Hari Bumi, hapus email tidak akan ada gunanya, sejatinya kapitalisme adalah biang dari kerusakan lingkungan. 

Belakangan ini ramai di jagat media sosial, bahwa menghapus email merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan bumi. Hal tersebut merupakan buntut dari aksi demo Peter Kalmus dan beberapa ilmuwan NASA di depan gedung JPMorgan Chase pada Kamis, (14/4/2022). Kalmus dan kawan-kawan ilmuwannya tersebut menuntut keseriusan dunia dalam mengatasi krisis iklim yang sedang berlangsung.

“Setiap hari yang kita habiskan untuk terus memperluas industri bahan bakar fosil dan gas rumah kaca ke atmosfer akan meningkatkan tingkat pemanasan di masa depan, hal tersebut berarti peningkatan kematian dan kesengsaraan”, ujar Kalmus yang dikutip dari The Independent.
Dampak dari pernyataan Kalmus ini cukup luas. Warganet pun ikut meramaikan apa yang didengungkan Kalmus. Semuanya sampai pada titik ini, dimana warganet mulai sadar bahwa kebiasaan menyimpan email merupakan salah satu tindakan berbahaya bagi lingkungan.

Pembahasan tentang email dan lingkungan ini sebenarnya bukan barang baru. Argumen yang diangkat pun tak jauh berbeda dengan kampanye Earth Hour–bahwa mematikan lampu serentak selama satu jam dapat membantu mencegah kerusakan yang ada di bumi.

Tidak jauh berbeda dengan permasalahan Email. Bahwa email yang berserakan membuat server memproduksi lebih banyak panas, yang akhirnya berimbas pada penggunaan listrik yang lebih besar. Penggunaan listrik yang berlebihan akan mendorong peningkatan gas rumah kaca. Mengingat sumber utama listrik dunia masih disokong oleh sektor batubara, maka penggunaan listrik yang lebih besar berarti meningkatkan penggunaan batubara yang merupakan sumber energi kotor. Pada intinya, argumentasi yang berusaha dibangun adalah kebiasaan membiarkan email berserakan turut meningkatkan kerusakan lingkungan.

Tidak ada yang salah dengan argumentasi tersebut, karena fakta yang mereka sodorkan sangatlah masuk akal. Namun, satu hal yang pasti, selagi Anda sibuk menghapus email-email di perangkat Anda, saat itu pula pabrik-pabrik baru dibangun. Saat itu pula pertambangan batubara dan nikel mengekspansi diri. Ketika Anda mencoba menghentikan kerusakan, bisnis kapitalis tetap berjalan seperti biasanya.

Iklan

Jangan salah, saya tidak anti terhadap gerakan anti kerusakan lingkungan. Namun, kita harus bisa melihat ke masalah yang lebih besar. Gerakan-gerakan konservasi lingkungan seperti hapus email ataupun Earth Hour tak ayal hanya omong kosong belaka. Di belakang layar, kapitalisme tetap berjalan menggerus lingkungan secara massif.

Baca Juga:

Menuju Masyarakat Baru

Produksi Ruang dan Perjuangan Merebut Hak atas Kota*

Darurat Iklim, Darurat Kapitalisme
Perlu dimengerti bahwa kerusakan lingkungan bukan disebabkan oleh kelalaian Anda tidak menghapus email. Ia merupakan suatu krisis yang berjalan beriringan dengan kapitalisme dan industrialisasi. Dikutip dari Weforum.org, emisi karbon dunia meningkat pesat pasca peningkatan penggunaan batubara dalam industri. Terhitung, jumlah emisi karbon pada pertengahan abad 18 hanya 278 ppm (part per million), sementara pada 2021 lalu angkanya menyentuh 417 ppm.

Tidak hanya itu, permukaan laut rata-rata global meningkat sekitar 21-24 sentimeter sejak 1880. Sementara pada 2020 lalu, kenaikan rata-rata permukaan air laut mencapai 9 sentimeter. Hal ini pun tidak lepas dari peran industri yang turut menyumbang gas rumah kaca ke atmosfer. Gas rumah kaca yang naik ke atmosfer akan meningkatkan suhu permukaan bumi. Efeknya, bumi semakin memanas dan es di kutub akan mencair. Dengan begitu, kota-kota pesisir sudah dipastikan akan tenggelam.

Sampai sini hendaknya dipahami, bahwa kerusakan lingkungan bukanlah sebuah kerusakan alamiah dan biasa. Ini merupakan suatu dampak dari kapitalisme yang terstruktur sejak masa revolusi industri.
Bayangkan saja, industri peternakan sapi menyumbang sekitar 14% dari emisi gas metana di atmosfer. Namun setiap tahun, produksinya terus meningkat dan terus berekspansi. Belum lagi jika berbicara sektor tambang, mobil listrik yang digadang-gadang ramah lingkungan pun menimbulkan masalah di sektor hulu pertambangan. Seperti meningkatnya produksi kobalt di Kongo yang menimbulkan bahaya bagi manusia dan tanah. Serta penambangan logam tanah langka di China yang efek lingkungannya tidak dapat diremehkan.

Apa yang berusaha saya sampaikan disini adalah, bahwa semangat konservasi lingkungan tidak dapat berjalan bersama dengan kapitalisme yang ekspansif dan profit oriented. Jika begini, maka usaha konservasi lingkungan pun akan terus mengalami kebuntuan. Sebanyak apapun Anda menghapus email atau mematikan lampu saat Earth Hour, tidak akan ada gunanya bila industri-industri tersebut terus mengekspansi diri.

Terakhir, darurat iklim yang disuarakan oleh Kalmus ataupun ilmuwan lain, hendaknya diterjemahkan sebagai perlawanan terhadap kapitalisme—darurat kapitalisme. Dengan begitu, senjata-senjata konservasi lingkungan tidak lagi mengarah kepada setiap manusia di bumi, namun hanya kepada para kapitalis yang melakukan tindak kerusakan secara massif.

Selamat Hari Bumi 2022!

Iklan

Penulis: Izam Komaruzaman
Editor: Asbabur Riyasy