Warga Kampus A UNJ merasa resah dengan sistem pembayaran nontunai di Kantin Blok M.

Gedung Kantin Blok-M sudah mulai beroperasi, para pedagang mulai berjualan sejak Senin (14/8). Perpindahan kantin tersebut juga diiringi dengan rentetan peraturan baru yang harus dihadapi oleh para pedagang. Salah satunya sistem pembayaran yang tidak lagi menggunakan uang tunai, karena akan menggunakan metode pembayaran nontunai dengan QRIS.

Kepala Divisi Bidang Pengembangan Aset Badan Pengelola Usaha (BPU) UNJ, Rahman mengatakan penerapan sistem pembayaran nontunai bertujuan untuk memudahkan pemotongan tiga persen dari penghasilan pedagang.

Dimana potongan tiga persen tersebut akan langsung disetorkan ke pihak kampus, dan sisa 97 persen penghasilannya akan langsung masuk ke rekening pedagang.

“Makanya semua pedagang harus menggunakan QRIS untuk mempermudah pemotongan dana tiga persen itu,” ungkap Rahman pada Rabu (16/8)

Rahman juga mengharapkan wacana sistem pembayaran nontunai akan diterapkan secara menyeluruh pada minggu ketiga bulan Agustus, namun hingga berita ini diturunkan para pedagang masih menerima pembayaran dengan uang tunai. Ia mengungkapkan hal tersebut terjadi karena QRIS belum tersedia untuk seluruh pedagang.

Iklan

Salah satu pedagang di Kantin Blok M, Kasori merasa pemotongan tiga persen dari pendapatan saja sudah memberatkan pedagang. Ditambah lagi, penerapan sistem pembayaran nontunai yang diwajibkan ke seluruh pedagang.

“Semua pedagang keberatan, apalagi kalau pakai QRIS kita dibatasi cara ambil uangnya,” keluhnya.

Pedagang kantin lain, Tatang juga menentang sistem pembayaran tersebut. Menurutnya, sistem pembayaran nontunai terlalu dipaksakan jika diterapkan secara menyeluruh. Karena tidak semua pembeli memiliki rekening atau uang elektronik.

“Mahasiswi kan tidak semuanya pakai QRIS, tidak semua berasal dari golongan atas. Ada juga yang uangnya pas-pasan,” ucap Tatang.

Tidak hanya pedagang yang merasa resah, petugas kebersihan UNJ, Kurnia Indrayani juga merasa keberatan dengan sistem pembayaran nontunai. Ia menilai tidak semua warga kampus memahami bagaimana menggunakan QRIS, semisal temannya yang tidak mengerti bagaimana membayar dengan sistem nontunai.

Selain itu, Kurnia beranggapan sistem pembayaran nontunai akan memberi dampak buruk kepada pedagang. Baginya, sistem tersebut membuat orang malas membeli di Kantin Blok M. Ia pribadi akan lebih memilih pedagang yang masih menerima pembayaran tunai.

“Kalau diadakan sistem pembayaran seperti ini ya saya tidak setuju, karena mempersulit proses jual beli,” ucap Kurnia.

Melihat sistem pembayaran tersebut, mahasiswa Pendidikan Sejarah, Khaliful Islah mengungkapkan sistem pembayaran non-tunai merupakan suatu bentuk dari kemajuan teknologi. Namun, menurutnya pihak kampus harus melihat sisi lain juga, di mana tidak semua mahasiswa bisa menggunakan uang elektronik.

“Bahkan saya lebih suka pakai tunai, soalnya belum punya rekening. Alangkah baiknya, pihak kampus kasih sosialisasi terkait hal tersebut,” tutur Islah.

Senada, mahasiswa Sastra Indonesia, Chrustine mengatakan seharusnya sistem pembayaran di kantin bisa menggunakan tunai dan nontunai. Sebagai seseorang yang lebih sering menggunakan uang tunai, ia berharap Kantin Blok M bisa tetap menggunakan uang tunai untuk pembayaran.

Iklan

“Sebenarnya saya kontra dengan sistem pembayaran nontunai yang menyeluruh. Harusnya sih pembayaran bisa dengan keduanya,” pungkas Chrustine.

 

Reporter/Penulis: Anna Abellina

Editor: Ihsan