Judul buku : Arungi Samudra Bersama Sang Naga : Sinergi Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21

Penulis : Untung Suropati, Yohanes Sulaiman, Ian Montratama

Penerbit : PT Gramedia Jakarta

Cetakan : 2016

Jumlah Halaman : 221 Halaman

ISBN : 978-602-02-9146-8

Iklan

“Indonesia adalah bangsa yang tengah mengalami sindrom kerancuan identitas, yaitu sebagai bangsa maritim dengan paradigma berpikir kedaratan,” hal 217.

Kebijakan fenomenal di awal pemerintahan Jokowi 2014 lalu di depan sejumlah kepala negara, yaitu Poros Maritim Dunia menjadi kebijakan dengan visi besar untuk mengembalikan Indonesia menjadi bangsa maritim.

Poros Maritim Dunia belum memiliki konsep jelas seperti apa bentuknya. Namun, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengartikan Poros Maritim Dunia sebagai visi untuk mentransformasikan Indonesia menjadi kekuatan maritim dengan memanfaatkan keunggulan geografis serta kegiatan maritim regional dan sumber daya kelautan untuk pembangunan bangsa.

Setahun sebelumnya, negara raksasa China juga mengumumkan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 sebagai kebijakan utama sistem perdagangan maritim China dan sekitarnya termasuk untuk Indonesia. Hal ini membuka peluang dan tantangan bagi Indonesia dalam mengintegrasikan kebijakan domestiknya dengan dinamika global yang berkembang.

Meskipun terdapat banyak potensi, perhatian akan isu terkait maritim berangsur-angsur tenggelam di akhir era pemerintahan Jokowi. Di tengah ketidakpastian, ia mengangkat Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Sektor Kemaritiman dan Investasi. Pada awalnya, ia mengumumkan program-program terkenal seperti tol laut, pengembangan pelabuhan laut, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.

Namun, laporan Kementerian Luar Negeri tahun 2023 menunjukkan bahwa konsep Poros Maritim Dunia hampir terlupakan. Fokus kebijakan pemerintah mulai bergeser dari sektor maritim ke infrastruktur darat.

Kebijakan pemerintah terkait kemaritiman pun mempunyai banyak kecacatan sehingga pengimplementasiannya tidak serta merta menguntungkan kehidupan dan ekonomi pesisir. Padahal, 281 kabupaten/kota pesisir bergantung pada penghidupan laut. 

Kebijakan Jokowi pun didukung penuh dengan pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengemukakan bahwa kondisi perairan Indonesia memerlukan pemanfaatan sektor industri untuk ruang dan sumber dayanya secara ekstraktif. Sayangnya tidak ada tanda tanda bahwa kebijakan poros maritim dunia ini kembali berlanjut.

Data dari laporan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada 2022 menunjukkan banyak program kunci seperti Tol Laut dan pengembangan pelabuhan berjalan lambat. Masalah ini menjadi semakin terlihat di Komunitas Nelayan Kecil yang menghadapi penangkapan ikan ilegal oleh kapal-kapal asing. Data dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa lebih dari 7.000 kapal asing beroperasi secara ilegal di wilayah Indonesia, merugikan nelayan lokal hingga Rp100 triliun per tahun.

Baca juga: Kritik Masyarakat Hari Ini yang Ugal-ugalan dan Tunduk kepada Modal 

Iklan

Buruknya tata kelola diperparah dalam isu ketidakadilan distribusi izin penangkapan ikan masih. Sebab, izin lebih sering diberikan kepada perusahaan besar sementara nelayan kecil kerap kali tertinggal dengan akses yang sangat terbatas. 

Belum selesai, derasnya pemberian izin kepada industri minyak dan gas lepas pantai serta penambangan pasir laut malah merusakkan ekosistem pesisir dan menyebabkan pencemaran yang berdampak pada keberlangsungan hidup masyarakat lokal. Berbagai permasalahan itu menggambarkan poros maritim dunia hanyalah omong kosong politik tidak lebih tidak kurang.  Padahal, bila kebijakan poros maritim ini dilakukan dengan sungguh-sungguh, Indonesia bisa digdaya di lautan dan kembali pada slogan jalesveva jaya mahe (justru di laut kita jaya).

Sebagai perbandingan sejak upaya kebangkitan China pasca Perang Dunia Kedua, China dengan serius memperhatikan sektor kemaritiman dan perdagangannya. Melihat keunggulannya, China memanfaatkan globalisasi sebagai panggung internasional. Lewat Jalur Sutra, China menyasar negara berkembang yang membutuhkan pembiayaan terkait infrastruktur terutama di wilayah Asia Tenggara. Perlahan-lahan, China berusaha melemahkan hegemoni Amerika dan meluaskan pengaruhnya dengan branding “menyelamatkan”.

Ketika mengumumkan Jalur Sutra Maritim negara-negara Asia melihat hal tersebut sebagai potensi positif untuk perkembangan sektor kemaritiman, apalagi ditambah janji investasi China untuk negara-negara yang dilewati Jalur Sutra.

Sinergi Jalur Sutra Dunia dan Poros Maritim Dunia

“Sedari dini pemerintahan Indonesia harus mengidentifikasi keunggulan kompetitif industri Indonesia terhadap China,” hal 215.

Tim penulis menjelaskan kemungkinan sinergi Jalur Sutra Dunia dapat bersama-sama menjadikan Indonesia kembali pada masa kejayaan maritimnya. Meskipun mempunyai banyak risiko, mereka menuliskan berbagai macam upaya yang seharusnya dilakukan Indonesia.

Walaupun kebijakan luar negeri China yang tegas terhadap sengketa di Laut China Selatan, Jalur Sutra tetap menjadi kesempatan emas bagi Indonesia. Dengan peran Indonesia yang cenderung netral, Indonesia dapat memanfaatkan secara optimal kerjasama yang ditawarkan Amerika dan China.

Untuk kerja sama dengan China, ekonomi merupakan domain yang tepat dalam mendorong kekuatan ekonomi Indonesia. Indonesia dapat memanfaatkan ketertarikan China untuk berkerja sama sambil berusaha mempengaruhi kebijakannya agar lebih moderat. Terutama terkait perselisihan di kawasan Laut China Selatan yang telah berdampak negatif.

Baca juga: Once Upon a Crime: Upaya Aktualisasi Peran Perempuan dalam Kisah Cinderella

Kedekatan ekonomi di bidang maritim Indonesia dan China harus dimanfaatkan sebagai alat untuk mengubah perilaku China sehingga Indonesia kembali dikenal sebagai pemimpin alami Asia Tenggara serta melunturkan kekuatan asing (Amerika Serikat) pada dominasi Asia Tenggara.

Terkait konektivitas, Indonesia bisa mengintegrasikan jalur lautnya dengan Jalur Sutra, perlahan-lahan mulai menumbuhkan pelabuhan baru untuk menyaingi dominasi Singapura di Selat Malaka. Indonesia dapat memanfaatkan momentum Jalur Sutra Maritim dan Poros Maritim Dunia untuk mencari enterport baru di Asia Tenggara.

Meskipun buku ini menawarkan pandangan yang berharga tentang sinergi antara Poros Maritim Dunia dan Jalur Sutra Maritim ada kelemahan dalam penjelasan mengenai gambaran ideal dari Poros Maritim Dunia. Tim penulis seolah bermimpi mewujudkan visi tersebut tanpa menunjukan langkah konkret menuju Poros Maritim Dunia yang ideal. Karena pada nyatanya kebijakan yang diusung jokowi semakin tidak terkoordinasi dan tidak fokus pada misinya sehingga terjadi ketimpangan dalam tata kelola sektor kelautan saat ini.

Penulis: Hanum Alkhansaa R

Editor: Annisa Inayatullah