Perwakilan Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro bersama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, mengadakan audiensi dan pelaporan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), pada Kamis (24/10). 

Pelaporan ini, merupakan buntut dari relokasi paksa lapak berjualan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY). Adapun relokasi itu dilakukan untuk kebijakan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur-Yogyakarta-Prambanan.

Staff Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Rakha Ramadhan menjelaskan, proses relokasi PKL di sekitaran Malioboro dilakukan tanpa melibatkan pendapat PKL yang terlibat. Ia merasa bahwa para PKL seolah-olah diperlakukan sebagai objek dalam proses relokasi. 

Padahal, seharusnya mereka yang terdampak dilibatkan agar hak-hak masyarakat tidak dilanggar. Keterlibatan PKL dalam proses ini sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi juga memperhatikan kesejahteraan mereka yang terkena dampak langsung.

Perelokasian PKL ini juga diperkuat dengan penetapan Sumbu Filosofi Jogja sebagai warisan budaya tak benda oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Sumbu Filosofi Jogja merujuk pada konsep dan tata ruang yang ada di Yogyakarta, termasuk keberadaan jalan-jalan utama Malioboro yang memiliki makna budaya dan sejarah yang mendalam. 

“UNESCO sebagai lembaga Internasional seharusnya tunduk pada hak atas sosial, ekonomi dan budaya. Dalam perelokasian ini, seharusnya UNESCO melihat dari aspek sosial dan ekonomi,” Kata Rakha.

Iklan

Baca juga: Omong Kosong Ruang Aman Perempuan

Lebih lanjut, Rakha juga mengatakan sebelumnya sudah melakukan audiensi dengan Pemda DIY. Sayangnya tidak ada tanggapan responsif dari pihak berwenang, sehingga ia dan para pedagang lainnya mengunjungi Komnas HAM karena tindakan pasif tersebut. Beruntung, begitu melapor ke Komnas HAM ia bersama paguyuban pedagang ditanggapi dengan baik.

Sementara itu, pedagang terdampak relokasi, Arif, mengaku relokasi lapak jualan dilakukan dengan cepat tanpa menunggu tempat relokasi siap untuk ditempati. Hanya dalam 2 bulan, tepatnya pada Februari 2022, ia sudah dipindah ke teras Malioboro 2. 

Ia dan para pedagang lain baru saja mulai memulihkan kondisi ekonomi setelah pandemi Covid-19. Namun, perpindahan mendadak justru membuat kondisi ekonomi mereka kembali terpuruk.

“Dibanding lokasi saya yang dulu, jauh pendapatannya. Apalagi saat relokasi, tempat yang disediakan tidak lengkap. Jadi kita modal pakai uang sendiri, buat lengkapin toko,” ujarnya, pada Kamis (10/24).

Selaras dengan Arif, anggota paguyuban Pedagang Tridharma Upi, juga mengalami hal serupa. Ia mengungkapkan  relokasi para PKL membuat pendapatannya turun drastis. Hal ini, menurut Upi, akan menimbulkan efek domino yang berdampak pada pekerjaan lain di Malioboro, sehingga menyebabkan penurunan pendapatan bagi semua pihak yang terlibat. Apalagi, kata ia akan ada perpindahan lagi ke kawasan belakang pusat perbelanjaan Ramayana.

“Dipindah ke teras Malioboro 2 saja sudah mengeluh karena banyak yang tidak laku, apalagi kalau nanti pindah ke belakang?” tuturnya.

Upi menjelaskan, pedagang terbuka untuk relokasi jika mendapatkan pelatihan, jaminan dan sosialisasi terhadap tempat baru. Namun, pada kenyataannya tidak ada perbincangan terkait hal itu kepada para pedagang. Instruksi perpindahan dilakukan secara paksaan dan menggunakan represif.

Sehingga, pendapatan menurun sedang jaminan pun tidak ada. Apalagi hal itu semakin dipersulit dengan adanya lapak siluman yang mengisi teras malioboro. Sehingga pembagian lapak tidak terbagi rata pada PKL terdampak relokasi. Walaupun sempat melapor, upi melihat pemkot melindungi lapak siluman tersebut.

“Kalau lapaknya diambil lapak siluman ada yang berbagi satu lapak berdua, itu kami sebut paguyuban 2.0” kata Upi.

Iklan

Baca juga: Penempatan Mengajar Asal-Asalan, Guru Honorer Korban Cleansing Merana

Setelah melapor ke Komnas HAM, paguyuban pedagang dan LBH Yogyakarta berencana akan berlanjut melapor pada Kementerian pendidikan dan budaya, bagian Kebudayaan. Untuk mempertahankan PKL di Malioboro.

Upi menganggap, PKL sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari malioboro. Jika ada rencana KSPN, PKL dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk Malioboro jogja. Seharusnya selama tidak mengganggu pejalan kaki, Pemkot bisa memperkecil lapak dan mempercantik daripada merelokasi PKL di Malioboro.

“Kalau untuk pariwisata, toh menurut pendapat netizen Malioboro itu identik dengan PKL-nya kok” Ujarnya.

Penulis/reporter: Hanum Alkhansaa R dan Fadil B. Ardian

Editor: Annisa Inayatullah