Aceng Rahmat, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni melarang kegiatan FMI karena dicurigai berpotensi menimbulkan masalah.

Pada Rabu (7/6), Forum Militan Independen (FMI) mengadakan pertemuan terbuka rutin untuk mengetahui permasalahan mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta. Kali ini pertemuan diadakan di Puri Lingua, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS). Kegiatan yang dimulai pukul setengah empat dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan sejumlah dosen.

Aldi Frans, mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa Arab mengatakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang ditetapkan pihak kampus dianggap memberatkan biaya mahasiswa. Biaya UKT sebesar empat juta dinilai terlalu besar untuk UKT golongan tiga. Selain itu Aldi menambahkan verifikator yang menentukan biaya UKT tidak mendukung mahasiswa yang kurang mampu. ‘’Teman saya harus berhenti kuliah karena tidak bisa membayar UKT pada semester 2 kemarin,’’ ujar Aldi.

Namun sesaat sebelum pertemuan dimulai, tempat diskusi terpaksa berpindah ke depan gedung O, Fakultas Ekonomi. Sebab Puri Lingua tidak boleh digunakan untuk berdiskusi oleh Aceng Rahmat selaku Dekan FBS. Menurut Aceng kegiatan tersebut belum mendapat surat izin untuk diadakan. Aceng menambahkan bahwa kegiatan yang ada di lingkungan sekitar FBS tidak diizinkan selain kegiatan organisasi mahasiswa. ‘’Yang diizinkan adalah forum opmawa dan ormawa saja,’’ kata Aceng.

Aceng memprotes surat undangan acara yang beredar di media sosial. Menurutnya surat elektrik itu mengandung kalimat ajakan yang negatif. Kalimat ajakan itu berbahaya bagi mahasiswa yang membacanya karena dapat membuat pandangan negatif terhadap kampus, ‘’undangannya jangan menghasut gitu,’’ ungkap Aceng.

Aceng mengatakan tindakan pencegahan ini ia lakukan setelah mendapat intruksi dari Rektor saat mengikuti rapat pimpinan fakultas. Pernyataan Mohammad Nasir selaku Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, yang memberi tugas kepada rektor untuk melaporkan semua kegiatan yang berpotensi menimbulkan masalah menjadi alasan. Menurutnya pertemuan yang diadakan FMI dapat memunculkan masalah bagi kampus. Karena itu Aceng merasa bahwa dirinya berhak melarang kegiatan yang mencurigakan.

Iklan

“Kita bukan ISIS atau HTI,” kata Andika Baihaqi, salah satu peserta forum tersebut saat mendebat pernyataan Aceng. “Kita yakin pancasila harga mati, pak,” lanjutnya.

Dekan yang akan demosioner ini mempermasalahkan bagian kata dari Forum Militan Independen, yaitu kata Militan. Menurutnya kata tersebut bermakna provokasi. Ia menyarankan untuk menganti nama kelompok tersebut, ‘’kenapa namanya militan? Kenapa tidak forum silaturahim?’’ tanya Aceng.

Menanggapi hal tersebut, Hanan Radian Arasy, salah satu peserta FMI menjelaskan filosofis penamaan FMI. Dikatakannya, Forum berarti ruang publik dimana tempat gagasan, opini, dan keresahan dipertemukan. Lalu Militan artinya sikap pantang mundur dari waktu ke waktu untuk bergerak membenahi permasalahan kampus. Terakhir Independen bermakna kemandirian dan kerendahan hati melepas seragam identitas masing-masing hingga dapat menyatu sebagai warga kampus UNJ. “Pihak kampus terburu-buru menggeneralisir FMI UNJ sebagai kelompok radikal,” tegasnya.

Konsolidasi kali ini merupakan agenda dari rencana yang dibuat FMI dengan tujuan mengetahui permasalahan kampus, seperti UKT dan pungutan liar di setiap fakultas. Sebelumnya, konsolidasi sudah berlangsung di Fakultas Ilmu Sosial. FMI akan mengagendakan pertemuan di semua Fakultas hingga Rabu esok.

 

(Hendrik Yaputra, Uly Mega)