Banyaknya berita bohong atau hoax yang muncul membuat Dewan Pers melakukan verifikasi terhadap perusahaan media dengan memberlakukan barcode. Aliansi media yang tergabung dari serikat pekerja media, pers mahasiswa, pegiat pers alternatif, dan masyarakat pro demokrasi menyatakan menolak kebijakan tersebut karena ditemui banyak masalah.
Kamis (9/2), aliansi yang tergabung dari 20 media ini mengadakan pertemuan untuk menyatakan sikap bersama di kantor LBH Pers, Jakarta. Di mana salah satu tuntutannya ialah agar Dewan Pers melibatkan organisasi Serikat Pekerja dalam proses verifikasi data perusahaan pers. Khususnya pada syarat mengenai ketenagakerjaan.
Sasmito, ketua Federasi Serikat Pekerja Independen menilai verifikasi ini terkesan tergesa-gesa dilakukan oleh Dewan Pers karena tidak melibatkan rekan-rekan di daerah. Ia mengungkapkan penghargaan perusahaan media terhadap pekerjanya sangat memprihatinkan. Padahal kesejahteraan merupakan kunci dari independensi serikat pekerja. “Serikat pekerja dari Jakarta, Jawa Timur, Pontianak, Bandung, dan Solo, banyak yang tidak mendapatkan hak-haknya secara normatif,” jelasnya.
Hal selanjutnya yang menjadi sorotan ialah UU ITE yang mana dinilai antidemokrasi. Damar, perwakilan dari Southeast Asia Freedom Of Expression (SAFENET) menyayangkan adanya mekanisme blokir yang sangat mudah tapi tidak transparan. UU ITE yang menjadi dasar pemblokiran tersebut menjadi ketakutan tersendiri di masyarakat terutama narasumber. Sehingga hal ini disinyalir dapat mengekang kebebasan berpendapat.
Menurutnya, Dewan Pers mesti berhati hati dalam membuat regulasi yang bisa mempengaruhi keberlangsungan pers ke depan. Seharusnya dewan pers melakukan pendataan, bukan sampai memverifikasi suatu media.
Asep, Litbang LBH Pers menambahkan, “Dewan pers memiliki tujuan utama yaitu melindungi kebebasan pers bukan malah menjadi merusak kebebasan pers dengan kebijakannya.”
(Geraldy Nour Qodri)