Mahasiswa Fakultas Teknik bisa mengeluarkan sampai Rp600 ribu per bulan hanya untuk memenuhi kebutuhan praktikum. Di mana peran kampus?
Kegiatan praktik sudah menjadi rutinitas bagi mahasiswa Fakultas Teknik (FT). Dalam seminggu, mahasiswa FT bisa melaksanakan praktikum tiga sampai empat kali. Hal itu diungkapkan langsung oleh mahasiswa Prodi Tata Boga 2022, Rustam Efendi–bukan nama sebenarnya–saat diwawancarai Didaktika pada Selasa (15/8).
“Karena saya jurusan Tata Boga D4, jadi lebih banyak kegiatan praktiknya. Dalam seminggu, bisa tiga sampai empat kali praktik,” ucapnya.
Meski begitu, seringnya kegiatan praktik tidak dibarengi dengan peralatan yang memadai. Rustam mengeluhkan pihak Prodi Tata Boga tidak menyediakan bahan dasar pembuatan makanan, sehingga mahasiswa terpaksa membeli bahan dasar makanan dengan uang pribadinya. Bahkan, beberapa peralatan pendukung masak tidak sepenuhnya tersedia di ruang praktikum. Tak ayal, beberapa mahasiswa harus memenuhi peralatan memasaknya sendiri.
Rata-rata, lanjut Rustam, besaran biaya yang ia keluarkan untuk menyediakan bahan dasar makanan berkisar Rp100 ribu sampai Rp250 ribu-an per minggu. Besaran biaya tersebut belum ditambah dengan membeli peralatan memasak yang tidak tersedia di ruang praktikum.
“Kalau dihitung perbulan, biaya yang dikeluarkan itu berkisar Rp600 ribu-an, itu pun belum ditambah perintilan-perintilan buat masaknya,” ucap Rustam.
Selain itu, biaya yang dikeluarkan Rustam diluar pembelian bahan makanan dan peralatan pendukung memasak terhitung tinggi. Untuk membeli busana memasak, seperti: topi koki, celemek, jaket memasak, dan sepatu koki, ia menghabiskan biaya sampai Rp500 ribu.
Bagi Rustam, tingginya biaya kebutuhan praktik kerap kali membuat dirinya terbebani. Sebab, di samping biaya kuliah dan praktikum, ia juga harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi ongkos yang dikeluarkan untuk berangkat dari rumahnya ke kampus.
Senada, mahasiswa Prodi Pendidikan Tata Rias 2022, Melati–bukan nama sebenarnya–mengeluhkan pihak Prodi yang tidak menyediakan peralatan penunjang kegiatan praktikum. Selain itu, lanjut Melati, kebanyakan alat-alat yang tersedia di ruang praktikum sudah ketinggalan zaman dan tidak layak pakai.
“Kebanyakan alat yang ada itu udah ketinggalan zaman. Membuat mahasiswa kesulitan dalam mengembangan keterampilannya dalam kegiatan praktikum,” ucap Melati pada Sabtu (19/8).
Sama seperti Rustam, Melati pun harus mengeluarkan biaya dari uang pribadinya untuk membeli peralatan penunjang praktikum.
Harganya bisa berbeda-beda, pada semester lalu ia harus membeli kepala maneken seharga Rp455 ribu. Sedangkan, untuk peralatan lainnya, seperti mekap, handuk, ragam jenis sisir, dan lain sebagainya Melati harus merogoh kocek sebesar Rp838 ribu.
“Tentunya hal ini terkadang sangat memberatkan. Apalagi harga peralatanya mahal, dan itu harusnya sudah disediakan oleh pihak kampus,” kata Melati.
Hal tersebut juga dialami mahasiswa Prodi Teknik Mesin 2019, Muhammad Hammam Jafar. Ia sampai menyewa sebuah mesin mobil untuk keperluan praktikum.
“Waktu baru masuk kuliah, biaya yang saya keluarkan untuk membeli alat-alat gambar lumayan besar. Pernah nyewa mesin mobil bensin untuk kegiatan bengkel (praktikum). Saya dan empat teman patungan sebesar Rp350 ribu per orang untuk menyewa mesin itu,” ucap Jafar.
Ia berharap pihak Prodi Teknik Mesin untuk menyediakan mesin tersebut guna keperluan kegiatan praktikum. Karena baginya, itu dapat meringankan biaya yang dikeluarkan mahasiswa.
Melansir laman keuangan UNJ 2023, FT mendapatkan anggaran terbesar dari seluruh fakultas yang ada, yakni sebesar Rp10,8 miliar. Selanjutnya, alokasi anggaran untuk belanja modal peralatan dan mesin sebesar Rp2,1 miliar. Namun, anggaran yang baru direalisasikan sampai Agustus senilai Rp400 juta, dan tersisa Rp1,7 miliar.
Mengutip dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 25 tahun 2020 tentang Satuan Standar Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (SSBOPT) mahasiswa seharusnya tidak lagi dibebankan biaya di luar UKT. Dalam aturan yang sama juga disebutkan, kegiatan praktikum dan bengkel sudah termasuk ke biaya langsung dalam perhitungan besaran UKT tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2).
Hal yang sama juga dituturkan oleh Wakil Dekan II FT, Pitoyo Yuliatmojo, ia mengatakan seluruh kebutuhan praktik sudah seharusnya disediakan kampus. Namun, ia turut membedakan tugas mata kuliah dengan praktikum. Baginya, berbeda dengan praktik reguler, tugas mata kuliah di luar laboratorium memang sudah menjadi tanggung jawab mahasiswa.
“Kan ada tugas yang harus dikerjakan di rumah. Tidak mungkin alat praktikum yang ada di kampus itu untuk dibawa pulang,” ungkap Pitoyo Yuliatmojo.
Pitoyo juga menambahkan, apabila mahasiswa menanggung pembelian bahan dan alat untuk kebutuhan praktikum, berarti dari pihak prodinya kurang selektif dalam merumuskan kebutuhan praktikum. Di sisi lain, Pitoyo juga mengakui keterbatasan anggaran menjadi kendala bagi fakultasnya.
“FT itu anggarannya cuma 10 miliar, alokasi 2 miliar untuk kebutuhan pembelian alat dan bahan praktikum, itu pun dibagi ke-20 prodi,” ucapnya.
Meski begitu, Rustam tetap berharap agar pihak Prodi Tata Boga maupun fakultas dapat menyediakan bahan dasar sekaligus melengkapi peralatan yang ada di ruang praktik. Agar nantinya dapat meringankan biaya yang dikeluarkan oleh mahasiswa.
“Pernah menanyakan teman yang kuliah di Bali jurusan Tata Boga. Semua bahan dasar membuat makanan udah disediakan oleh pihak kampusnya. Selain itu, peralatan masak di sana juga sangat mendukung dan komplit. Berbeda jauh sama yang ada di UNJ,” pungkas Rustam.
Reporter/Penulis: Adam
Editor: Izam Komaruzaman