Selesainya kasus pencabutan surat Drop Out ketua BEM UNJ, tidak menjamin mahasiswa lainnya bisa bernasib sama dengan Ketua BEM
Kasus Drop Out (DO) yang menimpa Ketua badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ronny Setiawan memang sudah usai. Akan tetapi, bukan berarti beberapa mahasiswa lainnya yang terancam DO bisa langsung bebas seperti Ronny. Hal ini yang dialami oleh Andika Baehaqi dan Jati Aprianto. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial (FIS) tersebut belum dapat bernapas lega. Keduanya pada Kamis lalu dipanggil Dekanat FIS untuk membuat permohonan maaf kepada rektor.
“Kami diminta untuk meminta maaf kepada rektor dengan disertai surat pernyataan yang dibuat oleh rektorat. Kami menolaknya,” ucap Jati. Berbeda dengan Ronny yang bersedia meminta maaf, kedua mahasiswa ini menolaknya. “Kami ingin mempertanyakan dulu, apa salah kami,” ungkap mahasiswa angkatan 2012 ini. Jati melanjutkan bahwa dirinya dan Andika Baehaqi merasa tidak melalukan hal-hal yang dianggap membahayakan kampus.
Selama pertemuan di ruang Dekan FIS, Jati dan Andika bersikukuh kalau pun memang pernah melakukan kritik, kritik yang dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap kampus. Oleh sebab itu, Jati dan Andika enggan untuk meminta maaf kepada rektor. Andika menjelaskan, Melihat sikap kukuh mereka berdua, Muhammad Zid Dekan FIS menelpon rektor. Saat dekan mengomunikasikan hal tersebut dengan rektor, rektor menyatakan akan mengurus berkas pelaporan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh Andika dan Jati ke Polisi Daerah (Polda) Metro Jaya. “Jadi tuntutannya baru lagi, bukan DO melainkan pencemaran nama baik,” imbuh Andika.
Ketika dimintai keterangan oleh Didaktika, Muhammad Zid menolak memberikan keterangan. Namun, hal tersebut dibenarkan oleh Muchlis R. Luddin Pembantu Rektor (PR) I UNJ. “Pak rektor awalnya sudah melaporkan semua mahasiswa yang terindikasi melakukan pencemaran nama baik. Untuk mencabut itu semua, harus ada pernyataan permohonan maaf melalui surat atau media sosial yang bersangkutan,” ungkapnya seusai rapat pertemuan dengan pengurus organisasi mahasiswa (ormawa) dan organisasi pemerintahan mahasiswa (opmawa), Kamis (07/01).
Muchlis menceritakan bukan perkara mudah untuk meyakinkan Rektor agar mau mencabut surat DO dan tuntutan pencemaran nama baik. “Rektor pernah bilang ke saya, lebih baik mati daripada mencabut surat itu lagi,” ungkapnya. Oleh sebab itu, Muchlis menyarankan kepada Andika dan Jati yang hadir diacara tersebut untuk berbesar hati meminta maaf. “Sudah minta maaf saja, biar tidak berlarut-larut,” imbuhnya.
Akan tetapi, Jati dan Andika tetap tidak mau meminta maaf sampai ada penjelasan dari pihak rektorat terkait pencantuman nama mereka dalam daftar mahasiswa yang akan di DO. “Kami tidak akan mundur, kalau harus ke ranah hukum, kami siap,” jawabnya kompak.
VRU