Gersang yang menerjang tidak membuatnya tumbang. Badai hujan yang menghujam tidak membuatnya terancam. Kedudukan tinggi ataupun rendah tidak mempengaruhinya. Jika ingin membunuhnya, bakarlah sampai ke akar dan habitatnya. Itupun jika kau mampu melakukannya.
Melalui jendela, seorang gadis kecil bermata biru laut sedang memandang langit seolah mengadu antara biru matanya dengan langit cerah hari ini. Awan bergerak, menciptakan bayangan yang meneduhkan. Poni rambutnya pun ikut bergerak dibelai lembut angin laut.
Ketika hidungnya merasa geli karena mencium bau telur balado, dia berlarian menuju dapur. Wanita paruh baya dengan rambut yang dikuncir kuda sedang asyik mengaduk-aduk telur balado di dalam wajan. Perlahan, dia memindahkan telur-telur itu dari wajan ke dalam kotak makan yang telah dia siapkan. Gadis kecil bermata biru laut itu memperhatikannya dengan seksama.
“Chloe! Ayo makan dulu!” seru wanita paruh baya yang masih sibuk memindahkan telur-telur merah itu ke dalam kotak makan. Perintah ya
Asmiranda Chloe si gadis kecil bermata biru itu tidak menjawab pertanyaan wanita paruh baya yang disebutnya dengan panggilan Mama. Chloe justru menyerobot telur-telur yang di ambil oleh Mama. Sontak, Mama menatap tajam ke arah Chloe. Choe tersenyum menunjukkan deretan giginya yang putih.
Piring Chloe sudah penuh dengan nasi putih, telur balado, dan juga sayur kesukaannya; kangkung. Air liurnya sudah memenuhi rongga mulutnya. Tanpa ba-bi-bu, dia melahap hidangannya dengan lahap. Sesekali dia meneguk air putih.
“Papa sudah bawa ban renang Chloe?” tanya Chloe setelah menelan sesendok nasi dan telur.
Papa hanya mengangguk dan menyuruh Choe untuk segera menghabiskan makanannya. Sebab sebentar lagi mereka akan berangkat ke pantai. Mobil telah dipanaskan Papa sedari tadi. Bekal pun telah disiapkan Mama lengkap dengan makanan penutupnya yakni brownies coklat dengan parutan keju di atasnya. Semua bekal hari ini merupakan makanan kesukaan Chloe.
Perjalanan menuju pantai di tempuh sekitar dua jam lamanya. Hari rabu memang dikenal dengan hari tanpa kemacetan. Tidak seperti hari senin apalagi hari minggu, dimana semua orang beramai-ramai bepergian mencari hiburan dari penatnya rutinitas.
Sedikit bau amis laut, sejuknya angin sampai membuat nyiur melambai-lambai, serta suara deburan ombak yang begitu syahdu membuat Chloe tersenyum sambil memenjamkan mata. Papa mencolek lengan Chloe dan menariknya. Chloe hampir jatuh karena terkejut. Papa membawanya ke bibir pantai. Air laut membasuh kaki Chloe seperti memberi salam perkenalan.
Pantai menjadi tempat favorit Chloe ketika berlibur. Mama dan Papa yang paling tahu akan hal itu. Chloe benar-benar senang hari ini. Senyumnya tidak kunjung pudar semenjak turun dari mobil. Dia berlarian kesana kemari membuat gaun putih bermotif bunga-bunga itu mengembang-kempis seperti ubur-ubur.
Saat berlari-larian, sedal jepitnya tersangkut pasir. Chloe terjatuh, lutut dan telapak tangannya sedikit baret. Chloe tidak menangis. Beruntung dia jatuh di atas pasir bukan di atas aspal. Papa berlari menuju lokasi Chloe dan menggendongnya. Dari kejauhan, raut muka Mama terlihat khawatir. Chloe merasa takut akan dimarahi.
Mama mengambil kapas dan air minum untuk membersihkan pasir yang menempel di lutut dan telapak tangan Chloe. Setelahnya, Chloe diolesi obat dan ditempelkan plester pada luka-lukanya. Chloe tetap tidak menangis. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, dia tidak ingin mengacaukannya dengan menangis. Chloe yakin, jika dia menangis, Mama akan menyuruhnya pulang. Chloe tidak mau hal itu terjadi.
Rencana untuk berenang dibatalkan secara sepihak oleh Mama. Chloe lagi-lagi menahan air matanya. Padahal dia sudah menyiapkan baju renangnya dari tiga bulan yang lalu. Wajah memelasnya tidak bisa meluluhkan Mama.
Papa yang telah kembali dari tempat parkir mobil menenteng peralatan memancingnya. Berjalan dengan langkah yang besar-besar sembari bersiul lengkap dengan kaca mata hitamnya. Chloe terkejut melihat Papanya berjalan bak meniru para mafia di film koboy. Sedangkan Mama hanya menggeleng-geleng melihat tingkah laku suaminya. Papa melambaikan tangannya ke arah Chloe dan Mama.
Papa mengajak untuk pergi memancing dengan perahu yang telah disewanya. Pak Karno-lah yang menyewakan perahunya untuk mereka. Chloe enggan untuk ikut memancing. Dia masih kesal karena tidak boleh berenang. Chloe menatap sedih baju renangnya.
Papa kembali membujuk Chloe, menjanjikan agar pulang nanti mereka bakar-bakar ikan hasil tangkapan nanti. Chloe masih melipat wajahnya, berharap ada tawaran lebih yang akan diajukan Papa. Mama tampak ikut berpikir. Tawaran untuk berenang minggu depan menjadi kesepakatan bagus dan disetujui Chloe.
Chloe sangat senang, terlihat dari wajahnya yang berseri-seri. Pak Karno tersenyum melihat gadis kecil itu, takjub dengan matanya yang senada dengan birunya laut. Mereka pun mulai berlayar. Papa menyerahkan nahkoda sepenuhnya pada Pak Karno.
Pak Karno memberhentikan perahunya di tengah-tengah laut. Chloe memandang ke air, membayangkan ada monster air sedang memperhatikan perahu mereka dari dalam laut. Chloe memegang tangan Mama. Mama membuka bekal dan menyuruh Chloe dan Papa makan terlebih dahulu, Mama juga menawari Pak Karno untuk makan bersama.
Ketika makan, Pak Karno menunjuk pulau yang terlihat tak jauh dari tempat kami berada. Chloe hanya bisa melihat dermaga di sana. Pak Karno mulai bercerita sambil sesekali menyuap dan mengunyah nasi.
“Pulau-pulau kecil kebanyakan memanfaatkan pantai menjadi tempat wisata. Mulailah banyak turis asing. Warga sangat senang karena banyak mendapatkan tips dari para turis,” ucap Pak Karno yang setelahnya mulai menyuap nasi lagi.
“Wahhh penghasilannya bisa berapa kalau punya bisnis pariwisata seperti itu ya?” tanya Papa terlihat begitu penasaran.
Pak karno menjawab setelah meneguk air, “Hasil biasanya balik lagi ke penduduk setempat dan tidak menentu pendapatannya tetapi cukup membantu para penduduk. Sayangnya sekarang pihak asing turut ikut campur.”
“Turut ikut campur bagaimana?” tanya Mamah sambil menyuapi Chloe.
“Banyak lahan-lahan yang akhirnya dikelola pihak swasta dari negara lain. Bisnis pariwisata penduduk menjadi terganggu. Saya juga salah satu penduduk di pulau seberang,” jelas Pak Karno.
“Seberang mana?” Chloe melihat-lihat sekitarnya. Chloe merasa heran, karena hanya menemukan satu pulau saja.
“Di seberang Pulau Pari itu. Kami merasa dimarginalkan oleh negeri sendiri.” Suara Pak Karno terdengar sendu.
“Walaupun sulit, tetapi kami tetap akan berjuang mempertahankan hak-hak kami. Kami juga mendirikan organisasi untuk memikirkan dan menindaklanjutinya.” Chloe yang tidak telalu paham dengan ucapan Pak Karno tetap terlihat antusias mendengar penjelasan Pak Karno yang terdengar bersemangat.
Langit sudah mulai menguning. Papa hanya mendapatkan satu ikan. Chloe menari-nari kegirangan karenanya. Mereka hampir saja pulang dengan tangan kosong. Chloe merasa, hari ini menjadi hari ulang tahun terbaiknya.
Penulis: Sonia Renata
Editor : Sekar Tri Widati