisasi mahasiswa sulit menentukan tanggal kegiatan,“ ucapnya pada Jumat (07/03).
Demi Aman dan Nyaman
Direktur Kemahasiswaan UNJ, Yasep Setiakarnawijaya menjelaskan alasan terbitnya SK Rektor Nomor 267. Baginya, kebijakan ini muncul dipengaruhi sejumlah masalah dalam kegiatan mahasiswa UNJ.
Yasep mencontohkan kegiatan mahasiswa yang memakai pengeras suara di Teater Terbuka UNJ. Tambahnya, kegiatan seperti itu sering mendapat keluhan dari masyarakat yang tinggal di sekitar Kampus A UNJ karena menghasilkan musik bising.
Maka menurut Yasep, SK Rektor Nomor 267 muncul agar kegiatan mahasiswa berjalan lancar dan tidak menimbulkan masalah dari berbagai pihak. Baginya, kebijakan itu mendorong pengadministrasian kegiatan mahasiswa, sehingga mempermudah koordinasi pihak kampus dengan penyelenggara acara.
“Kita berupaya secara administratif untuk keamanan dan kenyamanan semua pihak,“ jelas Yasep pada Jumat (07/03).
Meski begitu, Yasep tidak menjelaskan secara lanjut indikator rinci suatu kegiatan dianggap mengganggu atau tidak. Hematnya, hal seperti itu tidak perlu ada karena akan membuat ruang mahasiswa menjadi sempit.
“Kita coba tidak menjelaskan secara detail. Tidak perlu izin selama kegiatan mahasiswa berjalan baik-baik saja. Semisal seperti mahasiswa yang sekadar berdiskusi di lobby gedung kuliah UNJ,” tutur Yasep.
Penjelasan mengenai SK Rektor Nomor 267 juga disampaikan oleh Kepala Sub Direktorat Pengembangan Karakter, Minat, Bakat, Penalaran dan Prestasi UNJ, Slamet Sukriadi. Dirinya mengatakan, kebijakan ini bersifat tidak mengikat.
Tambah Slamet, SK Rektor Nomor 267 hanya bersifat administratif agar pihak kampus tahu terkait rencana suatu kegiatan mahasiswa. Maka menurutnya, birokrat terkait dapat melakukan mitigasi masalah dari suatu kegiatan.
Slamet pun membahas tentang kalender kemahasiswaan yang telah diberi warna setiap tanggalnya. Ia berpendapat, hal ini bersandar pada kalender akademik. Tujuannya agar kegiatan akademik mahasiswa tidak terganggu.
“Kita ingin kegiatan akademik beriringan dengan dinamika kerja organisasi,“ ucap Slamet pada Jumat (07/03).
Dalam penjelasan selanjutnya, tanggal berwarna merah dalam kalender kemahasiswaan pertanda sedang masa ujian mahasiswa. Dengan begitu, ia berharap organisasi mahasiswa libur kegiatan dahulu, supaya tidak bentrok jadwal kuliah.
Di sisi lain, tanggal berwarna kuning hampir dominan tertera di kalender akademik. Dalam pengertian Slamet, warna ini ditujukan untuk menghimbau kehati-hatian mahasiswa dalam berkegiatan agar tidak menimbulkan gangguan kepada sivitas akademika dan warga di pemukiman sekitar UNJ. Menurutnya, tidak ada larangan menggunakan pengeras suara dan menghimpun keramaian pada tanggal berwarna kuning.
Baca juga: Hari Perempuan Internasional: Suara Perlawanan dari Masyarakat Rentan
Selanjutnya, Slamet mengatakan, tanggal berwarna hijau menandakan libur kuliah. Selain itu menurutnya, tanggal berwarna hijau bertepatan dengan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB).
“Saya ingin semua kegiatan kemahasiswaan tuh sebanyak-banyaknya. Gak ada yang gue larang, tapi kita ingin kegiatannya tahu situasi,“ tutupnya.
Pengekangan Demokrasi Kampus
Ketua Green Force UNJ, Rahman Hakim dengan tegas menolak kebijakan SK Rektor Nomor 267. Sebab baginya, kebijakan tersebut akan membatasi ruang gerak mahasiswa.
Lanjut Rahman, ia jauh dari kata sepakat dengan pihak kampus yang menyatakan SK Rektor Nomor 267 tidak bersifat mengikat. Menurutnya, secara umum SK bersifat mengikat. Tambah Rahman, SK Rektor Nomor 267 sangat bersinggungan langsung dengan mahasiswa.
Rahman menilai pembuatan SK Rektor Nomor 267 sangat minim partisipasi mahasiswa. Menurutnya, hal itu bisa dilihat dari tidak dilibatkannya MWA unsur mahasiswa dalam pembuatan kebijakan.
“Di sini sudah jelas bahwasanya rektorat tidak peduli dengan suara mahasiswa,” tegas Rahman pada Sabtu (08/03).
Lanjut Rahman, munculnya SK Rektor Nomor 267 menandakan pimpinan kampus yang ingin mempunyai kekuasaan lebih atas kontrol kegiatan mahasiswa. Lewat kekuasaan lebih itu, jelasnya pihak kampus bisa membatasi izin pada kegiatan mahasiswa yang tidak sejalan dengan kepentingan mereka.
“Harapannya adalah SK Rektor dicabut, sehingga mahasiswa lebih leluasa dalam melakukan kegiatan kampus,” harapnya.
Sama seperti Rahman, Sekretaris Jenderal Solidaritas Pemoeda Rawamangun (Spora), Nugroho Taufiq menentang adanya SK Rektor Nomor 267. Sebab menurutnya, kebijakan itu menjadi masalah pelik bagi organisasi ekstra mahasiswa di UNJ seperti Spora. Jelas Nugroho, lantaran tidak terikat langsung dengan birokrasi UNJ, organisasi ekstra akan sangat sulit berkegiatan di lingkungan kampus.
Adapun menurut Nugroho, SK Rektor Nomor 267 malah membatasi ruang demokrasi di kampus. Sebab, birokrat kampus menjadi penentu mutlak diadakannya kegiatan mahasiswa. Dengan begitu menurutnya, kemungkinan besar akan ada penolakan sepihak dari pihak kampus terhadap kegiatan mahasiswa yang kritis.
“Sudah sekarat atau mungkin sudah mati demokrasi di UNJ. Kampus sebagai ruang intelektual seharusnya memberi contoh dalam menciptakan ruang kebebasan dan ekspresi akademik,“ tegas Nugroho pada Sabtu (08/03).
Nugroho mengatakan, terbitnya SK Rektor Nomor 267 tidak dapat dilepaskan dari UNJ yang kini berstatus sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Menurut Nugroho, kampus-kampus PTN-BH dituntut mencari pendapatan sendiri layaknya korporasi.
Dengan demikian bagi Nugroho, sifat korporasi yang sangat mementingkan citra akhirnya melekat. Maka, stabilisasi kampus perlu diperkuat untuk menjaga citra lewat SK rektor Nomor 267.
Prediksi Nugroho, di waktu mendatang kenaikan biaya kuliah kemungkinan besar meroket imbas pemangkasan anggaran oleh pemerintah. Dirinya juga menduga hadirnya SK Rektor Nomor 267 untuk meredam gerakan mahasiswa yang melawan wacana kenaikan biaya kuliah.
“Jelas mahasiswa mesti bersolidaritas dan melawan dong. Masa ada potensi yang bisa merugikan tetapi diam saja. Saatnya mahasiswa UNJ bersatu!” serunya.
Reporter dan Penulis : Andreas Handy dan Zaki
Editor: Arrneto Bayliss