Suzerain, sebuah game karya Torpor Games menggambarkan realitas dunia politik dengan apik. Di dalamnya, Anda akan bermain sebagai Anton Rayne, presiden dari negara fiksi bernama Republik Sordland. Pemain akan bermain di latar tahun 1954, dengan keadaan negara yang penuh korupsi, ekonomi hancur, dan politik yang tidak stabil. 

Masalah yang diwariskan kepada Rayne merupakan akibat dari intrik politik yang terjadi sebelumnya. Negara di bagian timur benua fiksi Merkopa itu sempat mengalami gejolak selama beberapa dekade. Perang saudara, fasisme, hingga dipimpin oleh seorang reformis, semua pernah dirasakan rakyat Sordland. 

Sampai tahun 1954, Anton Rayne dari Partai Persatuan Sordland berhasil memenangkan pemilu. Pemain akan dihadapkan pada ragam pilihan di awal untuk menyelesaikan segala permasalahan di Sordland. Termasuk memilih kebijakan ekonomi, prioritas pembangunan, hingga diplomasi luar negeri. Namun, satu hal yang diinginkan rakyat dalam game tersebut, yaitu reformasi.  

Dalam game ini, pemain dapat memilih, memastikan agenda reformasi berjalan lancar atau kembali ke otoriter seperti diktator sebelumnya, Tarquin Soll. Namun, satu hal pasti, pemain harus memastikan rakyat maupun pemegang kepentingan lain tidak murka akan keputusan yang dilakukan. 

Hal ini membuat usaha pemain untuk mencapai tujuannya tidak mungkin mudah. Anda harus menyeimbangkan setiap kepentingan. Dalam game ini setidaknya pemain harus dihadapkan pada golongan oligarki, militer, konservatif, reformis, hingga golongan kiri.

Pemain dapat memilih keberpihakannya, namun juga harus mengerti setiap konsekuensinya. Misal, pebisnis ingin bisnisnya lancar, mereka tidak ingin pemerintah terlalu ikut campur, atau kubu tentara tidak ingin anggarannya dikurangi. Bila pemain gagal menyenangkan mereka, kemungkinan besar pebisnis akan angkat kaki dari negara, membuat ekonomi kacau. Sementara, tentara sangat mungkin melancarkan kudeta. 

Iklan

Politik sebagai Arena

Bila menilik dari game Suzerain, politik diibaratkan sebagai suatu arena dimana ragam kepentingan bertemu. Dalam ruang tersebut, ragam kepentingan saling bertarung. Mereka mendorong keuntungan untuk golongannya masing-masing. 

Sekarang bayangkan Anda hidup di sebuah desa, tersiar kabar beberapa hari ke depan akan terjadi serangan bandit. Warga desa pun berkumpul di balai desa, mereka memang sering memusyawarahkan setiap permasalahan yang ada. Dalam ruangan itu, tetua desa menyerukan setiap warga desa harus mempertahankan desanya. 

“Apapun yang terjadi, kita harus mempertahankan desa kita!” begitu kiranya seruan tetua desa. 

Di sisi lain, seorang pemuda menyarankan setiap penduduk harus mengungsi ke atas gunung, dengan begitu nyawa penduduk desa bisa selamat. Dengan segera, seorang pedagang kaya menentang gagasan itu, “Mana bisa begitu, kita akan kehilangan semua harta kita!”  

“Harta kita? Mungkin maksudnya harta kalian!” ungkap warga desa yang lain. 

Perdebatan antara warga desa tersebut merupakan gambaran dari politik. Pierre Bourdieu tidak melihat arena, termasuk politik sebagai tempat pertarungan yang fair. Perlu dilihat juga perbedaan modal (kapital) setiap orang yang bertarung di dalamnya. Bourdieu membedah kapital dalam arena menjadi empat ranah, yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.

Baca juga: Make Rojava Green Again : Masyarakat Ekologis Melawan Kapitalisme

Dalam ranah ekonomi, kepemilikan aset dan harta menjadi hal yang utama. Modal ini menjadi berharga karena berkaitan dengan akses seseorang terhadap sumber daya. Semakin dekat dia dengan sumber daya, semakin mudah dia mengakses hal-hal lain seperti pendidikan maupun kesehatan.

Modal berikutnya adalah modal sosial, hal ini berkaitan dengan koneksi dan jejaring sosial. Termasuk diantaranya berbicara tentang akses informasi maupun jaringan kepada kekuasaan. Jaringan tersebut dapat mengantarkan seseorang pada kesempatan politik maupun bisnis yang lebih baik. 

Iklan

Ketiga adalah modal budaya yang berkaitan dengan pendidikan, nilai dan norma, serta keterampilan berbahasa. Modal ini dibangun dari lingkungan sehari-hari subjek berada. Pastinya modal ekonomi mempengaruhi hal tersebut, modal budaya seorang anak yang lahir di keluarga kaya akan berbeda dengan anak yang lahir di daerah miskin kota. 

Terakhir, modal simbolik dapat dicirikan dengan status seseorang dalam masyarakat. Ia berkaitan dengan reputasi, prestise, dan gelar. 

Keempat modal itu saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dalam konteks politik, setiap orang dengan modal dan kepentingan yang berbeda saling bertarung memperebutkan sumber daya. Namun, setiap pertarungan pastinya akan menghasilkan pemenang dan pecundang. Dalam sistem hari ini, si pecundang adalah mereka yang memiliki modal lebih sedikit. 

Negara untuk Rakyat

Peta dalam game Suzerain
Peta dalam game Suzerain

Dalam konteks negara, pertarungan modal dalam panggung politik secara langsung menyiratkan pertentangan kelas-kelas dalam masyarakat. Terdapat kelas yang menguasai kapital lebih tinggi, dan mereka berusaha mempertahankan status tersebut. Pergulatan yang terjadi di desa, dimana semua orang dari tiap golongan dapat peluang yang sama untuk berbicara menuntut kepentingannya mungkin hanya utopia semata. Sebab yang terjadi adalah politik telah dikuasai oleh kelas penguasa dan pemodal. 

Dalam praktiknya, politik kelas penguasa begitu mendominasi kancah perpolitikan nasional. Hari ini, partai politik tidak ada yang benar-benar mewakili kepentingan kelas bawah, membuat politik kelas mati di panggung politik nasional. Apalagi selama 32 tahun kekuasaan rezim Soeharto, komunisme dan segala tetek bengeknya menjadi barang haram. Dampaknya, politik kelas dan analisis kelas menjadi semakin asing di tengah masyarakat.  

Secercah harapan sempat disematkan kepada Partai Buruh (PB) yang mengklaim merepresentasikan kepentingan kelas pekerja. Muhammad Ridha dalam tulisannya di Indoprogress menganggap PB telah melakukan pendekatan politik kelas, meski hanya dalam konteks akomodasi kepentingan kelas pekerja, seperti perbaikan hidup, dan kenaikan upah. Namun, rasa-rasanya beberapa kebijakan politik PB malah menunjukan kedekatan dengan kelas penguasa, seperti munculnya nama Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden yang didukung PB. 

Dalam masyarakat yang terbelah-belah status sosialnya, politik kelas digunakan untuk memastikan negara dapat menjamin penyebaran sumber daya yang adil dan merata. Negara harus memastikan tidak ada individu yang kesulitan dalam mengakses sumber daya, terutama hal yang fundamental, seperti makan, air, dan tempat tinggal hingga ke hal yang lain seperti pendidikan dan kesehatan. 

Maka dari itu, meski secara parlementer masih belum bisa memasukan pendekatan kelas, harapan masih bisa dicapai lewat jalur-jalur ekstra parlementer. Namun, hal yang pertama harus dilakukan adalah melangsungkan upaya penyadaran kepada rakyat kelas bawah. Menanamkan pada mereka bahwa dunia yang mereka tinggali sedang tidak baik-baik saja. Merubah kesadaran ekonomi menjadi kesadaran yang lebih politis. Sehingga rakyat berani menuntut negara akan haknya, seperti tanah, pendidikan gratis, dan jaminan kesehatan. 

Sebagai sebuah game rpg, Suzerain memberikan suatu pengalaman baru bagi pemain. Khususnya bagi mereka yang menyukai genre strategi. Game yang dirilis pada 2020 ini terbilang unik, sebab menyediakan cerita yang kompleks, dan ending yang beragam. Selain versi PC yang dijual di Steam, Suzerain juga dapat diunduh di Playstore maupun Appstore. 

 

Penulis: Izam Komaruzaman

Editor: Asbabur Riyasy