Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak mengambil sikap tegas kepada Pemkot Bandung. Pasalnya, Pemkot Bandung menggusur rumah warga RW. 11 Tamansari, namun cacat prosedur.
18 perwakilan warga RW. 11 Tamansari, Bandung datang ke Jakarta, Minggu (12/1), untuk menuntut kejelasan status tanah serta meminta pertanggungjawaban atas penggusuran yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung Kamis (12/12) lalu. Mereka melakukan unjuk rasa di depan Kementerian ATR/BPN pada Senin (13/1). Beberapa jaringan solidaritas dan korban penggusuran lainnya seperti dari Kampung Pilar, Pekayon, Kapuk Poglar, Batu Ceper, dan Kampung Dadap turut bersoliditas dalam aksi tersebut.
Pasalnya, konflik yang terjadi di Tamansari telah berlangsung selama hampir tiga tahun, tepatnya sejak 2017 lalu. Warga menolak rencana Pemkot Bandung yang akan membangun rumah deret di tanah mereka. Padahal, Pemkot Bandung tidak memiliki surat kepemilikan tanah di RW. 11 Tamansari. Namun, Pemkot Bandung terus mengklaim bahwa tanah di RW. 11 Tamansari adalah tanah mereka.
Selain itu, penggusuran paksa yang dilakukan Pemkot Bandung pada Kamis (12/12) lalu, dinilai cacat prosedur. Sebab, Pemkot Bandung tak dapat memperlihatkan surat izin dan pemberitahuan penggusuran. Terlebih lagi dalam penggusuran tersebut, seribu dua ratus personel aparat gabungan melakukan tindakan represif kepada warga, seperti pemukulan dan penembakan gas air mata ke pemukiman warga.
Aksi ini pun dimulai sekitar jam 10:30 WIB dengan melakukan long march sambil berorasi dari masjid Al-Azhar hingga Kementerian ATR/BPN. Nama yang dipakai pada aksi kali ini adalah “TamansariMelawan Geruduk Jakarta.” Nama ini diyakini bisa menjadi nama bersama dalam menuntut pemerintah untuk menyelesaikan konflik-konflik penggusuran di tanah air. Hal ini disampaikan oleh Khairun Sangaji, Koordinator Lapangan aksi tersebut. Ia melanjutkan, aksi kali ini dapat merawat energi perlawanan warga tergusur. “Aksi ini bisa menarik kembali energi dari momen reformasi dikorupsi kemarin. Juga, agar orang lain bisa melihat konflik-konflik pertanahan yang dialami warga,” tambahnya.
Aksi ini, lanjutnya, menuntut kepada ATR/BPN untuk mengeluarkan surat tentang status tanah di RW.11 Tamansari. Hal ini dikarenakan ATR/BPN merupakan lembaga tertinggi. Maka, mereka dapat melegitimasi status quo tanah warga Tamansari. “Karena tanggal dua belas kemarin, kok mereka (Pemkot Bandung) bisa melakukan penggusuran,” pungkasnya.

Sekitar pukul 12:15, Staff Hubungan Masyarakat (Humas) ATR/BPN datang menemui Khairun Sangaji dan meminta sepuluh perwakilan dari peserta aksi serta salah satu anggota LBH Bandung untuk menyampaikan pendapatnya. Sepuluh perwakilan massa aksi serta kuasa hukum warga Tamansari, akhirnya setuju untuk masuk kedalam gedung ATR/BPN. Setelah dua jam menunggu, sepuluh perwakilan tersebut pun kembali. Hasilnya, BPN menyatakan bahwa tanah di Tamansari belum terdaftarkan oleh siapapun, termasuk Pemkot Bandung. Maka, apa yang telah dilakukan Pemkot Bandung selama ini jelas telah menyalahi aturan.
Meskipun warga berhasil mendesak, perwakilan warga yang masuk sempat berdebat dengan pihak ATR/BPN di dalam. Hal ini disampaikan oleh Eva Eriani Effendi, salah satu warga RW.11 Tamansari. Ia mengatakan, sebelumnya, pihak ATR/BPN bahkan tidak ingin campur tangan karena hal tersebut adalah urusan BPN Bandung. “Lah gimana? Kita ke BPN Bandung kan gak didengerin, makanya kita ke BPN pusat di Jakarta,” tuturnya.
Eva merasa, ATR/BPN belum berpihak kepada warga. Sebab, ATR/BPN belum mengambil sikap tegas atas penggusuran mal administrasi yang dilakukan Pemkot Bandung. Meskipun, warga dapat membuktikan bahwa tanah di Tamansari bukanlah milik Pemkot Bandung.
Ia menyayangkan pernyataan ATR/BPN. Sebab, ATR/BPN seolah lepas tangan akan masalah di Tamansari. “Ya kami belum puas lah. Selama ini ATR/BPN seperti main aman saja,” ucap Teh Eva, sapaan akrabnya.
Rifky Zulfikar, anggota LBH Bandung sekaligus Kuasa Hukum warga RW. 11 Tamansari, mengatakan akan terus mengawal ATR/BPN dalam menyelesaikan kasus ini hingga selesai. Sebab, ATR/BPN baru menerima laporan hari ini, belum memberikan keterangan lebih lanjut. “Kita sudah menyerahkan lembar fakta tentang status tanah di Tamansari. Harapan kita, ATR/BPN bisa memberikan statement lebih lanjut yang sesuai dengan fakta, sesuai dengan apa yang warga alami. Kita akan terus kawal sampai akhir,” ujarnya.
Rifky mengatakan, ATR/BPN juga harus turun langsung melihat kondisi di Tamansari serta melihat proses sertifikasi yang dilakukan Pemkot Bandung.
Rencananya, Rifky dan warga Tamansari di Jakarta juga akan menuntut ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Ombudsman. Hal ini dilakukan, lanjutnya, karena konflik di Tamansari bukan hanya permasalahan administratif saja, melainkan juga terdapat pelanggaran HAM. “Korban yang teridentifikasi itu kurang lebih ada delapan puluh orang. Selama seminggu ini, kita akan menuntut ke instansi-instansi negara terkait,” tutupnya.
Penulis/Reporter: Hastomo D. Putra
Editor: Annisa Nurul H. S.