Guru perlu perkuat solidaritas. Mengingat belakangan ini, muncul satu per satu kasus permasalahan profesi yang berjumlah lebih dari tiga juta orang itu.
Sebut saja kasus cleansing guru honorer di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta pada Juli lalu. Lebih dari 100 guru honorer dipecat dengan alasan dipekerjakan tanpa rekomendasi dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Meski sudah banyak dari mereka yang kembali dipekerjakan, tapi penempatan guru korban cleansing itu dalam mengajar asal-asalan.
Kasus permasalahan yang menimpa guru berlanjut ke Sulawesi Tenggara. Salah satu guru di daerah itu, Supriyani dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan penganiayaan kepada murid–yang sejak awal tuduhan itu ia bantah.
Dari berbagai kasus tadi, permasalahan guru semakin terlihat besar jika mengacu kepada upah mereka secara keseluruhan. Berdasarkan survei dari Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) pada Mei 2024, disebutkan antara lain sebanyak 42 persen guru memiliki penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan, sedangkan sisanya 13 persen mempunyai upah lebih rendah Rp500 ribu per bulan. Sementara itu, Upah Minimum Kabupaten-Kota (UMK) 2024 terendah di Indonesia sebesar Rp 2.038.005.
Baca juga: Penempatan Mengajar Asal-Asalan, Guru Honorer Korban Cleansing Merana
Di tengah sekelumit persoalan yang terjadi, ribuan guru dari seluruh Indonesia berkumpul mengikuti acara Temu Pendidik Nasional (TPN) XI di Pos Bloc, Jakarta pada Sabtu (02/11). Dalam acara itu, para guru saling bertukar keluh kesah, sehingga rasa solidaritas sesama mereka bertambah.
Ketua TPN, Maman Basyaiban mengatakan, acara yang ia pimpin mempunyai salah satu tujuan utama, yakni sebagai wadah pertemuan sesama guru untuk bergerak dalam melakukan perubahan. Menurutnya, guru terkadang bergerak sendirian dan merasa kesepian. Lanjutnya, dengan adanya acara seperti TPN, guru semakin semangat bergerak karena bertemu rekan se-profesi yang mempunyai masalah serupa.
“TPN ini jadi ajang bertemu rekan-rekan guru seperjuangan yang sama-sama bergerak untuk melakukan perubahan, karena kadang-kadang mereka (guru) merasa kesepian, tidak ada temannya, “ ujarnya pada Sabtu Sabtu (02/11).
Maman mengatakan, TPN dikunjungi oleh banyak anggota dari sembilan organisasi guru. Di antaranya seperti Ikatan Guru Indonesia, Komunitas Guru Belajar Nusantara, Forum Guru Independen Indonesia, dan lain-lainnya. Dengan begitu menurutnya, TPN memperkuat solidaritas sesama guru di antara organisasi yang berbeda.
“Pentingnya duduk barengan di antara berbagai organisasi. Kita bisa menyuarakan keresahan-keresahan yang sama,“ serunya.
Salah satu guru yang datang ke acara TPN adalah Rohmat Budianto. Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) itu mengajar di Pekalongan, Jawa Tengah. Rohmat mengaku, wawasannya meningkat setelah mendengar banyak pandangan guru lainnya dalam acara TPN. Tidak hanya pengetahuannya dalam mengajar bertambah, tetapi Rohmat merasa lebih memahami seluk-beluk permasalahan sekolah di Indonesia.
Menanggapi berbagai permasalahan yang menimpa guru, Rohmat merasa guru hari ini seolah menjadi objek belaka seperti robot yang terus bekerja. Menurutnya, guru harus menjadi subjek yang diberdayakan, dimanusiakan, dan kesejahteraannya diperhatikan.
Oleh karena itu, Rohmat mengharapkan kuatnya sinergi sesama guru. Lebih lanjut menurutnya, berbagai guru yang telah bersatu perlu bertemu dengan pemangku kebijakan untuk memecahkan berbagai permasalahan yang menimpa mereka.
“Dengan adanya forum semacam ini (TPN), guru saling berkeluh kesah, saling support, dan lebih bersolidaritas, “ ucapnya pada Sabtu (02/11).
Sama seperti Rohmat, Ovin menemukan banyak pengetahuan soal kondisi guru di Indonesia ketika mengikuti acara TPN. Guru Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bandung, Jawa Barat itu mengaku kaget ketika mengetahui kesulitan pengajar di daerah lainnya, seperti minimnya fasilitas mengajar dan media ajar yang sulit diakses. Oleh sebab itu menurut Ovin, solidaritas guru perlu diperkuat agar kepentingan mereka dapat terpenuhi.
“Dengan solidaritas, membuat banyak kepentingan guru itu lebih mudah diperjuangkan dan guru lebih optimis dalam memperjuangkan hak-hak,“ pungkasnya pada Sabtu (02/11).
Reporter/Penulis: Andreas Handy
Editor: Naufal Nawwaf