Sumitro Djojohadikusuma dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Pemikiran Ekonomi , terbit tahun 1991 mencoba menjabarkan perkembangan ilmu ekonomi dari awal kemunculannya, hingga sekitar tahun 1990. Pembahasan dalam buku ini memang tidak membahas rencana Sumitro untuk Indonesia. Ini merupakan buku pertama dari Sumitro yang menjelaskan berbagai rangkaian gagasan ilmu ekonomi dan terdapat beberapa pelajaran yang menarik dari buku ini.

Keberhasilan Jerman dan Jepang

Pelajaran yang penting dan menarik dari buku ini ada pada kedua negara yang kalah dalam perang dunia dua, yaitu Jepang dan Jerman. Kedua negara yang berhasil mengejar ketertinggalan ekonomi saat 1990 atau mungkin hingga saat ini. Kekalahan yang mereka derita tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menjadi negara maju.

Saat memulai industri kedua negara tersebut memproteksi perekonomiannya, tidak melakukan perdagangan internasional. Jepang menerapkan bahkan mengunakan cara merkantilisme (saat ini merkantilisme dianggap negatif) untuk perekonomiannya. “dukungan sepenuhnya kepada ekspor, pembatasan ketat terhadap impor, aliansi yang erat dan kokoh antara kaum saudagar dan birokrasi, surplus yang secara kumulatif semakin besar dalam lalu lintas perdangangan dan pembayaran luar negeri…(Hlm. 11). Cara yang mereka terapkan memang berhasil. Akan tetapi dampak dari merkantilisme yang mengakar yaitu; inflasi dan petani yang tertindas dapat mereka atasi. Inflasi dapat mereka kendalikan. Dan petani di jepang mendapatkan subsidi besar-besaran dan proteksi yang ketat, memang dimanjakan oleh pemerintahan Jepang.

Jerman juga menerapkan proteksi di awal industri mereka. Apalagi nasionalisme bangsa Jerman yang mendukung. Saat itu ekonom jerman memang tidak mengunakan gagasan ekonomi biasa atau mainstream, mereka terpisah dan mengunakan metode tersendiri. Bagi mereka saat itu fenomena ekonomi tidak terlepas dari perkembangan dan perjalanan sejarah manusia yang panjang, oleh karena perlu untuk menggali dari prespektif sejarah, yang oleh Sumitro ditulis Mahzab Historismus. Bangsa jerman saat itupun cenderung tidak individualis seperti Amerika, atau negara Eropa Barat lain.

Salah satu ekonom jerman penganut mahzab ini yaitu, Gustav von Schmoller, membuat forum bernama Verein fuer Sozialpolitik. Sebuah forum untuk kebijaksanaan reformasi sosial. Hasil dari forum tersebut membuat pemerintah Jerman membuat seperangkat perundang-undangan sosial yang melindungi kepentingan golongan tenaga kerja, seperti asuransi kesehatan, jaminan hari tua, dana pensiun, asuransi kecelakaan kerja dan lainnya. Sumitro menulis bahwa jaminan-jaminan itu sudah maju pada zamanya dan bahkan menyebar ke seluruh Eropa.

Iklan

Kedua negara tersebut menunjukan kontradiksi dengan keadaan Indonesia saat ini. Bukti bahwa petani di Indonesia adalah golongan yang kurang atau bahkan tidak diperhatikan pemerintah. Jauh dengan petani di Jepang. Bahkan, Indonesia harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan berasnya. Tak lupa, banyak tanah pertanian yang digusur hanya untuk investasi perkebunan, tambang, pabrik, perumahan, dan infrastuktur yang semakin besar. Satu lagi, kepentingan golongan tenaga kerja juga akan dirugikan oleh Omnibus Law cipta lapangan kerja.

Rasanya Sumitro menulis bahwa Jerman dan Jepang dapat mengejar ketertinggalan, karena mereka menggunakan prespektif merkantilisme dan memikirkan kondisi masyarakat mereka secara menyeluruh. Sebuah kontradiksi jika diihat dari ilmu ekonomi mainstream. Karena idealnya merkantilisme hanya menciptakan kesenjangan.

Awal mula perkembangan ilmu ekonomi mainstream

Sumitro menuliskan, bahwa gagasan tentang ekonomi sudah muncul sebelum abad 16 atau 17. Tetapi masih terbatas dan kebanyakan ditulis oleh para pemikir di bidang falsafah atau bidang hukum. Dan biasanya masih terbatas dalam lingkup hukum etika, seperi masalah bunga dan riba. Pemikiran ekonomi memang tidak lepas dari kondisi ekonomi dan politik dalam kehidupan masyarakat. Sebelum abad 16, kegiatan usaha dilakukan dalam skala kecil menengah yang dimanakan Guilds.

‘’Segala sesuatu berubah di abad XVII. Masyarakat politik berpusat dan berkisar pada negara kebangsaan (nations states) dengan wewenang kekuasaan atas wilayah yang lebih besar dan wawasan politik kenegaraan yang lebih luas.”(Hlm. 4)Karena hal tersebut maka perkonomian berubah dari mulanya hanya berskala kecil Gulids menjadi besar. Maka perekonomian dikendalikan oleh kaum saudagar dan birokrasi atau pemerintahan yang berkuasa atas wilayah itu.

Sebenarnya, pada 1568, Jean Bodin sudah menulis gagasan tentang ekonomi. Gagasannya menjadi cikal bakal dari teori kuantitas uang. Ia menjelaskan, bahwa kenaikan harga pada zamannya diakibatkan oleh jumlah logam mulia yang bertambah, monopoli perdagangan, ekspor, kehidupan mewah para bangsawan, dan berkurangnya isi karat uang logam. Menurut tafsir Sumitro, itulah gagasan ekonomi yang pertama muncul.

Selanjutnya, ada gagasan merkantilisme yang dikemukakan oleh Thomas Munt (1571-1641) dan Jean Baptist Colbert (1619-1683). Perekonomian pada era merkantilisme, memfokuskan diri kepada surplus ekspor. Sehingga, terciptalah ketimpangan yang besar. Karena kesejahteran saat itu diukur tidak untuk seluruh bangsa atau negara seperti sekarang, melainkan hanya dari akumulasi surplus ekspor yang terdapat di saudagar dan birokrasi. “Kaum saudagar muncul sebagai golongan elite dalam masyarakat dan terbinalah semacam aliansi antara kaum saudagar dan birokrasi….Bersadarkan aliansi termaksud terlaksana ekspansi komersial dan ekspansi territorial.” (hlm. 8). Kondisi politik saat negara memperluas wilayahnya dengan cara menaklukan wilayah lainnya (kolonialisme) dan juga saudagar yang berdagang ke berbagai wilayah atau negara lain. Portugal, Spanyol, Perancis, Inggris, dan Belanda adalah negara yang ditulis Sumitro yang melakukan praktek merkantilisme.

Saudagar mendapat monopoli, proteksi hingga subsidi. Dampak dari gagasan ini terjadi inflasi dan petani dikorbankan dengan berbagai macam pajak, seperti pajak perdagangan bahan pertanian itu sendiri, pajak kepada gereja, pajak kepada raja, dan lainnya. Sumitro menulis bahwa hal itu sangat inefisien dan pajak-pajak yang telah dikumpulkan tersebut dibagikan kepada pihak ketiga seperti kaum saudagar atau pedagang perantara.

Terkait dengan kondisi ketertindasan petani, Fracois Quesnay (1694-1774) dan Jaques Turgot (1721-1781) memiliki padangan bahwa kegiatan ekonomi harus dikembalikan kepada hukum alam (the natural order things). Monopoli, proteksi dan subsidi kepada saudagar tidak boleh terjadi. Bahkan, keduanya sepakat bahwa petani hanya boleh dibebani oleh pajak tunggal. Dituliskan oleh Sumitro, bahwa mereka berdua adalah ekonom beraliran Mahzab Physiokrasi. Dalam klasifikasi Sumitro, gagasan Jean Bodin, merkantilisme dan mahzab physiokrasi itu masuk ke dalam pemikiran praklasik.

Hal yang menarik dari Turgot ialah, saat ia menjadi menteri keuangan Prancis di bawah pimpinan raja Louis XVI/16. Dan membuat kebijakan reformasi sistem fiskal, yang didalamnya tedapat penyederhanaan pajak, meniadakan monopoli dan mengadakan perdagangan bebas. Akan tetapi, persatuan para bangsawan Prancis saat itu menolak gagasan Turgot, hingga akhirnya ia dipecat dari jabatannya tersebut. Ia  menyampaikan jika kondisi perekonomian prancis saat itu tidak berubah (kehidupan mewah para bangsawan, petani ditindas dan kondisi lainnya) akan tercipta kemarahan dari rakyat prancis itu sendiri. Perkataan Turgot terbukti, setelah ia dipecat, tiga belas tahun kemudian terjadilah revolusi Prancis.

Iklan

Pemikiran dari Turgot yang dimuat dalam tulisan Sumitro ini memang menandakan bahwa terkadang gagasan ekonom harus dipertimbangkan, jika gagasan tersebut sesuai fakta kondisi ekonomi dan politik yang ada.

Gagasan Turgot dan Quesnay memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir ekonomi selanjutnya seperti Adam Smith, David Ricardo dan yang lainnya. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations buku yang ditulis Adam Smith (1776). Buku itu sekarang memang menjadi patokan munculnya kapitalisme. Padahal, jika dilihat dari kondisi sosial politik dan ekonomi yang dirasakan Adam Smith dan pemikir Mahzab Klasik lainnya, mereka juga muak dengan ketimpangan yang terjadi saat diberlakukannya merkantilisme. Dimana kekayaan hanya terkonsentrasi pada saudagar dan birokrasi karena itulah mereka melempar gagasan bahwa perekonomian harus diserahkan kepada pasar. Pemerintah tidak boleh ikut campur dalam perekonomian. Hingga Jean Baptist Say (1803) membuat gagasan yang terkenal yaitu Hukum Say “Production Creates Its Own Demand”. Gagasan yang bertahan selama kurang lebih 100 tahun hingga dibantah oleh John Maynard Keynes.

Kondisi perekonomian dan ilmu ekonomi saat ini

Terlepas dari segala perdebatan yang ada dalam ilmu ekonomi, hingga sekarang. Dapat dikatakan bahwa ilmu ekonomi yang kita pelajari hingga sekarang masih tidak bisa mengatasi masalah ketimpangan. Padahal gagasan besar awal ilmu ekonomi oleh Adam Smith didasarkan atas keresahan atas hal itu.

Sumitro juga menulis saat kondisi siklus perekonomian menurun, maka pengangguran akan meningkat dan daya beli masyarakat akan berkurang. Sama seperti pemikiran ekonomi sekarang. Beberapa negara memang telah mengalami resesi. Siklus ekonomi saat ini memang terpengaruh dari luar sektor perekonomian itu sendiri, disebabkan oleh virus yang mengakibatkan pandemi. Tetap saja kondisi ini semakin memperjelas kondisi perekonomian Indonesia atau dunia sekarang.

Rasanya fakta bahwa ketimpangan entah itu sosial, ekonomi, politik masih terjadi. Contoh bukti nyata saat resesi atau keadaan perekonomian dunia sekarang menurun. Di negara kita atau negara lain sendiri sudah banyak yang di PHK atau dirumahkan. Pengangguran semakin meningkat, disisi lain orang terkaya di dunia saat ini Jeff Bezos, kekayaannya meningkat hampir 2 kali lipat saat pandemi.

Perkembangan ilmu ekonomi hingga saat ini masih terus berlanjut. Ekonom, pelajar, dan mahasiswa masih mempelajari ilmu ekonomi, mengembangkannya, hingga mencoba menerapkannya. Buktinya, terdapat banyak mahasiswa atau akademisi yang mereka tersebar di seluruh penjuru dunia. Mereka mencoba menjawab masalah-masalah perekonomian entah pengagguran, kemiskinan, hingga perdagangan internasional. Bahkan pemenang Nobel Price for Economics 2019 Abhijit Banerjee, Esther Duflo and Michael Kremer “for their experimental approach to alleviating global poverty”. Terlihat bahwa mereka bertiga membahas kemiskinan global.

Buku ini mampu memberikan gambaran besar dalam perkembangan ilmu ekonomi dan pelajaran-pelajaran penting dari sisi ilmu ekonomi. Hanya saja, karena buku ini terbit tahun 1990, maka perkembangan ilmu ekonomi yang dibahas Sumitro terbatas hingga tahun tersebut. Buku ini tidak dapat menjelaskan tentang masalah-masalah ekonomi yang lebih kompleks, karena analisis Sumitro terbatas hingga tahun tersebut. Dalam membaca buku ini juga diperlukan perbandingan dari buku lain yang membahas perkembangan ilmu ekonomi, agar tidak terfokus kepada tulisan dan analisis Sumitro saja.

Penulis; Ihsan Dwirahman

Editor: Ahmad Qori

Identitas buku

Judul :Perkembangan pemikiran ekonomi
Pengarang : Sumitro Djojohadikusumo
Edisi : Ed. 1
Penerbit : Yayasan Obor Jakarta, Indonesia,
Tahun terbit : 1991
ISBN : 9794610801