Hujan belum lama selesai turun deras, beberapa orang berasumsi ini mungkin pertanda sesuatu yang besar bakal kejadian lantaran hari itu Senin (16/10) adalah pelantikan dan penyerahan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih.
Acara pelantikan yang bertajuk pesta rakyat diramaikan dengan adanya perhelatan seni tradisional disesaki oleh warga yang ingin menyaksikan pemimpin baru Jakarta. Namun Tidak semua warga yang hadir mendominasi Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta pusat atau balai kota adalah warga yang ingin melihat-lihat pelantikan atau mencari tontonan. Banyak pula yang hadir untuk berorasi menyuarakan aspirasi dan keluhan agar dosa pemerintah tidak terulang.
Tepat di depan gerbang hitam balai kota sebuah mobil yang dilengkapi pengeras suara diparkir sementara warga bergantian berorasi mengenai Kartu Jakarta Pintar sampai lapangan kerja yang harus tersedia, sepanjang jalanan dipenuhi oleh massa berbaju serba putih. Beberapa organisasi masyarakat (ormas) ikut serta menuntut agar gubernur terpilih tidak terserang penyakit lupa seperti kebanyakan pemimpin bila sudah naik tahta, salah satunya Roemah Djuang, kelompok relawan yang dibentuk Oktober 2016 lalu bergerak dalam memberikan dukungan Anis-sandi. Menurut Helvi Moraza, Ketua Panitia Perencana Pelantikan Anis menyatakan keikutsertaan Roemah Djuang dalam acara hari itu untuk perayaan atas kemenangan yang mereka dukung dan ambil andil dalam mengawasi percaturan pemerintahan Gubernur terpilih.
“Jadi dasar pendirian rumah juang itu sendiri bukan bersifat politis melainkan orang-orang dan warga yang memiliki kesadaran,” Kata Helvi. Mereka menuntut perubahan terjadi dalam bidang perekonomian dan pemerintahan yang lebih bersih.
Sejalan dengan itu di saat yang sama sekelompok penduduk Muara Angke yang merupakan nelayan menyuarakan harapannya atas realisasi salah satu janji untuk penghentian reklamasi teluk Jakarta. Hal ini dikarenakan membunuh kehidupan nelayan yang bergantung pada teluk Jakarta. Belasan nelayan yang saat itu hadir membawa poster mengutuk reklamasi bersatu dalam Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) yang menampung keresahan nelayan pesisir sekitar Muara Angke. Adapun tujuannya eksistensi KNT bagi karyawan adalah penagihan janji gubernur baru untuk masa depan keluarga nelayan melalui program penghilangan reklamasi.
Salah satu nelayan tersebut adalah pria paruh baya asal Muara Angka, Mangsali (59) yang hadir di depan gedung balai kota bersama istrinya. Mangsali menegaskan bahwa polusi laut yang ditimbulkan oleh proses reklamasi memaksa nelayan berlayar lebih jauh agar mendapat tangkapan lebih.
“Sejak tiga tahun lalu, walapun diberhentikan tetap berjalan dampaknya pada masyarakat nelayan. Kalau sudah tidak kotor lautnya maka saya berhenti menuntut seperti ini ” ujar Mangsali dengan nada tinggi penuh kekesalan. Nelayan harus berlayar lebih dari 10 mil lantaran ikan yang didapat berkurang.
Mangsali juga mengatakan bahwa pemerintah daerah tidak mempedulikan nelayan kecil dan mudah dibeli oleh uang korporasi yang memiliki kekuatan lebih. Ia sendiri hanya bisa menyesali orang-orang dekat dan tetangganya mau dibeli oleh perusahaan pro reklamasi dalam bentuk iming-iming pemberangkatan haji dan umroh warga setempat. “Hanya golongan tertentu yang mendapat keuntungan dari adanya reklamasi dan itu bukan nelayan tradisional,” tutur Mangsali.
Mangsali dan banyak massa hari itu hanya bisa berharap agar kesalahan yang sama tidak terulang dan agar pemerintahan ibu kota dibawah Anis-Sandi menjadi lebih baik./ Faisal Bahri