Judul Film: Sokola Rimba

Tahun Rilis: 2013

Durasi Film: 90 Menit

Sutradara: Riri Riza

Genre; Biografi, Drama

 

Iklan

“Aku ingin bisa membaca agar kita tidak dibodohi terus oleh orang luar,” Ucap Bungo dengan lantang kepada masyarakat adat hilir Sungai Makekal lainnya usai gurunya diusir.

Semula, Bungo dan anak-anak masyarakat adat di hilir Sungai Makekal lainnya tak bisa membaca. Selain karena tempat mereka tinggal di pedalaman hutan, masyarakat adat tersebut berusaha menjauhkan diri dari pengetahuan luar.

Masyarakat adat di hilir Sungai Makekal menganggap jika pengetahuan luar didatangkan ke lingkungan mereka, maka akan menyebabkan malapetaka. Mereka meyakini bahwa pengetahuan luar akan menyebabkan orang menjadi jahat seperti setan dan akan menipu orang yang tidak memiliki pengetahuan.

Pandangan tersebut terjadi bukan tanpa sebab. Masyarakat adat tersebut seringkali melihat orang luar mengeksploitasi alam secara habis-habisan. Bahkan, sering juga mereka harus terpaksa meninggalkan wilayahnya lantaran ditipu oleh pengusaha lewat perjanjian tertulis.

Film berdurasi 90 menit ini terinspirasi dari kisah nyata perjuangan seorang pengajar masyarakat adat di Jambi. Berlatar awal reformasi, Butet Manurung bersama beberapa anak didiknya dari masyarakat adat hulu Sungai Makekal pergi ke pemukiman masyarakat adat hilir Sungai Makekal untuk mengajar. Namun tempatnya mengajar di hilir terkenal akan sikap masyarakatnya yang tertutup.

Butet beserta anak didiknya kemudian menunggu seharian di luar pemukiman. Setelah akhirnya diperbolehkan masuk, Butet dan muridnya sama-sama saling belajar. Di satu sisi anak-anak belajar membaca, menulis, dan menghitung (calistung) dari Butet. Di sisi lainnya, Butet belajar mengenai kehidupan masyarakat adat yang selaras dengan alam lewat cerita-cerita pengalaman hidup setiap anak didiknya.

Akan tetapi berulang kali Butet tak bisa mengajar anak-anak masyarakat adat itu lantaran tabunya belajar pengetahuan luar. Namun Butet bersikukuh mengajar sebab ingin anak didiknya memahami baca tulis dengan baik. Bukan tanpa soal, masyarakat adat di hilir sungai Makekal kerap ditindas karena tidak dapat membaca dan menulis.

Singkat cerita, Butet pergi ke Jakarta. Di hadapan para penderma, ia menggagas Sokola Rimba, sebuah sekolah yang tak hanya mendidik masyarakat adat calistung. Namun turut mengadvokasi dan mendidik masyarakat adat tentang hak-hak mereka. 

Sokola Rimba menjadi nyata, Butet pun kembali ke pemukiman adat Sungai Makekal untuk mengajar. Setiba di sana, dengan muka berkaca-kaca, ia melihat seorang muridnya bernama Bungo sedang membaca surat tawaran perjanjian dari pengusaha. Dengan tegas, Bungo menolak isi dari surat tersebut yang dianggap merugikan kaumnya.

Dalam Buku “Melawan Setan Bermata Runcing”, Butet Manurung memandang pendidikan harus kontekstual. Karena setiap daerah mempunyai tantangan dan kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga berbeda pula fokus isi pengetahuan yang diberikan kepada suatu daerah.

Iklan

Dalam konteks masyarakat adat, fokus pendidikan yang diberikan adalah belajar bertahan hidup di alam liar. Akan tetapi, karena para pemilik modal dari luar mulai berusaha mencaplok ruang hidup mereka. Oleh karena itu, pengetahuan dasar seperti calistung, serta pengetahuan mengenai hak-hak masyarakat adat menjadi penting bagi mereka.

Melawan Ketertindasan dengan Pendidikan

 

Bagi Butet tujuan pendidikan bagi masyarakat adat bukanlah untuk memodernkan mereka, tetapi untuk membantu mereka menghadapi tantangan dari luar. Sehingga mereka bisa menjalani kehidupan tanpa gangguan. Masyarakat adat bukanlah entitas kosong tak berdaya, mereka juga memiliki seperangkat pengetahuan dan sistem pendidikan.

Oleh karena itu, gaya mengajar Butet bukan metode pendidikan gaya bank yang ditentang oleh Paulo Freire. Pada metode tersebut peserta didik hanya dicekoki pengetahuan oleh gurunya. Sehingga murid menjadi pasif selayaknya benda yang bebas diperlakukan apapun oleh gurunya. 

Sementara itu, metode pendidikan yang ideal menurut Freire adalah metode pendidikan hadap masalah. Di mana pada metode ini baik murid dan guru sama-sama saling aktif memberikan pengetahuan. Sehingga tak ada posisi superior dan inferior pada metode pendidikan ini sebab semua saling belajar.  

Freire kemudian memandang metode hadap masalah sebagai alat untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan. Oleh karena metode pendidikan tersebut, orang yang tertindas dapat menjadi subjek yang aktif mengubah realitas, tak sekedar menjadi objek yang selalu dikendalikan penguasa. Keberpihakan kepada kaum tertindas merupakan inti dari metode pendidikan in.

Melirik balik pada film ini, Butet menerapkan metode pendidikan hadap masalah. Antara Butet dan muridnya saling aktif memberikan pengetahuan. Kemudian keberpihakan Butet kepada masyarakat adat sebagai kaum tertindas tampak jelas dari Butet yang turut mengadvokasi hak-hak mereka.

 

Penulis: Andreas