Aliansi GEBRAK kembali turun ke jalan. 6.000 massa aksi dari berbagai elemen meramaikan aksi tolak UU Cipta Kerja.

Selasa (20/10), sekumpulan massa memenuhi depan kampus Univerrsitas Indonesia Salemba. Massa berseragam merah dan bertopi caping, mencirikan bahwa mereka adalah buruh dan petani, yang tergabung dalam aliansi Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK). Massa tersebut, akan menggelar aksi tolak UU Cipta Kerja/Omnibus Law. Sebelumnya, pada Kamis (8/10), GEBRAK juga menggelar aksi yang sama, berujung dipukul mundurnya massa aksi oleh aparat kepolisian.

“Hidup buruh, hidup petani, hidup mahasiswa dan pelajar, hidup rakyat Indonesia.” Pekikan tersebut terdengar dari mobil komando, dan disambut ramai oleh massa aksi. “Tuntutan kita adalah menuntut presiden untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU),” ucap Jumisih selaku koordinator lapangan dari mobil komando.

Tepat pukul 13.00, massa aksi menuju istana merdeka sebagai titik akhir dari aksi tolak UU Cipta Kerja. Nyanyian-nyanyian perjuangan, mulai dari darah juang, totalitas perjuangan, sampai internasionale berkumandang di sepanjang jalan salemba menuju istana merdeka. Orasi-orasi politik silih berganti disampaikan oleh pimpinan organisasi.

Nining Elitos, ketua Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), menyebut bahwa pemerintah dan DPR lah yang justru membuat sengsara rakyat dan membuat penjajahan di bangsa sendiri. Tidak hanya itu, DPR juga yang mengangkangi konstitusi negara.

Terakhir Nining menyampaikan jika UU Cipta Kerja tetap dilaksanakan, “PHK terus terjadi, penggusuran terus dibiarkan. Mereka tidak berpihak kepada rakyat.”

Iklan

Sementara itu, Dewi Kartika, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), juga turut mengkritik UU Cipta Kerja. Ia mengatakan, UU ini mengancurkan perjuangan reforma agraria. Oleh karena itu, presiden harus bertanggung jawab atas UU tersebut dan menerbitkan PERPPU. “Kami kembali turun untuk mengingatkan hal tersebut,” pungkas Dewi dalam menutup orasinya.

Aksi tersebut turut diwarnai penyerahan segenggam padi kepada warga Kwitang, sebagai simbol solidaritas. Sebelumnya, pada Kamis (8/10), wilayah Kwitang menjadi tempat evakuasi bagi massa aksi yang direpresi oleh aparat.

“Terima kasih warga Kwitang, terima kasih warga Kwitang,” ucapan tersebut berkumandang dari mobil komando, disambut dengan tepukan tangan dari warga.

Warga Kwitang pun turut menyemangati massa aksi. “Semangat, semangat, Allah melindungi kalian,” ucap salah satu warga sambil melambaikan tangan kepada massa.

Pada aksi ini, petani pun mengutarakan keluhannya terhadap UU Cipta Kerja. Erwin Rusdiana, petani asal Cianjur ini menceritakan, “kehidupan petani sudah mengalami kesulitan, maka jangan dipersulit oleh UU Cipta Kerja.”

Ia menjelaskan, wilayah yang saat ini seharusnya menjadi hak bagi petani, belum sepenuhnya terpenuhi. “Hanya 30% dari 100%,” ucapnya yang juga menjadi koordinator Paguyuban Petani Cianjur.

Sama halnya dengan Erwin, Yusuf Hanif juga mengalami hal yang sama. Pengakuan atas tanah yang sudah digarap oleh petani belum dilakukan oleh pemerintah. Padahal, para petani sudah menggarap lahan seluas 11.000 hektar selama 20-40 tahun. Bahkan, tiap tahunnya para petani Cilacap menyumbangkan 40.000 ton beras.

Tidak hanya sektor ketenagakerjaan dan agraria, UU Cipta Kerja pun merugikan sektor pendidikan. Padahal, sebelumnya, sektor pendidikan sudah dikeluarkan dari UU tersebut. Uly Mega Septiani, mewakili Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) menyebutkan, Investasi di sektor pendidikan semakin diberi karpet merah dan pendidikan semakin mahal. Sehingga, akses pendidikan semakin sulit.

Aksi diakhiri dengan pernyataan sikap aliansi GEBRAK. Pembacaan sikap disampaikan oleh Nining Elitos, didampingi Dewi Kartika dan Ilhamsyah (KPBI), sebagai berikut :

1. Bersama-sama melakukan PEMBANGKANGAN SIPIL TERHADAP OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA. Artinya, kita harus mengabaikan UU ini meskipun sudah disahkan, dan MENDESAK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNTUK MENCABUTNYA.

Iklan

2. TURUN AKSI KE JALAN dengan damai dan lantang, menyuarakan tuntutan cabut Omnibus Law untuk memberikan tekanan politik kepada rezim dan negara hingga Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagai tanda bahwa telah dicabut atau dibatalkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.

3. MEMBANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT AKAR RUMPUT NASIONAL, oleh sebab itu, apabila ada sesama rakyat yang melakukan aksi turun jalan, mari saling menguatkan, membantuk, dan melindungi mereka bila ada amuk amarah aparat maupun preman bayaran penguasa.

Reporter/Penulis: Ahmad Qori H.

Editor: Uly Mega S.