Meski lulusan keguruan, mahasiswa UNJ tidak lantas bisa menjadi guru

 

Tujuan dari diadakannya PPG adalah untuk meningkatkan mutu para pengajar. “Dalam PPG diajarkan bagaimana mencetak mental menjadi guru,”ujar Mukhlis R.Luddin sebagai Pembantu Rektor (PR) I UNJ. Hal tersebut  tertera dalam UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 dan PP 74 Tahun 2008, yang menyebutkan secara yurudis dan akademik profesi guru berhak dimasuki oleh mereka yang bukan sarjana kependidikan. Pada UU tersebut LPTK sedianya bukan satu-satunya lembaga pencetak guru. Semua lembaga perguruan tinggi dapat memproduksi guru dengan mengikuti PPG. PPG secara khusus menjabarkan merencanakan proses mengajar hingga diperlihatkan struktur kurikulum. Dalam mata kuliah proses belajar mengajar di LPTK diajarkan membuat RPP kemudian cara mengajar hingga megevaluasi.

Menurut Saifurrahman salah satu dosen di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia berpendapat bahwa, “secara prinsipil sebetulnya antara kurikulum LPTK dengan PPG tidak memiliki perbedaan yang signifikan, hanya saja didalam PPG memiliki jangka waktu pelatihan lebih lama dari mata kuliah.” Perbedaan materi yang diajarkan di PPG dengan di LPTK ini dirasakan oleh Achmad Septian seorang mahasiswa pendidikan sejarah yang sedang mengikuti PPG “di PPG kami hanya diajarkan hal-hal yang bersifat pedagogi saja sedangkan untuk pendalaman materi sesuai bidang yang diampu tidak diajarkan,”katanya. Padahal yang diujikan saat UTN ( Ujian Tulis Nasional ) adalah materi sesuai bidang yang diambil.

PPG yang dinilai sebagai solusi untuk meningkatkan mutu para pengajar perlu dipertanyakan kembali. Hal itu diutarakan pula oleh Jimmy Paat yang ditemui siang (13/10), “semua harus PPG kalau tidak, berarti tidak memenuhi syarat,” katanya. Ia juga mengungkapkan bahwa adanya PPG adalah bukti lembaga kependidikan atau LPTK masih diragukan dalam mencetak guru. “Bisa jadi cara mengajar anak LPTK dengan peserta PPG itu sama menurut asumsi sama,” tambahnya. Untuk menghilangkan keraguan mutu yang dihasilkan LPTK menurut Jimmy adalah dengan membenahi sistem dalam LPTK itu sendiri.

Iklan

Bukan hanya itu saja, LPTK memang harus berubah. Hal ini  diungkapkan oleh Mukhlis, “merekrut mahasiswa yang akan menjadi guru harus lebih selektif. Sekarang guru bukanlah profesi pelarian belaka namun harus menjadi pilihan, guru tidak boleh dimasuki oleh semua orang.” Sekarang lulusan LPTK dipandang sebelah mata karena lulusan LPTK memiliki nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) yang rendah. Namun Mukhlis berpendapat bahwa UKG tidak dapat dijadikan patokan mutu dari pengajar. “Apakah UKG itu memotret seluruh kemampuan, jangan-jangan kemampuan 10 namun yang diujikan hanya 3. Apakah yang 3 tersebut dapat mewakilkan yang 10,” tuturnya saat ditemui dikantornya.

Demi meningkatkan lulusan LPTK, maka direncanakan untuk melakukan penerimaan mahasiswa yang ingin menjadi guru dengan uji keterampilan di luar dari penerimaan yang sudah ditetapkan pemerintah. Selain itu para mahasiswa calon guru akan diasramakan agar pembelajaran menjadi guru lebih intensif dan memiliki mutu. Asrama tersebut masih rencana dan sedang diusahakan. “Sayangnya lagi-lagi hal tersebut masih rencana karena terbentur oleh pendanaan,” ungkap Mukhlis. Apabila untuk meningkatkan LPTK dibutuhkan asrama lalu apakah dengan dibangunnya asrama dapat memperbaiki sistem LPTK atau meningkatkan kualitas pendidik tersebut?

Annisa Nur Istiqomah dan Annisa Fathiha