Memanfaatkan perjalanan menuju Pemilu 2024, 21 organisasi gerakan dan masyarakat membentuk KOMUNAL sebagai wadah anak muda menyuarakan dan mengentaskan masalah lingkungan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperkirakan sekitar 110 juta penduduk 20-44 tahun akan mengikuti Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Berdasarkan hasil akumulasi, Generasi Muda dan Generasi Z mendominasi Daftar Pemilih Sementara (DPS). Total DPS yang di data oleh KPU, sebanyak 69.061.943 pemilih atau 33,55% Generasi Muda dan 47.020.295 pemilih atau 22,84% Gen Z–kurang lebih mencakupi 60 persen–dari total 205.853.518 pencoblos.
Membludaknya partisipasi elektoral Generasi Muda dan Generasi Z dalam menentukan pilihannya di Pemilu 2024 dilandasi oleh berbagai harapan. Dalam jejak rekam data yang dilakukan Kompas.id, kecenderungan Generasi Muda dan Generasi Z dalam memilih kriteria pemimpin di parlemen, salah satunya adalah dapat menampung aspirasi anak muda.
Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan hidup Indonesia (WALHI), Tubagus Solehmadi, mengatakan anak muda memiliki keresahan yang tinggi mempersoalkan keadilan bangsa. Salah satu isu anak muda yang mencolok adalah bicara soal kesejahteraan ekologis. Sayangnya, menurut Tubagus, aspirasi anak muda untuk memberikan pendapatnya akan isu ekologis tidak di wadahi dengan baik oleh pemerintah.
“Pada Pekan Rakyat Lingkungan Hidup hari ini, kami menuntut agar pemerintah lebih memperhatikan aspirasi anak muda menyuarakan keresahannya terhadap isu ekologis”, ucapnya (04/06).
Baca Juga: Peran dan Tantangan Pers dalam Mengawasi Kekuasaan
Memanfaatkan momentum hari lingkungan sedunia yang akan jatuh pada 5 Juni 2023, Tubagus menjelaskan kalau anak muda memiliki peluang yang sangat terbuka lebar untuk menentukan masa depannya. Hal itu merupakan refleksi dari banyaknya anak muda yang tergabung dalam elektoral Pemilu. Sehingga, perhitungan suara anak muda dapat menghimpun kekuatan untuk merubah lingkungan.
“Semangat perubahan untuk menuntut kesadaran pemerintah mewadahi aspirasi anak muda bicara isu lingkungan dapat dilihat dari tergabungnya 21 organisasi gerakan dan anggota masyarakat ke dalam Koalisi Orang Muda Untuk Lingkungan (KOMUNAL). Semangat itu bermuara dari krisis lingkungan yang begitu krusial untuk dihadapi bersama”, katanya.
Sementara itu, Pratama, anggota organisasi Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Arca Buana yang tergabung dalam KOMUNAL mengutarakan keresahannya terhadap lingkungan.
Menurutnya, yang harus menjadi agenda terbesar pemerintah dalam pembenahan lingkungan di Indonesia tidak cuman sosialisasi membuang sampah pada tempatnya. Hal itu dikarenakan permasalahan sebenarnya tidak sebatas pada masyarakat.
Berkaca pada pengalaman mengarungi berbagai sungai, Pratama sering menemukan limbah pabrik yang membuat ekosistem seperti tumbuhan dan ikan mati. Menurutnya pihak korporasi-lah yang menyebabkan permasalahan besar kerusakan lingkungan. Baginya, pemerintah harus membuat sebuah regulasi, pengawasan, dan sosialisasi yang ketat agar pihak korporasi tidak mencemari lingkungan secara masif.
Sejauh ini, Pratama beserta kawan Arca Buana dan MAPALA lainnya hanya bisa membantu melestarikan ekosistem, khususnya sungai, dengan cara membersihkan sampahnya, walaupun seharusnya menjadi tugas pemerintah. Akan tetapi Pratama memiliki harapan, pemerintah dapat turun langsung membersihkan dan terutama mendengarkan keluhan anak muda terkait temuannya agar permasalahan lingkungan dapat teratasi.
“Banyak organisasi yang tergabung dengan gagasannya masing-masing menandakan kalau kita peduli dengan lingkungan. Saya harap dengan banyaknya gagasan yang terkumpul dalam KOMUNAL, kita dapat menyelesaikan pencemaran lingkungan menggunakan caranya masing-masing”, pungkasnya.
Penulis/ Reporter: Arrneto Bayliss
Editor: Izam Komaruzaman