Massa aksi yang tergabung ke dalam aliansi Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA), mengadakan unjuk rasa untuk memperingati Hari Tani 2023, pada selasa (26/9) di sekitar Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat. Aksi ini dihadiri oleh lebih dari 3.000 massa dari 158 organisasi yang berasal dari berbagai daerah di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Banten. 

Koordinator Lapangan aksi, Benni Wijaya mengatakan tujuan aksi adalah untuk menuntut pemerintah yang telah melanggar janji Reforma Agraria. Agenda yang katanya menjadi prioritas pemerintah itu tidak berjalan dengan baik, bahkan gagal.

“Jokowi berjanji, akan menjadikan Reforma Agraria sebagai agenda prioritas, namun nyatanya sudah satu dekade tidak berjalan baik, redistribusi tanah tidak terjadi. Malah muncul konflik perebutan tanah pada Proyek Strategis Nasional (PSN),” ungkap Beni.

Benni melanjutkan, jika reforma agraria tidak cepat dilaksanakan, dan tidak ada kesadaran dari para pemangku kebijakan. Maka yang akan terjadi adalah nasib petani semakin memburuk, masyarakat adat akan ikut terdampak karena tanah dan mata pencaharian mereka dirampas. 

Saat ini, KNPA sedang mengusahakan untuk audit pelaksanaan Reforma Agraria di era Jokowi yang tidak terlaksana dengan baik selama satu dekade terakhir. Ia berharap audit yang sedang diusahakan bisa berhasil dan reforma agraria dapat dilaksanakan dengan semestinya, sehingga petani serta rakyat mendapat hak-haknya kembali.

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika juga turut menyuarakan perampasan tanah milik rakyat. Ia menyebut, banyaknya perampasan tanah milik petani, masyarakat adat, serta masyarakat miskin, menandakan semakin mudahnya pihak asing mengakuisisi kepemilikan tanah yang seharusnya mutlak milik rakyat.

Iklan

“Sembilan tahun sudah janji Reforma Agraria seluas 9 juta hektar, namun nyatanya tidak dilaksanakan, dan gagal total,” tegas Sekjen KPA tersebut.

Lebih lanjut, Dewi menjelaskan pemerintah lebih memprioritaskan kepentingan pemodal daripada nasib rakyat. Saat ini yang terjadi justru memuluskan jalan investasi, rakyat dibiarkan berjalan di tanah yang terjal. Menurutnya jika hal tersebut dibiarkan, maka akan berdampak pada lambatnya produksi pangan.

Konflik perebutan tanah juga menimpa masyarakat adat, seperti yang dijelaskan Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, perampasan wilayah masyarakat adat masif terjadi. Padahal sudah dilakukan pemetaan wilayah namun tetap saja, perampasan masih terjadi. Perampasan tersebut dilakukan secara halus dan berujung pada hilangnya hak kepemilikan masyarakat terhadap tanah mereka.

Rukka juga menyayangkan tindakan ingkar janji Jokowi, pada 2014 Jokowi berjanji untuk mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. Untuk melindungi pengakuan hak konstitusi wilayah masyarakat adat, namun belum dilakukan sampai saat ini.

“RUU tersebut sempat mandek di DPR pada tahun 2014, lalu Presiden Jokowi berjanji kepada kami selaku organisasi yang menghimpun masyarakat adat untuk mengesahkan RUU tersebut. Namun, nyatanya belum terlaksana sampai sekarang,” jelas Rukka.

Selain menyoroti tindak pemerintah yang ingkar janji, Rukka turut menghimbau anak-anak muda untuk sesegera mungkin kembali ke kampungnya. Ia merasa, anak muda yang tinggal di kota hanya akan menjadi budak korporasi dan akan mengalami kesengsaraan apabila terjadi krisis. Sementara di kampung tanah-tanah hak milik rakyat mulai dirampas oleh asing.

“Anak muda segera kembali saja ke kampung-kampung sebab keadaan sudah tidak baik, banyak perampasan tanah. Daripada di kota hanya menjadi budak korporasi,” pungkas Rukka,

 

Penulis/Reporter: M. Haikal Adha

Editor: Zahra Pramuningtyas

Iklan