“Ketika teman-teman Kpopers membuat trending tentang penolakan Omnibus Law di media sosial, mereka malah mendapatkan perundungan. Foto profil Korea ngapain sih ikut-ikutan nolak?” jelas Yayu NH saat membuka diskusi bertajuk “K-Popers Menolak Omnibus Law” yang diselenggarakan oleh Jaringan Muda Setara.

Diskusi tersebut diselenggarakan pada Jum’at (9/10) di Zoom Meeting. Selain Yayu yang bertugas sebagai moderator, ada juga Rara yang mewakili Enhypen Stan, Jasmine Floretta dari ARMY (fandom grup musik BTS), dan Eva Nurcahyani dari Jaringan Muda Setara sebagai pembicara.

Jasmine membuka pembicaraan dengan menjawab pernyataan Yayu soal perundungan Kpopers di twitter. Menurutnya, orang-orang termakan stigma bahwa Kpopers tidak bisa berargumen soal politik. “Kpopers bagi masyarakat dianggap sebagai fanatisme yang berlebihan. Kami selalu dipandang rendah dan dipandang suka Kpop hanya lihat tampang aja,” keluhnya.

Ia juga menyinggung wacana maskulinitas yang melekat dalam stigma masyarakat tentang Kpopers. Wacana maskulinitas yang dimaksud Jasmine adalah perempuan tidak dilihat daya kritisnya terhadap suatu isu, hanya dianggap suka terhadap tampang anggota grup musiknya saja. Akhirnya, perempuan Kpopers ini dianggap tidak berdaya dalam merespon isu terkini seperti Omnibus Law.

Jasmine menguatkan tentang wacana ini dengan berbicara soal antusias perempuan yang dijinakkan oleh stigma buruk masyarakat terhadap kesukaannya. “Bagi mereka, suka sama Kpop dianggap sebagai penyimpangan sosial. Antusias kami sebagai perempuan dipaksa jinak (oleh wacana maskulinitas -red),” jelasnya.

Rara juga menyetujui pernyataan Jasmine. Ia mengatakan bahwa Kpopers bukan hanya suka terhadap grup musik saja, tapi melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. “Mungkin dari sisi fangirl kita dipandang latah, di balik itu sendiri, kita support rakyat juga,” ucapnya. Rara mengatakan bahwa ARMY sempat melakukan donasi, salah satunya donasi kepada LBH Apik Indonesia bulan lalu (1/9).

Iklan

Selain dalam bentuk donasi, Rara mengatakan ARMY juga berkampanye dengan tagar-tagar yang menolak Omnibus Law di Twitter. Ia merespon juga kampanye tersebut, sambil memberikan saran ke akun-akun Kpopers tersebut. “Di Twitter, kalau bisa seharusnya ditambahin opini yang kalian punya soal Omnibus Law, bukan sekadar spam tagar terus-terusan. Takutnya di Twitter akunnya kena suspend. Opini tersebut bisa menguatkan kampanye kita sebagai Kpopers dalam menolak Omnibus Law,” jelas Rara.

Acara diskusi bertajuk “Kpopers Melawan Omnibus Law”

Terkait Omnibus Law, Eva mengomentari hal tersebut. Menurutnya, banyak pasal-pasal di Omnibus Law yang tidak memihak rakyat. Ia mengomentari soal mekanisme lembur yang diubah menjadikan eksploitasi buruh makin marak. Selain itu, ia juga menyayangkan fasilitas-fasilitas biologis perempuan realitanya tidak diterapkan di sebagian perusahaan, seperti cuti haid, cuti hamil, dan cuti menyusui.

Pasal-pasal di Omnibus Law juga disesalkan oleh Rara. Ia memfokuskan perhatiannya ke permasalahan pekerja asing boleh bekerja di Indonesia. “Kacau sih, karena rakyat Indonesia banyak yang menganggur tapi pemerintah malah melepas kesempatan kerja mereka ke pekerja asing. Peluangnya jadi makin dikit,” kesalnya. Kemudahan izin pekerja asing ini diatur dalam Pasal 44 UU Omnibus Law Cipta Kerja, yaitu syarat ketentuan jabatan dan kompetensi untuk pekerja asing dihapus sehingga mereka berpotensi mengisi posisi apapun sampai tingkat paling rendah.

Pembuatan Omnibus Law juga dikritisi oleh Jasmine. Menurutnya, seruan untuk Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak mudah dilakukan. Bagi Jasmine, pemerintah melakukan intrik agar Omnibus Law ini tetap ada dan menang di JR.

“Mereka ini licik, nyempil revisi UU MK di tengah-tengah pengesahan Omnibus Law agar MK berpihak ke mereka. Presiden juga sudah lobi ke MK untuk dukung pengesahan Omnibus Law,” kesal Jasmine. Sepakat dengan Jasmine, Eva menambahkan dengan mengaitkan penolakan revisi UU KPK. Penolakan revisi UU KPK tidak diterima di MK meski sudah melalui tahap JR.

Jasmine kemudian mengaitkan dengan cara menjadi Kpopers yang melek isu. Menurutnya, Kpopers tidak hanya sibuk dengan fangirling-nya. Kpopers turun ke jalan dan menggugat Omnibus Law, atau berkampanye di media sosial dalam menolak aturan ini. “Buka mata, buka telinga terhadap isu terkini dan pelajari isu tersebut. Kemudian diskusikan mulai dari fandom kalian sendiri,” saran Jasmine.

Kemudian, Jasmine menyatakan bahwa menjadi Kpopers merupakan sebuah identitas. “Kpopers adalah identitas yang berlapis, jadi wajar mereka menyuarakan penolakan terhadap aturan yang merugikan rakyat. Mereka juga rakyat, jangan dianggap aneh hanya karena identitas mereka,” ucapnya.

Penulis/Reporter: M. Rizky Suryana

Editor: Uly Mega S.